Sapi Baru Laku 40 Ekor, Return on Investment BUMD PT Bumi Meranti Dinilai Lambat
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Kepulauan Meranti menjadi sorotan, terutama terkait Return on Investment (ROI) atau pengembalian keuntungan kepada pemilik modal yang dinilai sangat lambat.
Adapun penyertaan modal sebesar Rp 5 miliar yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti kepada BUMD PT Bumi Meranti untuk usaha penggemukan sapi menunjukkan progres pengembalian investasi terkesan sangat lambat dan lama dalam perputarannya.
Menurut analisis, ROI yang lambat mengindikasikan bahwa investasi yang ditanamkan tidak menghasilkan keuntungan yang cepat bagi BUMD. Ini menjadi tantangan besar, mengingat dana penyertaan modal dari pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi yang lebih cepat dan signifikan.
Ini menimbulkan kekhawatiran tentang efisiensi dan efektivitas manajemen usaha penggemukan sapi yang dikelola oleh BUMD.
Kondisi ini menuntut BUMD untuk melakukan evaluasi dan perbaikan dalam manajemen investasi dan operasionalnya. Diperlukan strategi yang lebih efektif agar dana yang disuntikkan dapat memberikan keuntungan yang maksimal dalam waktu yang lebih singkat.
Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah selaku penanam modal yang berharap mendapatkan keuntungan cepat dari investasi tersebut.
Para pemangku kepentingan mengkhawatirkan bahwa jika situasi ini berlanjut, tujuan untuk meningkatkan perekonomian daerah melalui usaha ini mungkin tidak tercapai dalam jangka waktu yang diinginkan.
Menanggapi perkembangan usaha penggemukan sapi oleh BUMD PT Bumi Meranti, Anggota Komisi II DPRD Kepulauan Meranti, Taufikurahman memberikan pandangannya terkait pentingnya BUMD menakar core business yang akan dijalankan.
Taufikurahman menegaskan bahwa BUMD sebagai perusahaan yang mendapatkan penyertaan modal dari pemerintah daerah, harus memikirkan keuntungan sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PAD dan mendukung berbagai program pembangunan daerah.
"BUMD harus bisa menakar core business yang akan dijalankan. Ketika BUMD mendapatkan penyertaan modal dari pemda, yang merupakan uang rakyat, sudah seharusnya BUMD memikirkan untuk mendapatkan keuntungan secepatnya," ujarnya.
Ia menekankan bahwa keuntungan tersebut penting untuk membiayai berbagai keperluan daerah. Jika BUMD tidak berbicara soal keuntungan dan perputaran uangnya sangat lambat, maka pemda tidak perlu lagi melakukan penyertaan modal.
“Ini sangat perlu ditekankan agar BUMD nantinya tidak terkesan menyusu terus dengan APBD," tegas Taufikurahman.
Pandangan ini muncul setelah diketahui bahwa BUMD PT Bumi Meranti tengah menghadapi kendala dalam usaha penggemukan sapi jenis Peranakan Ongol. Penyertaan modal sebesar Rp 5 miliar dari Pemkab Kepulauan Meranti untuk usaha ini dilaporkan mengalami ROI yang sangat lambat.
Ditambahkan, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti diharapkan dapat memberikan pendampingan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap BUMD agar perputaran modal bisa lebih efisien dan memberikan manfaat yang lebih cepat bagi perekonomian daerah.
Sementara itu, Direktur PT Bumi Meranti, Budiman menjelaskan bahwa penyertaan modal tersebut diatur berdasarkan Peraturan Bupati tentang penyertaan modal untuk bisnis sapi. Anggaran ini terbagi menjadi dua komponen utama, yakni fixed cost dan variable cost.
Adapun rincian anggaran Fixed Cost (Biaya Tetap) sebesar Rp 2 miliar yang digunakan untuk biaya tetap seperti pembersihan lahan, pembangunan kandang, serta sarana dan prasarana seluruhnya untuk penggemukan sapi ini.
Sementara itu Variable Cost (Biaya Variabel) sebesar Rp 3 miliar yang digunakan untuk biaya perawatan atau maintenance, biaya operasional manajemen, dan lainnya. Semua biaya ini masuk ke dalam rencana kerja dan anggaran.
BUMD PT Bumi Meranti mengelola usaha penggemukan sapi jenis Peranakan Ongol sebanyak 150 ekor di kandang penggemukan sapi di Jalan SMA 3 Dorak.
Direktur BUMD, Budiman beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa penggemukan sapi ini diharapkan mendapatkan keuntungan dari penjualan yang memanfaatkan momen Idul Adha 1445 Hijriah.
Namun, hingga H-7 Idul Adha, sapi yang dipesan untuk kebutuhan kurban baru berjumlah 40 ekor. Meskipun demikian, Budiman optimistis semua sapi tersebut akan terjual, meskipun tidak semuanya pada momen Idul Adha.
"Kami optimistis sapi ini akan terjual semua, meskipun bukan pada momen Idul Adha," ujar Budiman.
Budiman juga membeberkan beberapa kendala yang dihadapi dalam usaha penggemukan sapi ini. Salah satu kendala utama adalah masa penggemukan yang tidak cukup karena keterlambatan penyertaan modal.
"Masa penggemukan yang ideal seharusnya 6 bulan, namun saat ini baru berjalan 3 bulan sejak sapi tiba, hal itu dikarenakan penyertaan modal yang agak lambat," jelasnya.
Selain itu, faktor geografis dan pakan juga menjadi tantangan dalam pengelolaan penggemukan sapi jenis Ongol ini.
Dari sisi bisnis, penjualan sapi milik BUMD juga menghadapi persaingan ketat. Masyarakat cenderung lebih memilih sapi Bali ketimbang sapi jenis Ongol, meskipun BUMD telah mengerahkan 15 petugas pemasaran untuk meningkatkan penjualan.
"Saat ini sapi bebas masuk ke Kepulauan Meranti, permintaan sapi Bali lebih tinggi di masyarakat, sementara sapi jenis Ongol kurang diminati, sementara kami memiliki 15 petugas pemasaran yang bekerja keras untuk memasarkan itu kepada setiap pengurus mesjid dan mushala," kata Budiman.
Untuk meningkatkan daya tarik, Budiman mengaku sudah menurunkan harga sapi dari Rp 16 juta per ekor menjadi Rp 15 juta lebih per ekor, dengan rata-rata berat sapi yakni 180 kilogram.
Ketika ditanya mengapa memilih penggemukan sapi jenis Ongol meskipun menghadapi kesulitan pemasaran, Budiman menjelaskan bahwa pemilihan sapi jenis ini didasarkan pada masukan dari Dinas Peternakan.
"Kami memilih sapi jenis Ongol karena sapi ini memiliki daya tahan tubuh yang tinggi, sesuai dengan rekomendasi dari Dinas Peternakan," kilah Budiman. (R-01)