Diskusi Lintas Agama: Spiritualitas Nusantara Memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia!
SabangMerauke News, Jakarta - Diskusi lintas agama dan kepercayaan mengangkat topik 'Nilai-nilai Spiritual Kebangsaan Nusantara' digelar di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (11/3/2022). Sejumlah tokoh lintas agama dan komunitas menyampaikan pandangannya atas kekayaan agama-agama serta spiritualitas yang ada di Bumi Pertiwi Indonesia. Spritualitas Nusantara itu diyakini menjadi unsur penguat utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hadir dalam diskusi tersebut Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Nasaruddin Umar, Eko Sriyanto Galgendu selaku Ketua Forum Lintas Agama dan GMRI, Romo Antonius Suyadi. Selain itu juga berbicara Banthe Dammasubbho Mahathera, Ida Rsi Wisesanatha, tokoh masyarakat adat dan sesepuh spiritual Hindu Bali.
Adapun penanggap diskusi yakni Yohanes H. Budhisejati, Louis Mario Pakaila, Djasarmen Purba SH, Brigjen TNI (Purn) Harsanto Adi srta Fredrik J. Pinakunary. Kegiatan diskusi selain berlangsung tatap muka juga dilakukan via zoom meeting.
Ketua penyelenggara yang juga mrrupakan Ketua Umum Persatuan Wartawan Nasrani (Pewarna Indonesia) Yusuf Mujiono bertindak sebagai penghantar acara diskusi yang kemudian diperdalam oleh Ketua pengarah, Eko Sriyanto Galgendu. Diskusi dipandu oleh Thomas Gunawan selaku moderator.
Bunda Wati Imhar Burhanudin salah satu peserta diskusi menyatakan, topik gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual bagi warga bangsa Nusantara penting untuk memperbaiki tatanan berbangsa dan bernegara di negeri ini. Menurutnya, Spiritualitas Nusantara telah menjadi bagian integral dari tegaknya NKRI.
Prof Nasaruddin Umar dalam pembacaan pesan moralnya menyerukan pentingnya untuk melakukan intropeksi serta mawas diri terhadap berbagai tanda-tanda alam yang terus terjadi saat ini. Ditandai dengan pandemi Covid-19 dan berbagai bencana alam, peperangan dan lain sebagainya.
"Dalam tatanan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat agar senantiasa mengedepankan etika, sopan santun dalam bertutur kata, sebagai ciri khas dari bangsa yang berbudaya," kata Nasaruddin Umar.
Ia juga meminta agar para pemimpin bangsa supaya berperilaku bijak dan dapat selalu menggunakan hati nurani dalam menyelesaikan berbagai masalah.
"Semua pihak hendaknya dapat selalu mengedepankan semangat untuk membangun secara bersama-sama guna memajukan segenap warga masyarakat di berbagai bidang kehidupan," tegasnya.
Pesan moral kebijakan serta harapan tersebut ditandatangani oleh Prof Nasaruddin Umar selaku Imam Besar Masjid Istiqlal, Romo Antonius Suryadi Pr, selaku Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan Keuskupan Agung Jakarta, Bhikhu Dammasubbho Mahathera yang merupakan sesepuh Sangha Theravada Indonesia dan Ida Rsi Wisesanatha, sesepuh Spiritual Hindu Bali serta Eko Sriyanto Galgendu yang adalah Wali Spiritual Nusantara.
Para tokoh yang berharap pesan moral dapat tercapai dengan berpedoman pada ajaran kearifan yang diwariskan Ki Hajar Dewantoro. Yakni spirit yang Ing Ngarso Sung Tulodo (bahwa jika berada di depan sebagai pemimpin) hendaknya dapat memberikan contoh serta perilaku yang baik dan bijaksana.
Pesan dan ajaran moral dari Ki Hajar Dewantoro itu mengingatkan pada ungkapannya tentang Ing Madyo Mbangun Karso, yang artinya bila berada di tengah hendaknya dapat ikut membangun atau memperkuat serta ikut mengembangkan kebijakan yang sudah dicontohkan para pemimpin yang berada di depan.
Demikian pula dengan kandungan makna dari Tut Wuri Handayani, artinya bila berada di bagian belakang harus mampu dan ikut meneruskan kebijakan yang telah digariskan guna saling memperkuat dengan cara memberikan dukungan.
Pesan moral kebijakan dan harapan pada masa depan ini akan menjadi dokumen penting sejak ditetapkan dan dikeluarkan di Jakarta, sejak tanggal 11 Maret 2022 yang akan menjadi bagian dari tonggak sejarah gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual bagi bangsa dan negara Indonesia dalam menyongsong perabadan baru manusia di bumi memasuki siklus perubahan setiap tujuh abad babak keempat seperti yang sedang berlangsung sekarang, yaitu peralihan memasuki abad ke-21.
Siklus perubahan setiap tujuh abad babak keempat sekarang ini, sedang terus berproses di dunia bagian Timur, karena memang gerakan kesadaran kebangkitan dan pemahaman spiritual dapat dipastikan tidak akan muncul dari dunia bagian Barat. Sebab semua potensi serta segenap warisan leluhur pada masa lalu itu telah menjadi energi penggerak dari gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual bangsa Indonesia itu sungguh ada dan hanya dimiliki oleh bangsa-bangsa Timur, bukan bangsa Barat. Khususnya dari bumi Nusantara yang telah menjadi Indonesia seperti yang ada sekarang.
Begitulah, potensi spiritual bangsa-bangsa Nusantara yang memiliki keberagaman suku bangsa, adat istiadat serta agama hingga kekayaan dan potensi alamnya dengan segenap kearifan lokal yang sungguh menakjubkan. Terutama untuk potensi dan nilai-nilai spiritual yang sungguh berlimpahan seperti termuat dalam adat istiadat, budaya serta filsafat maupun keberagamanan agama yang berasal dari langit.
Karena kedekatan dari orientasi keagamaan itu relatiF lebih dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana yang tercantum dalam falsafat bangsa dan negara Indonesia, yaitu Pancasila. Karenanya, tidaklah berlebih bahwa gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual yang sedang berproses sekarang ini akan segera mucul dari dunia belahan Timur, seperti yang diyakini GMRI yang dipimpin dengan optimisme Eko Sriyanto Galgendu, yang sangat yakin dan percaya bahwa wali-wali spiritual sudah mulai menunjukkan putik-putik bunganya yang terus berkembang di negeri kita, Indonesia. (rls)