PGI dan KWI Kompak Tak Ambil Jatah Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan, Ini Alasannya
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengizinkan organisasi masyarakat atau ormas keagamaan untuk mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024 disebutkan bahwa ormas keagamaan dapat mengelola WIUPK.
Sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut, Menteri Investasi yang juga Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa institusinya akan segera memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Proses pemberian IUP batu bara untuk NU tersebut sedang dalam tahap penyelesaian.
“Tidak lama lagi saya teken IUP untuk PBNU karena prosesnya hampir selesai. Itu janji saya,” kata Bahlil saat memberi kuliah umum di Perguruan Tinggi NU disiarkan dalam YouTube Kementerian Investasi pada, Minggu (2/6/2024).
Bahlil menyatakan bahwa langkah penandatanganan IUP untuk PBNU telah mendapatkan persetujuan dari Presiden Jokowi dan para menteri di kabinet. Pemerintah nantinya akan memberikan konsesi batu bara kepada PBNU untuk mengoptimalkan organisasi.
Selain itu, dalam Pasal 83A ayat (2) dijelaskan bahwa WIUPK yang dapat dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan adalah wilayah tambang batu bara yang telah beroperasi atau pernah berproduksi.
Namun, sesuai dengan Pasal 83A ayat (5), badan usaha ormas keagamaan yang memegang wilayah tersebut dilarang bekerja sama dengan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) atau perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaan sebelumnya.
Penawaran WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan ini berlaku terbatas, hanya selama lima tahun sejak PP Nomor 25 Tahun 2024 diberlakukan, yaitu hingga 30 Mei 2029.
Sejak 2022, pemerintah telah mengevaluasi izin usaha pertambangan yang diberikan kepada swasta. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ditemukan bahwa sebanyak 2.078 IUP tidak melaksanakan rencana kerja dan anggaran biaya perusahaan. Oleh karena itu, Kementerian Investasi/BKPM mendapat mandat untuk melaksanakan pencabutan IUP tersebut dari Januari hingga November 2022.
KWI Ambil Sikap
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), melalui perwakilannya Kardinal Suharyo, menyatakan tidak akan mengajukan izin usaha pertambangan batubara, meskipun peluang tersebut terbuka bagi ormas keagamaan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.
KWI menilai bahwa pengelolaan tambang batubara bukan ranah mereka dan fokus mereka adalah pada pelayanan umat.
"Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya," kata Kardinal Suharyo usai bersilaturahmi di Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Jalan DI Panjaitan, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (6/6/2024).
Keputusan ini berbeda dengan ormas lain seperti Nahdlatul Ulama (NU) yang menyatakan berminat untuk mengelola tambang batubara.
Presiden Jokowi menegaskan bahwa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hanya diberikan kepada badan usaha yang dimiliki ormas, bukan ormasnya secara langsung.
Proses pemberian IUPK akan melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Investasi/BKPM, dengan mempertimbangkan kriteria seperti kemampuan finansial, teknis, dan manajemen.
Pemerintah juga akan mengeluarkan peraturan turunan berupa peraturan presiden untuk mengatur penawaran IUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan.
Respons PGI
Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom menilai pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan oleh Jokowi adalah bentuk komitmen untuk melibatkan rakyat dalam mengelola kekayaan alam.
Kebijakan ini juga menunjukkan penghargaan kepada ormas yang telah berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Namun, Gomar mengingatkan bahwa mengelola tambang tidak mudah. Ormas keagamaan memiliki keterbatasan,sedangkan dunia tambang sangat kompleks.
Ia mewanti-wanti agar ormas keagamaan tidak mengesampingkan tugas utamanya dalam membina umat dan tidak terjebak dalam mekanisme pasar.
Yang paling penting, ormas keagamaan tidak boleh tersandera oleh kepentingan yang dapat melemahkan daya kritis dan suara profetik mereka. (R-03)