Rahmadiah, Sosok Penyuluh Pertanian Penginspirasi Perubahan di Desa Sendaur untuk Tanam Padi IP 200
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Petani di Desa Sendaur, Kecamatan Rangsang Pesisir, Kepulauan Meranti saat ini mencoba inisiatif baru yakni dengan melakukan tanam perdana padi IP 200 sebagai upaya meningkatkan produksi pangan daerah.
Petani di desa tersebut, selama ini hanya mengandalkan musim tanam reguler setahun sekali dengan cara tradisional dengan hasil yang belum maksimal.
Padi IP 200 yang dirancang untuk memungkinkan dua kali musim tanam dalam setahun merupakan inovasi yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian di Desa Sendaur.
Selama bertahun-tahun, para petani di desa ini hanya menanam padi sekali setahun bergantung pada musim dan metode tradisional yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Lahan pertanian di Desa Sendaur sangat potensial untuk dikembangkan, dengan luas mencapai 350 hektare menjadikannya lahan pertanian terluas di Kecamatan Rangsang Pesisir, hanya saja belum tergarap maksimal.
Potensi ini memberikan harapan besar bagi Desa Sendaur dan berada di jalur yang tepat dalam peningkatan produktivitas pertanian desa. Saat ini, untuk tahap awal percobaan, dikembangkan seluas 50 hektare lahan dengan metode tanam dua kali setahun.
Percobaan tanam perdana padi IP 200 ini membawa harapan baru bagi masyarakat desa. Dengan penerapan metode ini, produksi padi di desa tersebut diharapkan dapat meningkat.
Dengan dua kali musim tanam, petani bisa mendapatkan hasil yang lebih baik dan kesejahteraan mereka pun meningkat.
Namun, peralihan ke metode IP 200 tidak tanpa tantangan. Para petani perlu beradaptasi dengan teknologi dan teknik baru, yang mungkin memerlukan pelatihan dan pendampingan dari ahli pertanian.
Pemerintah daerah dan dinas pertanian telah memberikan dukungan dengan menyediakan benih, pupuk, dan pelatihan yang diperlukan untuk memastikan keberhasilan inisiatif ini.
Selain itu, faktor alam seperti curah hujan dan kualitas tanah juga menjadi pertimbangan penting.
Langkah menuju dua kali musim tanam setahun adalah sebuah lompatan besar bagi Desa Sendaur. Jika berhasil, ini tidak hanya akan meningkatkan produksi padi tetapi juga dapat menginspirasi desa-desa lain di wilayah tersebut untuk menerapkan teknologi pertanian modern.
Inisiatif tanam perdana padi IP 200 di Desa Sendaur adalah bukti nyata bagaimana inovasi dan kerja keras dapat membawa perubahan positif. Ini adalah cerita tentang harapan, keberanian untuk berubah, dan keyakinan bahwa masa depan yang lebih baik adalah mungkin. Dengan semangat yang tinggi dan dukungan yang kuat, Desa Sendaur siap menulis babak baru dalam sejarah pertanian mereka.
Di balik inisiatif ini, ada sosok Rahmadiah, seorang penyuluh pertanian dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kepulauan Meranti yang berperan penting dalam perubahan ini. Ia tak henti-hentinya memberikan motivasi kepada para petani.
Rahmadiah telah menjadi pilar penting dalam transformasi ini. Dengan penuh semangat, dia mendorong para petani untuk meninggalkan metode tanam tradisional dan beralih ke metode dua kali tanam setahun.
"Kita harus berani mencoba hal baru jika ingin melihat perubahan," ujarnya saat bertemu dengan kelompok tani di sebuah pondok di tengah sawah.
Sebagai penyuluh pertanian, Rahmadiah memahami betul tantangan yang dihadapi oleh petani.
"Metode tradisional memang telah terbukti, tapi dengan perubahan iklim dan kebutuhan pangan yang terus meningkat, kita harus mencari cara untuk meningkatkan produktivitas," jelasnya.
Di setiap kesempatan, Rahmadiah tak hanya berbicara tentang teori, tetapi juga turun langsung ke sawah, membantu petani dengan demonstrasi praktis. Ia mengajarkan teknik-teknik baru, penggunaan pupuk yang tepat, dan cara merawat tanaman padi agar menghasilkan panen yang lebih melimpah.
"Saya ingin para petani merasakan langsung manfaat dari metode IP 200. Dengan dua kali musim tanam, kita bisa mendapatkan hasil yang lebih baik," tambahnya.
Namun, Rahmadiah menuturkan bahwa perubahan tidak hanya soal mengubah pola pikir (mindset) para petani, namun ada kendala lainnya yang harus dihadapi.
"Banyak kendala lain yang dihadapi, seperti modal dan peralatan. Tantangan membuat transisi ke metode baru ini tidak lah mudah, tetapi itu bukan lah sesuatu hal yang tidak mungkin," ujarnya optimistis.
Saat ini, karena keterbatasan alat dan kondisi lahan, petani sedang terhukum oleh waktu dan dihadapkan pada kekhawatiran musim tanam reguler tiba. Untuk mengatasi masalah ini, Rahmadiah bersama petani mencoba menggunakan varietas padi Mundam yang berasal dari Pariaman.
Varietas ini memiliki masa panen hanya 85 hari, dibandingkan dengan bibit varietas Batang Piaman yang dibantu oleh dinas dan memerlukan waktu 120 hari untuk panen. Langkah ini diharapkan dapat membantu petani mengatasi keterbatasan waktu dan meningkatkan produktivitas.
"Dengan menggunakan varietas Mundam, kami berharap dapat mempercepat siklus tanam dan panen, sehingga memungkinkan dua kali musim tanam dalam setahun," ujar Rahmadiah.
Rahmadiah bercerita, pada awalnya dirinya bersama petani memutar otak untuk menggarap lahan yang ada untuk penanaman IP 200 karena tidak adanya alat yang mumpuni untuk mengolah lahan.
"Selama ini petani disini sudah sangat lama tidak mendapatkan bantuan alat," ungkapnya.
Namun, dengan tekad kuat, Rahmadiah memanfaatkan alat berat John Deere traktor yang sudah lama rusak dan tidak terpakai.
Dengan anggaran sumbangan dari para petani, alat berat tersebut diperbaiki dan akhirnya dapat digunakan kembali. Selain itu untuk alat lainnya seperti Rice transplanter dipinjam dari para petani yang berada di desa tetangga.
Para petani di Desa Sendaur menyampaikan keinginan mereka untuk memiliki alat pertanian yang dapat membantu meningkatkan produktivitas pertanian di desa mereka dan berharap pihak dinas pertanian dapat memberikan bantuan serupa dengan yang telah diterima oleh kelompok tani di Desa Kedabu Rapat dan Desa Bina Maju.
"Dengan sumbangan dari petani kami berhasil mengumpulkan sejumlah uang untuk melakukan perbaikan terhadap alat yang sudah lama rusak dan beruntung masih bisa diperbaiki kembali," tuturnya.
Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Sentul Jaya, Desa Sendaur juga turut memberikan kemudahan bagi petani lain yang ingin mengolah lahan dengan metode IP 200 menggunakan mesin yang mereka pinjam tersebut.
Adapun biaya yang disepakati untuk pemakaian mesin tersebut adalah Rp 600 ribu per jalur. Namun, Gapoktan meringankan beban petani dengan hanya meminta pembayaran awal sebesar Rp 200 ribu sebagai uang pengganti BBM, sementara sisanya dibayar setelah panen. Jika panen gagal, petani tidak perlu membayar sisa Rp 400 ribu tersebut.
"Tujuan kami adalah agar lebih banyak petani mau merubah pola budidaya mereka dari cara tugal menjadi olah tanah seperti sekarang, sehingga bisa meningkatkan hasil panen," jelas Rahmadiah.
Rincian biaya tersebut digunakan untuk BBM, operator, biaya perbaikan, dan juga untuk kas UPJA (Unit Pelayanan Jasa Alsintan) yakni unit di bawah Gapoktan yang mengawasi penggunaan alat John Deere.
Ketua Gapoktan Sentul Jaya, Desa Sendaur, Sutaji merasakan dampak positif dari motivasi yang diberikan oleh Rahmadiah.
"Awalnya saya ragu, tapi Bu Rahmadiah selalu memberikan kami semangat dan pengetahuan. Dengan bimbingannya, kami jadi lebih percaya diri untuk mencoba metode baru ini," kata Sutaji.
"Saya sudah bertani padi dengan cara tradisional seumur hidup saya. Meskipun cara lama ini terasa akrab dan nyaman, saya penasaran dan optimis dengan metode baru ini. Jika berhasil, ini bisa mengubah banyak hal bagi keluarga kami dan masa depan anak-anak kami," tuturnya.
"Jika sudah berhasil menerapkan penanaman dua kali setahun, ini bisa dijadikan sebagai pekerjaan utama, bukan lagi pekerjaan sambilan," katanya dengan penuh harapan.
Tidak hanya memberikan motivasi, Rahmadiah juga berperan penting dalam memastikan semua persiapan teknis berjalan lancar. Dia bekerja sama dengan dinas pertanian untuk menyediakan benih unggul, pupuk, serta pelatihan yang diperlukan.
"Kami berusaha memastikan semua petani mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan. Alhamdulillah petani mendapatkan bibit 30 kilo untuk satu hektare," ujarnya
Dukungan penuh dari pemerintah daerah terhadap upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan di Desa Sendaur.
Langkah Rahmadiah dan para petani Desa Sendaur ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi desa-desa lain di wilayah Kepulauan Meranti yang memiliki lahan pertanian untuk diterapkan dengan metode IP 200.
Ia percaya bahwa jika semua desa penghasil padi di Kepulauan Meranti menerapkan metode IP 200, maka daerah ini bisa mencapai swasembada beras. Hal ini bisa terwujud, mengingat jumlah kebutuhan beras untuk masyarakat Meranti mencapai 22.000 ton per tahun.
Sementara itu, luas lahan padi sawah di Meranti mencapai 3.523 hektare dan tersebar di tujuh kecamatan. Dengan jumlah produksi per hektare sebanyak 4 ton, jika panen dilakukan dua kali setahun, tentu hasil produksinya akan mencapai 28.148 ton.
Pemerintah daerah memberikan dukungan penuh terhadap upaya ini dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan di daerah tersebut.
Inisiatif tanam perdana padi IP 200 di Desa Sendaur adalah bukti nyata bagaimana satu orang dapat membuat perbedaan besar. Rahmadiah, dengan dedikasi dan semangatnya, telah menginspirasi para petani untuk berani melangkah ke depan dan memanfaatkan teknologi modern demi masa depan yang lebih cerah.
"Perubahan memang tidak mudah, tapi saya yakin dengan kerja keras dan kerjasama, kita bisa mencapai hasil yang lebih baik," katanya dengan penuh semangat. (R-01)