Pengacara Madam Evi Nilai Sikap Pejabat Meranti Aneh, Ungkap Pernah Dimarahi Hakim karena Sepihak Cabut Mediasi Ganti Rugi Lahan Jalan Kompleks Pemda
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kuasa hukum ahli waris pemilik lahan jalan akses kompleks perkantoran Pemkab Meranti, Al Azhar Yusuf menilai aneh sikap pejabat daerah tersebut yang mencabut kesepakatan mediasi di Pengadilan Negeri Bengkalis. Pemkab Meranti terkesan bermain jurus 'poco-poco' alias maju mundur dalam menyelesaikan ganti rugi lahan milik kliennya Eddy Swanto dan Evi Andriani yang populer dengan sebutan Madam Evi di jagat media sosial.
Al Azhar lantas mempertanyakan pernyataan yang disampaikan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kepulauan Meranti, Rahmawati. Sebelumnya, Rahmawati menyebut Pemkab Meranti khawatir terjerat hukum jika membayar ganti rugi lahan kepada kliennya. Rahmawati lantas menganjurkan Madam Evi untuk menggugat ke pengadilan, agar status kepemilikan lahan menjadi jelas. Madam Evi adalah istri Eddy Swanto yang viral di media sosial karena mengamuk meminta polisi menangkap 2 pejabat Pemkab Meranti.
Al Azhar Yusuf menjelaskan, tanah yang dipersoalkan benar milik kliennya, Eddy Suwanto yang telah dihibahkan dari ahli waris sebelumnya. Hibah ini telah disetujui dan ditandatangani oleh para ahli waris lainnya.
BERITA TERKAIT: Viral Madam Evi Desak Polisi Tangkap 2 Pejabat Kepulauan Meranti, Kabag Hukum Ultimatum Netizen Tak Ikut Menyebarkan Konten
Al Azhar bahkan menantang Pemda Kepulauan Meranti untuk mengungkap identitas ahli waris lain yang disebut oleh Rahmawati.
"Jika Pemda bilang ada ahli waris yang lain lagi, tolong sampaikan ke kami, siapa orangnya. Pemda jangan berandai-andai," tegas Al Azhar Yusuf, Rabu (29/5/2024).
Menurutnya, pernyataan Rahmawati yang menyebutkan bahwa ada ahli waris lain yang belum diidentifikasi hanya akan memperkeruh situasi dan memperpanjang penyelesaian sengketa ini. Pernyataan Rahmawati tersebut menurutnya tidak berdasar.
Al Azhar Yusuf lantas mengungkit soal adanya gugatan kliennya yang pernah dilayangkan ke PN Bengkalis. Dalam proses persidangan, hakim saat itu mengarahkan para pihak untuk mediasi.
Saat itu, kata Al Azhar, Pemda yang diwakili oleh kuasa hukumnya telah sepakat untuk melakukan ganti rugi. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam draft mediasi dan ditandatangani oleh para pihak serta hakim mediator.
Namun, saat sidang selanjutnya ketika putusan mediasi akan dibacakan, tim hukum Pemda Kepulauan Meranti, termasuk Kabag Hukum dan Asisten datang ke PN Bengkalis untuk membatalkan dan mencabut mediasi.
"Alasan yang mereka sampaikan adalah bahwa Pemda tidak memiliki anggaran untuk membayar ganti rugi dan kuasa hukum lama tidak berkoordinasi dengan mereka," kata Al Azhar.
Al Azhar menyebut keputusan Pemda Kepulauan Meranti membatalkan kesepakatan mediasi mengejutkan hakim. Bahkan kala itu, kata Al Ahzar, hakim sempat marah.
"Seharusnya kami usir bapak dan ibu dari persidangan ini. Anda tidak menghormati pengadilan. Ini pengadilan, bukan seenaknya aja," ujar Al Azhar menirukan reaksi hakim dalam sidang tersebut.
Pembatalan kesepakatan mediasi ini membuat Pemda Kepulauan Meranti dikenakan denda dan penalti oleh pengadilan. Al Azhar menyatakan bahwa sebelum keputusan mediasi diambil, telah dilakukan pula rapat internal dan pertemuan antara kuasa hukum penggugat, kuasa hukum Pemda, dan Plt Bupati Kepulauan Meranti Asmar.
"Plt Bupati Asmar saat itu mengatakan bahwa dia ikut saja. Kalau memang harus dibayar, Pemda akan bayar. Tapi kenapa anak buahnya yang tidak mau? Sebenarnya yang menjabat Bupati itu siapa?" tambah Al Azhar.
Al Azhar Yusuf merasa aneh dengan sikap Pemda Meranti yang dinilainya tidak konsisten. Ia menegaskan bahwa Pemda telah menyepakati ganti rugi dalam mediasi, namun kemudian mundur tanpa alasan yang jelas.
"Kami siap mengikuti putusan pengadilan, tetapi Pemda harus menunjukkan itikad baik," katanya.
Al Azhar Yusuf menjelaskan bahwa salah satu alasan Pemda Kepulauan Meranti menolak membayar ganti rugi adalah khawatir kalau tanah tersebut mungkin sudah pernah dibayar oleh Pemda Bengkalis, sebelum Kepulauan Meranti dimekarkan menjadi kabupaten mandiri.
Namun faktanya, Pemda Kepulauan Meranti sudah menerima surat konfirmasi dari Pemkab Bengkalis bahwa tanah jalan tersebut bukan termasuk dalam serah terima aset dari Pemda Bengkalis ke Pemda Meranti. Surat konfirmasi dari Pemkab Bengkalis itu tertuang dalam berita acara No/01/BA/ASET-PP/IV/2013 tertanggal 4 April 2013.
"Jadi, seharusnya pihak Pemda Kepulauan Meranti tak perlu lagi membuat penafsiran hukum sendiri," tegas Al Azhar.
Al Azhar juga membantah tuduhan Pemkab Meranti yang menyebut kliennya tidak mau berunding dan menerima kesepakatan.
"Itu bohong. Dari awal kami sudah disuruh melengkapi dokumen, dan itu sudah kami lengkapi semua. Kemudian, kami disuruh menunggu surat balasan dari Bengkalis, baru akan dibayarkan ganti ruginya. Tapi ketika surat dari Bengkalis sudah keluar, kami disuruh menggugat ke pengadilan. Dan ketika gugatan dilakukan dan disepakati untuk damai dan mereka menyatakan sanggup membayar, malah dicabut. Sebetulnya Pemda ini mau apa?" tegas Al Azhar.
Al Azhar juga menanggapi ultimatum terhadap kliennya dari Rahmawati yang akan melaporkan ke polisi atas penyebaran video yang diposting di akun Facebook Madam Evi. Menurutnya, ancaman laporan polisi tersebut tidak perlu dilakukan.
"Tak perlulah Kabag Hukum dan Sudandri menunjukkan kuasanya kepada masyarakat kecil, sampai mau membuat laporan polisi, termasuk bagi netizen yang membagikan video tersebut. Masyarakat itu seperti anaknya Pemda, justru aspirasi harusnya didengar," katanya.
"Kalau cuma lapor melapor, mungkin dari awal sudah bisa kita laporkan oknum-oknum pejabat itu. Emangnya mereka tak punya dosa? Tapi kan bukan itu yang kita mau. Dari awal kami ingin penyelesaian yang damai dan transparan. Ancaman laporan polisi terhadap Evi Andriani hanya akan memperkeruh suasana dan mengalihkan fokus dari penyelesaian masalah utama," pungkasnya.
Madam Evi Viral di Media Sosial
Sebelumnya, kisruh kepemilikan tanah jalan terpadu menuju Komplek Perkantoran Bupati Kepulauan Meranti kembali memanas. Evi Andriani, istri dari ahli waris yang mengklaim pemilik tanah Eddy Suwanto, membuat heboh dunia maya.
Video Evi viral di media sosial. Ia meminta dua orang pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti untuk ditangkap.
Pernyataan di media sosial itu sebagai ungkapan kekecewaan Evi dan keluarganya. Soalnya, sebagai pihak yang mengklaim memiliki lahan, Pemda Kepulauan Meranti tak kunjung membayarkan ganti rugi.
Sebelumnya, Evi sudah dua kali memblokir akses jalan terpadu menuju kompleks pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut. Kini, Evi memanfaatkan media sosial Facebook untuk menyuarakan ketidakpuasannya.
Dalam video yang beredar luas, Evi meminta dua pejabat Pemkab Meranti ditangkap. Kedua pejabat tersebut yakni Asisten Bidang Administrasi Umum Setdakab Sudandri dan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Meranti Rahmawati. Keduanya oleh Evi dianggap bertanggung jawab atas masalah ganti rugi lahan yang belum terselesaikan.
Lewat akunnya yang bernama Madam Evi, video itu diupload tanggal 16 Mei lalu. Kemudian cepat mendapat perhatian dari netizen dan menuai berbagai reaksi. Banyak yang mendukung tindakan Evi, sementara yang lain meminta agar masalah ini diselesaikan secara hukum dan musyawarah.
Untuk menunjukkan rasa terima kasihnya, Evi juga memberikan uang sebesar Rp 3 juta kepada netizen yang telah menanggapi dan membagikan videonya. Langkah ini menarik perhatian lebih banyak orang dan menambah viralitas video tersebut.
Evi Andriani dan keluarganya berharap agar hak mereka segera dipenuhi, dan meminta semua pihak untuk memahami posisi mereka dalam perjuangan memperoleh ganti rugi yang adil. Apresiasi yang diberikan Evi kepada netizen menunjukkan betapa pentingnya dukungan publik dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Keluarga ahli waris lahan menginginkan penyelesaian segera atas ganti rugi lahan yang sudah digunakan untuk pembangunan jalan. Mereka berharap Pemkab Meranti dapat segera menuntaskan masalah ini agar tidak mengganggu aktivitas di komplek perkantoran dan menjaga ketertiban umum.
Isi Video di Facebook
Evi mengharapkan pemerintah daerah dapat segera mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah ganti rugi lahan ini secara adil dan transparan. Hal ini penting untuk menjaga hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat, serta memastikan bahwa pembangunan infrastruktur tidak merugikan pihak mana pun.
"Minta tolong sama jajaran kepolisian. Tolonglah Pak, tangkap pejabat pemerintah daerah yang mencuri tanah kami ini, Pak," ujarnya dalam video di Facebook tersebut.
"Tanah ahli waris kami ini belum dibayar, padahal sudah ada surat dari Pemkab Bengkalis yang menyatakan ini belum dibayar. Tapi mereka berdua itu serakah, yang satu namanya Sudandri dan yang kedua Rahma. Mereka itulah biang kerok yang tak mau membayar tanah kami," tuturnya.
"Tolonglah, Pak. Ini kami sudah berhabis-habisan macam si bodoh pula kami ini disuruh menggugat, tapi gugatan kami ditolaknya mentah-mentah dan disuruh lagi menunggu, kami sudah tidak ada uang, tolonglah kami, Pak," teriaknya.
"Kami punya bukti-bukti yang kuat tetapi mereka tetap tidak mau membayar. Mereka ini memakai tanah kami bukan sedikit. Tanah ini kalau sejengkal dua jengkal boleh kami ikhlaskan, ini sampai satu hektare lebih," ucapnya keras.
Respon Pemkab Kepulauan Meranti
Setelah viralnya video dari Evi Andriani, Pemkab Kepulauan Meranti bereaksi. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah, Rahmawati menyebut kalau pihaknya telah menganjurkan Evi Andriani untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Alasannya, sudah beberapa kali negosiasi dan fasilitasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah, namun tidak menghasilkan kesepakatan.
Menurut Rahmawati, langkah pengajuan gugatan ke pengadilan adalah solusi yang paling tepat dan final.
"Kami sampaikan secara tegas dan lugas bahwa benar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti menganjurkan kepada yang bersangkutan atau pihak ahli waris tanah tersebut untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Sebagaimana kita ketahui, putusan yang paling tinggi dan final yang harus diikuti oleh semua pihak adalah putusan pengadilan," jelas Rahmawati.
Rahmawati menyebut, pemerintah telah beberapa kali memfasilitasi dan melakukan negosiasi dengan pihak yang bersangkutan. Namun, perundingan tersebut tidak pernah mencapai kesepakatan.
"Mereka (Evi dan keluarga) tetap tidak mau menerima pernyataan, penjelasan, dan keterangan dari pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti," tambahnya
Rahmawati juga menegaskan Pemkab Kepulauan Meranti tidak pernah memaksa pihak Evi untuk mencabut gugatan yang telah diajukan ke pengadilan.
"Kami tidak pernah memaksa beliau untuk mencabut gugatan yang telah mereka ajukan ke pengadilan. Malah, kami dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti merasa heran kenapa gugatan tersebut dicabut oleh kuasa hukum penggugat," ujarnya.
Pemerintah daerah, kata Rahmawati, berharap agar penyelesaian sengketa ini bisa sampai pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Kami berharap penyelesaian itu bisa sampai final dengan terbitnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," tambah Rahmawati.
Rahmawati juga menjelaskan mengapa pemerintah tidak melakukan upaya damai di pengadilan.
"Karena upaya damai sudah kami lakukan sebagaimana kami sebutkan sebelumnya, sebelum beliau melakukan gugatan ke pengadilan. Namun upaya damai yang beberapa kali dilakukan oleh pemerintah tidak membuahkan hasil," ungkapnya.
"Kami berharap melalui jalur pengadilan dan dengan bukti yang banyak menurut saudara Evi ini, silahkan bawa bukti itu ke pengadilan. Pengadilan lah yang akan memutuskan apakah bukti itu bisa diterima atau tidak," jelas Rahmawati.
Ia menegaskan bahwa pembayaran ganti rugi akan dilakukan sesuai dengan putusan pengadilan.
"Kalau pengadilan memutuskan untuk membayar, maka akan kami bayar," tegas Rahmawati.
Rahmawati menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan dengan sangat hati-hati, sehingga tidak boleh sembarangan melakukan pembayaran jika tidak ada keputusan berkuatan hukum tetap.
"Kalau seandainya kami bayar ternyata informasi di belakang hari menyatakan bahwa tanah tersebut telah diganti rugi pada zaman Bengkalis, tentu saja akan menimbulkan permasalahan hukum," jelasnya.
Rahmawati khawatir atas risiko hukum yang bisa muncul jika pembayaran dilakukan tanpa dasar yang jelas.
"Bukan hanya kami yang bisa terjerat hukum, tapi yang bersangkutan juga bisa terjerat hukum. Jadi, desakan dari pihak mereka ini yang harus kita sikapi dengan hati-hati," tambahnya.
Sebelumnya pemblokiran jalan tersebut dilakukan oleh ahli waris pada akhir tahun 2022 dan pada Juli 2023. Ahli waris tersebut mengharuskan Pemda melakukan pembayaran ganti ruginya sebesar Rp 1,8 miliar.
Pihak ahli waris mengklaim tidak memberatkan Pemda dan bersedia melakukan negosiasi dengan membayar uang muka sebesar Rp 200 juta.
Adapun luasan lahan tersebut mempunyai lebar 20 meter dan panjangnya 220 meter jadi total luasnya yakni 4.200 meter persegi dan per meternya itu dihargai Rp 500 ribu.
Pihak ahli waris menyebut Pemkab Kepulauan Meranti sudah beberapa kali menjanjikan akan membayarnya, namun tak kunjung direalisasikan. Padahal, di luar lahan yang disengketakan ini, pihaknya sudah menghibahkan tanah milik mereka ke pemerintah daerah untuk dijadikan kantor. (R-01)