Kasus Korupsi Pembangunan Hotel Kuansing, Jaksa Tuntut Hardi Yakub 14,5 Tahun Penjara, Suhasman 13,5 Tahun
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kuansing Hardi Yakub dituntut hukuman 14,5 tahun penjara dalam kasus korupsi pembangunan Hotel Kuansing di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru, Jumat (7/6/2024). Sementara, mantan Kepala Bagian Pertanahan Setdakab Kuansing Suhasman diganjar tuntutan 13,5 tahun penjara.
Hardi Yakub selaku mantan Kepala Bappeda Kuansing yang menjabat pada periode 2011 hingga 2013. Sementara Suhasman menjabat Kabag Pertanahan mulai tahun 2009 sampai 2016 saat proyek pembangunan hotel tersebut dikerjakan. Dalam perkara korupsi ini, perhitungan kerugian negara mencapai sebesar Rp 22,63 miliar lebih.
Kajari Kuansing, Nurhadi Puspandoyo menjelaskan, jaksa meyakini terdakwa Hardi Yakub terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas hal tersebut, Hardi dituntut pidana penjara selama 14 tahun dan 6 bulan dikurangi masa dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan.
"Ditambah pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan pidana kurungan," kata Nurhadi, Sabtu (8/6/2024).
Sementara itu, terdakwa Suhasman dituntut jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Republik Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Suhasman oleh karena itu dengan pidana penjara selama 13 tahun dan 6 bulan dikurangi masa dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan, dan ditambah pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan pidana kurungan," terang Nurhadi.
Suhasman juga dikenakan hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp 25 juta dari Rp 50 juta, dikurangi yang telah dikembalikan oleh saksi Ronald Fredy sebesar Rp 5 juta dan oleh saksi Drs. H. Erlianto sebesar Rp 20 juta.
"Dalam hal terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 6 tahun," kata Nurhadi.
Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) akan digelar pada Senin (10/6/2024) dan dilanjutkan pada Selasa dengan agenda penyampaian replik.
Kemudian pada Rabu (12/6/2024) mendatang, sidang dijadwalkan dengan agenda penyampaian duplik. Sementara sidang putusan dibacakan pada Kamis, 13 Juni 2024 mendatang.
Mantan Bupati Sukarmis Tersangka
Sebelumnya, mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) dua periode, Sukarmis ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Hotel Kuansing oleh Kejari Kuansing, Jumat (3/5/2024) silam. Tim penyidik pidana khusus Kejari Kuansing langsung melakukan penahanan terhadap politisi senior Partai Golkar tersebut dan dititipkan di Lapas Teluk Kuantan.
Kepala Kejari Kuansing, Nurhadi Puspandoyo menyatakan, berdasarkan hasil audit, kerugian negara dalam perkara yang menjerat Sukarmis sebesar Rp 22,63 miliar. Hasil audit tersebut tertera dalam dokumen bernomor: LHP-454/PW04/5/2023 tanggal 4 Oktober 2023.
Nurhadi menjelaskan, tim penyidik pagi tadi memanggil Sukarmis dalam kapasitasnya sebagai mantan Bupati Kuantan Singingi periode 2006-2011 dan 2011-2016. Dari hasil ekspos usai pemeriksaan, penyidik berkesimpulan adanya tindak pidana korupsi dalam pembangunan Hotel Kuansing yang dibiayai APBD Kuansing.
"Telah terpenuhi dua alat bukti yang cukup, kemudian hasil audit perhitungan kerugian negara sebesar Rp 22,63 miliar. Sehingga tim penyidik menetapkan S (Sukarmis) sebagai tersangka," tegas Nurhadi.
Penyidik pidana khusus Kejari Kuansing mengenakan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Adapun ancaman hukuman untuk Pasal 2 ayat (1) paling singkat pidana penjara selama 4 tahun paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Sementara ancaman hukuman untuk pasal 3 pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta.
Kluster Dugaan Korupsi Proyek 3 Pilar
Penetapan Sukarmis sebagai tersangka korupsi Hotel Kuansing ini dinilai sebagai puncak dari sengkarut proyek Hotel Kuansing yang telah dibidik Kejari Kuansing sejak tahun 2020 silam. Kala itu, Kajari Kuansing masih dijabat oleh Hadiman. Ia gencar mengusut dugaan penyelewengan proyek Hotel Kuansing.
Belakangan Hadiman dimutasi menjadi Kajari Mojokerto, Jawa Timur. Pada Maret 2023 lalu, Hadiman, jaksa berdarah Aceh itu, bertugas sebagai Asisten Pidana Khusus Kejati Sumatera Barat.
Berdasarkan penelusuran SabangMerauke News, pada September 2021 silam, Hadiman pernah menyebut akan menerbitkan surat penyelidikan terhadap dugaan penyimpangan pembangunan Hotel Kuansing.
Pernyataan itu muncul pasca-divonisnya dua pejabat Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing dalam kasus korupsi pengadaan ruang pertemuan interior Hotel Kuansing oleh Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru pada Kamis (27/8/2021) silam.
Keduanya yakni mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kuansing, Fachrudin divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Sementara, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek tersebut, Alfion Hendra divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Hasil perhitungan ahli, kerugian negara dalam proyek ini mencapai Rp 5 miliar lebih.
Hadiman kala itu menyebut, penyelidikan akan difokuskan pada penggunaan dana pembangunan Hotel Kuansing disebut-sebut telah mencapai Rp 45 miliar.
Pembangunan fisik Hotel Kuansing dilakukan pada tahun anggaran 2014 APBD Kuansing. Pada tahun 2013 anggaran untuk pembebasan lahan hotel sudah dikucurkan yakni sebesar Rp 12,5 miliar. Dan di tahun 2015, pembangunan dilanjutkan dengan pengadaan ruang pertemuan interior hotel senilai Rp 12,5 miliar lagi.
Kepala Kejari Kuansing sejak 10 Maret 2022 dijabat oleh Nurhadi Puspandoyo menggantikan Hadiman. Sebelumnya, Nurhadi merupakan Kajari Kaur di Bintuhan, Provinsi Bengkulu.
Di era Nurhadi, kasus Hotel Kuansing kembali dilanjutkan. Sejumlah pihak, pejabat dan mantan pejabat Pemkab Kuansing telah diperiksa. Yang terbaru, Sukarmis ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan, Jumat siang ini.
Sukarmis merupakan Bupati Kuansing dua periode yakni pada 2006-2011 dan 2011-2016. Di eranya memimpin kabupaten berjuluk Negeri Jalur ini, proyek Tiga Pilar Kuansing, salah satunya adalah Hotel Kuansing diluncurkan.
Saat ini, Sukarmis masih menjabat sebagai anggota DPRD Riau periode 2019-2024 dari Partai Golkar dapil Kuansing-Indragiri Hulu. Pada Pemilu 2024 lalu, Sukarmis bertarung sebagai caleg DPR RI dari daerah pemilihan Riau 2. Namun ia gagal mendapatkan kursi ke Senayan.
Pernah Diingatkan Kemendagri
Pembangunan Hotel ini sendiri sejak awal diduga sudah bermasalah. Ini diketahui saat Kementerian Dalam Negeri pada 22 November 2013 silam pernah mengirimkan sepucuk surat kepada Gubernur Riau.
Kemendagri melayangkan surat tersebut untuk menjawab surat yang dikirim Pemkab Kuansing, saat itu Bupati dijabat oleh Sukarmis, ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri.
Surat Pemkab Kuansing ke Mendagri bernomor 050/Bappeda-S/568 tertanggal 2 Oktober 2013. Dalam suratnya, Pemkab berkonsultasi ke Kemendagri soal Program 3 Pilar Pembangunan Kabupaten Kuansing. Adapun Program 3 Pilar tersebut meliputi pembangunan Hotel Kuansing, Pasar Tradisional Berbasis Modern dan Universitas Islam Kuantan Singingi (Uniks).
Dalam surat itu, Pemkab Kuansing meminta penjelasan dari Kemendagri tentang penganggaran, mekanisme dan tata kelola Program 3 Pilar tersebut.
Sebulan setelah surat Pemkab Kuansing dilayangkan, Kemendagri melalui Sekretaris Ditjen Keuangan Daerah, Budi Antoro membalas surat tersebut. Balasan surat dikirimkan ke Gubernur Riau Cq Sekdaprov Riau sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
Kemendagri meminta agar Gubernur Riau memfasilitasi permasalahan tersebut sebagai bagian dari fungsi pembinaan dan pengawasan keuangan daerah. Surat itu bernomor 900/1673/Keuda dengan sifat segera tanggal 22 November 2013.
Berdasarkan surat tersebut, Kemendagri menilai bahwa pembangunan Hotel Kuansing adalah bagian dari investasi daerah untuk mendapatkan manfaat ekonomi daerah. Rujukannya adalah Permendagri nomor 52 tahun 2012 tentang Pengelolaan Investasi Daerah.
Merujuk Permendagri tersebut, pembangunan Hotel Kuansing hanya dapat dianggarkan melalui penyertaan modal dalam pengeluaran pembiayaan di APBD Kuansing. Oleh karena itu, sebelum dana pembangunan tersebut dianggarkan, maka seharusnya terlebih dahulu ditetapkan Perda tentang Penyertaan Modal.
Prosedur inilah yang diduga tidak ditempuh dan dipenuhi oleh Pemkab Kuansing. Bupati dan DPRD Kuansing saat itu diduga langsung menganggarkan dana pembangunan fisik, termasuk pembebasan lahan dan pengadaan ruang pertemuan Hotel Kuansing, tanpa melalui perda penyertaan modal. Ketentuan ini tercantum dalam pasal 71 Permendagri nomor 13 tahun 2006 yang telah diubah beberapa kali menjadi Permendagri nomor 21 tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sebuah laporan menyebut terjadi dugaan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan pembangunan Hotel Kuansing, karena tidak didahului pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pemda Kuansing baru membentuk Perda Nomor 5 tahun 2015 tentang BUMD pada 25 November 2015, setelah pembangunan hotel selesai dilakukan. Pembangunan hotel tersebut semestinya melalui BUMD dalam bentuk penyertaan modal.
Perda Kuansing Nomor 5 tahun 2015 tentang BUMD merupakan payung hukum pembentukan BUMD di lingkungan Pemda Kuansing. Dalam pasal 4 perda itu, disebutkan BUMD yang akan didirikan yakni untuk mengelola pasar rakyat dan perhotelan. Namun, hingga saat itu BUMD yang dimaksud tak kunjung dibentuk.
Belakangan, proyek monumental 3 Pilar Pemkab Kuansing tersebut menuai masalah dan mangkrak. Bangunan Hotel Kuansing selama bertahun-tahun tak kunjung dioperasionalkan, hingga menjadi gedung tua tak berpenghuni. Sama halnya dengan Pasar Modern yang dibangun pun sempat teronggok bertahun-tahun lamanya. (R-03/KB-01/Roder)