Saling Adu Saksi dan Ahli di Sidang MK, Caleg DPR RI Dapil Riau 2 Idris Laena Merasa Dirugikan 4.505 Suara
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Majelis Hakim Panel 1 Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan persidangan gugatan hasil Pemilu yang dilayangkan calon anggota DPR RI dapil Riau 2, Idris Laena, Selasa (28/5/2024). Dalam persidangan tersebut, Idris Laena yang merupakan politisi Partai Golkar menghadirkan ahli Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jember, Dwi Anggono.
Dalam sidang pendahuluan sebelumnya, Idris Laena mendalilkan terdapat perbedaan suara yang ia peroleh pada sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di dapil Riau 2 meliputi Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Kabupaten Pelalawan. Adapun selisih suara tersebut berjumlah sebanyak 4.505 suara yang diklaimnya merupakan suara miliknya.
Idris Laena menyebut, terjadinya selisih suara tersebut disebabkan karena ada peristiwa di banyak TPS pada dapilnya bertarung, di mana perhitungan suara yang mencoblos caleg dan parpol, justru dihitung sebagai suara parpol. Model perhitungan tersebut, menurut Idris Laena justru dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan di internal KPPS.
BACA JUGA: Cuma Dapat 1 Suara, Caleg DPRD Indragiri Hulu dari PPP Gugat ke MK, Dalilnya Kekurangan Surat Suara
Ahli Dwi Anggono dalam persidangan tadi menyebut, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara Pemilu pada Pasal 53 ayat (5) memuat adanya klasifikasi secara teknis tentang suara dinyatakan sah untuk nama calon anggota DPR. Hal tersebut merupakan bentuk penghargaan terhadap prinsip kedaulatan rakyat, dimana peraturan perundang-undangan memberikan ruang akomodasi bagi pemilih yang tidak hanya memilih partai politik, tapi juga menentukan calon anggota DPR yang dikehendaki.
Menurut Dwi, KPPS tidak berwenang mengambil tindakan lain yang berbeda dengan peraturan perundang-undangan. Apalagi, kedudukan KPPS hanya sebagai kelompok yang dibentuk PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Sehingga tindakan KPPS adalah tindakan teknis dalam aktivitas pemungutan suara di TPS, bukan tindakan mengambil keputusan yang substansial apalagi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” kata Bayu.
Menurut Bayu, perkara kerugian konstitusional yang dialami Pemohon (Idris Laena) adalah akibat tindakan sejumlah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Dimana KPPS menentukan perolehan suara yang dicoblos pada lambang partai dan juga dicoblos pada salah satu nama caleg, tapi justru dimasukkan ke dalam suara partai politik pada saat perhitungan suara di TPS dan bukan suara calon nggota DPR.
Tindakan KPPS itu diduga berdampak pada hilangnya suara Idris Laena sebanyak 4.505 suara yang merupakan akumulasi dari TPS yang tersebar di 5 kabupaten pada Dapil Riau 2.
“Tindakan kesepakatan KPPS tersebut merupakan tindakan inkonstitusional dan secara terang-benderang telah membelokkan daulat rakyat yang menghendaki calon anggota DPR. Peralihan suara calon anggota DPR yang dialihkan ke parpol terhadap surat suara yang dicolos pada bagian gambar partai dan kolom calon hanya karena kesepakatan KPPS. Hal ini merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan secara hukum,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, majelis hakim MK juga mendengarkan keterangan saksi pemohon bernama Ida Rosita. Ida menerangkan bahwa terdapat pencoblosan ganda yang dialihkan pada suara partai.
Penyelesaian di Bawaslu
Sementara dalam persidangan ini, KPU sebagai Termohon menghadirkan ahli Agus Riewanto yang merupakan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Dalam keterangan ahlinya, Agus menyebut ketika terjadi pelanggaran administrasi Pemilu pada saat pelaksanaan rekapitulasi hasil Pemilu baik berupa temuan Bawaslu ataupun laporan, maka prosedur penyelesaiannya adalah melalui pemeriksaan secara cepat di tempat kejadian dan pada hari yang sama saat terjadinya pelanggaran Pemilu oleh Bawaslu.
Menurutnya, perkara pelanggaran administrasi Pemilu diselesaikan oleh Bawaslu sesuai tingkatan kejadian perkara, sebagaimana diatur berdasarkan ketentuan Pasal 40, 41 ayat (1) huruf b dan huruf c, dan Pasal 41 ayat (3) serta Pasal 42 Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2022.
Agus juga menerangkan, bahwa saksi parpol atau peserta pemilu dapat menyampaikan laporan dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara. Termasuk mengajukan keberatan terhadap prosedur dan/atau selisih rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, apabila terdapat hal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan KPU RI.
Sementara itu, ahli Pihak Terkait yakni Herdensi Adnin menyebut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 memberikan ruang penyelesaian secara tepat dan berkeadilan terhadap semua pelanggaran, sengketa dan perselisihan, baik dengan cara mencegahnya terjadi, maupun dengan cara mengatasi kalau peristiwa tersebut sudah telanjur terjadi.
Terkait pencegahan pelanggaran, Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, kata Herdensi, telah mengamanatkan pembentukan Bawaslu yang terstruktur mulai dari Badan Pengawas Pemilu, Badan Pengawas Pemilu Provinsi, Badan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, sampai pada tingkat paling bawah yakni Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS).
Metrius, Ketua KPPS di TPS 14 Desa Kualu Kabupaten Kampar yang dihadirkan dalam persidangan menerangkan, pemungutan dan penghitungan suara berjalan lancar.
“Tidak ada keberatan dan dihadiri 10 saksi partai,” jelas Metrius.
Jawaban KPU
Sebelumnya, persidangan pada Selasa (7/5/2024) lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menjawab secara tegas gugatan Idris Laena. Dalil-dalil gugatan caleg petahana itu dinilai KPU mengada-ada dan tanpa bukti yang kuat.
Satria Budhi Pramana, kuasa KPU dalam persidangan menyatakan, Idris Laena tidak mampu menjelaskan atau menguraikan dalil gugatannya. Tudingan Idris Laena yang menyebut terjadi pelanggaran di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Dapil Riau II hanyalah asumsi belaka.
Menurut Satria, gugatan Idris Laena hanya memilih beberapa TPS di lima kabupaten yang disebutnya terjadi pelanggaran, bukan secara keseluruhan terjadi pada TPS di Dapil Riau II. Sementara pada dalil permohonannya, Idris mengklaim telah terjadi pelanggaran di seluruh TPS di Dapil Riau II.
“Dipilihnya TPS-TPS tertentu menunjukkan bahwa Pemohon (Idris Laena) sebenarnya tidak memiliki bukti adanya pelanggaran dalam proses pemungutan dan penghitungan suara se-Riau II. Sehingga untuk mengelabui Mahkamah Konstitusi maka ditampilkanlah TPS-TPS agar terlihat seolah-olah ada kecurangan," kata Satria dalam persidangan Panel I Hakim MK.
Faktanya, lanjut Satria, dalil Pemohon adalah asumsi, karena berdasarkan dokumen salinan C-Hasil TPS tidak ada perubahan suara Pemohon ataupun suara Partai Golkar, termasuk tudingan adanya pelanggaran atau kecurangan di TPS-TPS tersebut.
Merespon dalil Idris Laena mengenai adanya kesepakatan di TPS 5, TPS 7, dan TPS 27 di Desa Kualu Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar, menurut Satria merupakan dalil yang tidak dapat dibuktikan oleh Pemohon.
Menurutnya, dalam proses pemungutan dan penghitungan suara di setiap TPS dihadiri oleh saksi partai politik, pengawas TPS dan unsur masyarakat. Apabila ditemukan adanya kecurangan yang dimaksud oleh Pemohon, hal tersebut tentu tercatat dan terverifikasi baik dalam form kejadian khusus/ keberatan ataupun dalam temuan dan atau laporan pengawas Pemilu.
"Faktanya berdasarkan salinan C-Kejadian Khusus/Keberatan tingkat TPS tidak ditemukan peristiwa sebagaimana dalil Pemohon tersebut," katanya.
KPU juga menjawab dalil Idris Laena mengenai tidak dibacakannya Form Keberatan KPU Kabupaten Kampar pada saat Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara tingkat Provinsi tanggal 8 Maret 2024 lalu. Soal tudingan itu, KPU menyebutnya sebagai dalil yang mengada-ada.
"Berdasarkan Form Keberatan D-Kabupaten, tidak ditemukan adanya keberatan pada saat pleno rekapitulasi tingkat Kabupaten Kampar, sehingga memang tidak ada yang perlu dibacakan pada saat pleno rekapitulasi tingkat provinsi," terang Satria.
Atas dasar itu, KPU menilai seluruh dalil-dalil yang diajukan Idris Laena tidak beralasan menurut hukum.
"Karena tidak beralasan menurut hukum, maka semua permohonan Pemohon agar ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," kata Satria.
Yulisman Sebut Dalil Gugatan Imajinatif
Dalam persidangan di MK kemarin, juga dihadiri oleh kuasa Yulisman yakni Gusti Randa. Yulisman merupakan pihak terkait dalam gugatan yang diajukan Idris Laena. Ketua DPRD Provinsi Riau ini merupakan caleg DPR RI Partai Golkar peraih suara terbanyak di Dapil Riau II. Jika gugatan Idris Laena ditolak oleh MK, maka Yulisman yang akan melenggang menjadi anggota DPR RI ke Senayan.
Senada dengan KPU, Gusti Randa menyatakan, tidak ada keberatan atau laporan mengenai keberatan dari saksi di TPS sebagaimana didalilkan oleh Idris Laena. Selain itu, laporan yang merupakan temuan Pengawas Pemilu juga nihil. Ia lantas menyebut dalil Idris Laena tersebut hanyalah mengada-ada dan imajinatif.
“Secara tegas membantah dalil pemohon mengenai KPPS salah dalam melakukan rekapitulasi suara sebagaimana dimaksud dalam posita permohonan,” ujar Gusti Randa.
Menurut Gusti Randa, pelanggaran yang dituding terjadi oleh Idris Laena jika benar adanya, maka dapat dikategorikan suatu peristiwa pidana yang merupakan dugaan tindak pidana pemilu. Namun, faktanya hal tersebut hanyalah dugaan atau asumsi dan tuduhan tanpa dasar.
“Setidak-tidaknya bukti surat berupa dokumen D.Keberatan Saksi Tingkat Kecamatan sebagaimana kami jelaskan di atas menyatakan nihil,” ujarnya.
Petitum Gugatan Idris Laena
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang pendahuluan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang didaftarkan caleg DPR RI, Mohamad Idris Laena, Senin (29/4/2024) lalu.
Idris Laena merupakan caleg petahana asal Partai Golkar yang bertarung di daerah pemilihan Riau II meliputi Kabupaten Kampar, Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hilir dan Indragiri Hulu. Pada pemilu legislatif 2024 lalu, ia gagal mempertahankan kursinya di Senayan yang sudah digenggam selama lebih 3 periode lamanya.
Adapun gugatan Idris Laena teregister dalam perkara bernomor: 208-02-04-04/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.
Dalam petitum gugatannya, Idris Laena meminta MK menetapkan hasil perolehan suaranya yang benar. Yakni agar MK menetapkan dirinya mendapat sebanyak 72.708 suara. Selain itu, ia juga meminta MK menetapkan perolehan suara Partai Golkar di dapil Riau II sebanyak 30.854 suara.
Teuku Raja Rajuandar, kuasa hukum Idris Laena dalam persidangan menyatakan, terdapat perbedaan perolehan suara kliennya di Dapil Riau II. Selisih suara menurut penghitungan pemohon miliknya sebesar 4.505 suara.
“Terjadinya selisih tersebut disebabkan karena ada peristiwa di banyak TPS di lima kabupaten yang disebutkan tadi, dimana model perhitungan yang dilakukan ada surat suara yang dicoblos, maka perhitungannya dihitung sebagai suara partai,” terang Teuku.
Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 53 angka 5 PKPU Nomor 25 Tahun 2023. Selain itu, Idris Laena juga menemukan bukti bahwa terdapat rekaman yang nanti akan dibuktikan dalam persidangan.
Dalam permohonannya, Idris Laena menerangkan ada kejadian saat pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum tingkat Kabupaten Kampar pada Rabu 1 Maret 2024 di Aula Bupati Kampar.
Pemohon menyebut, saksi Partai Nasdem Hanafi menyampaikan ada kesepakatan KPPS TPS 05, TPS 07, dan TPS 27 Desa Kualu. Dalam rekaman suara dan rekaman video yang dimiliki saksi Hanafi bahwa KPPS membuat kesepakatan jika surat suara dicoblos pada kolom logo/ lambang partai dan dicoblos pada kolom nama calon atau nomor urut calon maka suara dimasukkan atau dihitung sebagai perolehan suara partai, bukan perolehan suara calon.
Menurutnya, berdasarkan hal tersebut KPU tidak menindaklanjuti dengan melakukan pembukaan kotak dan perhitungan suara ulang dan meminta agar dituangkan dalam Form Keberatan.
Idris Laena juga menyinggung bahwa pada saat pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum tingkat Provinsi Riau pada tanggal 8 Maret 2024 di Hotel Aryaduta Pekanbaru, Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Kampar tidak membacakan Form Keberatan.
Untuk itu, dalam petitumnya, Idris Laena meminta MK menetapkan hasil perolehan suara yang benar bagi dirinya dalam pengisian calon anggota DPR RI dari dapil Riau II. Yakni perolehan Partai Golkar sebanyak 30.854 suara dan Mohamad Idris Laena sebanyak 72.708 suara. (R-04)