Sudah Lama Jebol, Mahkamah Agung Tak Punya Wibawa Lagi
SabangMerauke News, Jakarta - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai Mahkamah Agung (MA) sudah tidak lagi memiliki wibawa sejak ditinggal Artidjo Alkostar.
Hal itu disampaikan Feri merespons putusan MA terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, menjadi 5 tahun penjara dari sebelumnya 9 tahun penjara.
"Memang MA tidak lagi berwibawa bagi publik dan menakutkan koruptor sebagaimana zaman Pak Artidjo," ujar Feri kepada CNNIndonesia.com melalui keterangan tertulis, Kamis (10/3/2022).
Feri mengkritik keras alasan MA yang memberi vonis ringan karena Edhy telah bekerja baik sebagai menteri. Menurut dia, pertimbangan tersebut janggal dan tidak masuk akal.
"Menyatakan EP [Edhy Prabowo] telah bekerja dengan baik sama sekali tidak tepat karena kita ketahui EP telah melakukan korupsi ketika menjalankan pekerjaannya. Padahal, penyelewengan pekerjaan itulah yang seharusnya membuat EP dihukum berat," ucap Feri.
Sebagai informasi, Artidjo selama ini dikenal sebagai salah seorang ahli hukum di Indonesia. Artidjo merupakan mantan hakim Agung sekaligus Ketua Kamar Pidana MA.
Artidjo kerap mendapat banyak sorotan atas keputusan dan pernyataan perbedaan pendapatnya dalam banyak kasus besar atau dikenal dalam dunia hukum sebagai dissenting opinion. Artidjo juga dikenal kerap memberi hukuman tinggi kepada para koruptor.
Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bondan, menilai MA mempunyai logika yang terbalik. Hal ini terkait dengan keadaan meringankan bahwa Edhy telah bekerja baik. Menurut dia, benteng terakhir keadilan telah jebol.
"Logika MA terbalik. Seharusnya justru kerja baiknya menjadi tidak berarti sama sekali karena kerjanya ternyata korupsi!," kata Gandjar saat dikonfirmasi.
"Padahal MA adalah benteng terakhir keadilan, tapi benteng itu memang sudah (lama) jebol," sambungnya.
Sebelumnya, MA menghukum Edhy dengan pidana 5 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 2 tahun. Vonis ini lebih ringan daripada putusan sebelumnya yakni Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menghukum Edhy dengan 9 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 3 tahun.
Edhy turut dihukum pidana denda Rp400 juta subsidair 6 bulan kurungan dan pidana uang pengganti sebesar Rp9.687.447.219 dan US$77.000 dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan.
Alasan MA menjatuhkan vonis ringan karena Edhy telah berbuat baik selama menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Indonesia Maju.
Putusan di tingkat kasasi ini diadili oleh ketua majelis Sofyan Sitompul dengan hakim anggota masing-masing Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani. Putusan diketok pada Senin, 7 Maret 2022. (*)