Viral Madam Evi Desak Polisi Tangkap 2 Pejabat Kepulauan Meranti, Kabag Hukum Ultimatum Netizen Tak Ikut Menyebarkan Konten
![Viral Madam Evi Desak Polisi Tangkap 2 Pejabat Kepulauan Meranti, Kabag Hukum Ultimatum Netizen Tak Ikut Menyebarkan Konten](https://www.sabangmeraukenews.com/foto_berita/2024/05/2024-05-28-viral-madam-evi-desak-polisi-tangkap-2-pejabat-kepulauan-meranti-kabag-hukum-ultimatum-netizen-tak-ikut-menyebarkan-konten.jpg)
Jalan akses menuju kompleks perkantoran Bupati Kepulauan Meranti diblokir ahli waris pemilik tanah, Minggu (30/7/2023) lalu. Foto: SM News/R-01
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kabag Hukum Setdakab Kepulauan Meranti Rahmawati mengeluarkan ultimatum usai viralnya video Madam Evi mendesak kepolisian menangkap dua pejabat Pemkab Kepulauan Meranti. Rahmawati mengingatkan Madam Evi segera menarik video yang viral di medsos Facebook dan menyampaikan permintaan maaf.
Tak hanya mengultimatum Madam Evi, Rahmawati juga mengingatkan para netizen bisa diseret turut bertanggung jawab atas penyebaran konten digital yang menurutnya menyesatkan publik dan mengandung unsur fitnah.
"Kami ingin menyampaikan secara tegas bahwa apapun yang disampaikan oleh saudara Evi adalah penyesatan, keliru, dan tidak benar," kata Rahmawati, Selasa (28/5/2024).
BERITA TERKAIT: Viral! Madam Evi Minta 2 Pejabat Kepulauan Meranti Ditangkap, Kisruh Ganti Rugi Jalan Menuju Kompleks Perkantoran Pemda Memanas Lagi
Sebelumnya, Evi Andriani alias Madam Evi berkoar di media sosial Facebook. Ia mendesak agar kepolisian menangkap dua pejabat Pemkab Meranti yakni Asisten Bidang Administrasi Umum Setdakab Sudandri dan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Meranti Rahmawati. Alasannya, kedua pejabat itu dianggap bertanggung jawab atas masalah ganti rugi lahan milik keluarganya yang belum dibayarkan. Madam Evi adalah istri dari ahli waris yang mengklaim pemilik tanah Eddy Suwanto.
Lewat akunnya yang bernama Madam Evi, video itu diupload tanggal 16 Mei lalu. Kemudian cepat mendapat perhatian dari netizen dan menuai berbagai reaksi.
Untuk menunjukkan rasa terima kasihnya, Evi juga memberikan uang sebesar Rp 3 juta kepada netizen yang telah menanggapi dan membagikan videonya. Langkah ini menarik perhatian lebih banyak orang dan menambah viralitas video tersebut.
Rahmawati menyatakan, tindakan Evi Andriani telah menimbulkan kegaduhan melalui media sosial yang bisa dianggap mencemarkan nama baik pejabat pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Rahmawati menegaskan bahwa tuduhan yang disampaikan oleh Evi Andriani melalui video di media sosial adalah tidak benar dan menyesatkan.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, kata Rahmawati, memberikan ultimatum kepada Evi Andriani untuk menghapus video tersebut dalam waktu 72 jam.
"Kami mengharapkan kepada yang bersangkutan agar dalam waktu tiga kali 24 jam, untuk menghapus video tersebut," ujar Rahmawati.
Selain itu, Rahmawati juga menuntut Evi Andriani untuk meminta maaf secara terbuka melalui video.
"Saudara Evi harus secara terbuka, melalui video juga, meminta maaf kepada kami," tegas Rahmawati.
Rahmawati menyatakan bahwa tindakan Evi Andriani yang menyebarkan informasi yang tidak benar dan membayar netizen untuk membagikan videonya merupakan perbuatan hukum yang dapat dipermasalahkan.
"Saudara Evi dengan bengisnya menjelek-jelekkan dan memojokkan kami sebagai pejabat dengan mengeluarkan kata-kata bodoh, dan beliau meminta orang lain untuk men-share videonya serta sanggup membayar uang kepada netizen yang share videonya tersebut," jelas Rahmawati.
Rahmawati menegaskan, jika Evi Andriani tidak mengindahkan tuntutan tersebut, pihaknya akan menempuh jalur hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
"Jika yang bersangkutan tidak mengindahkan ini, dengan rasa sangat menyesal kami akan menempuh jalur hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tegas Rahmawati.
Rahmawati juga memberikan peringatan kepada netizen yang juga ikut menyebarkan video tersebut.
"Terhadap netizen, kami telah menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya. Kalau Anda juga ikut menindaklanjuti hal ini dengan share video yang tidak benar tersebut, maka saudara kami anggap para pihak yang ikut bertanggung jawab terhadap kesesatan ini," pungkasnya.
Kisruh Ganti Rugi Lahan Jalan Pemda Meranti
Diwartakan sebelumnya, kisruh kepemilikan tanah jalan terpadu menuju Komplek Perkantoran Bupati Kepulauan Meranti kembali memanas. Evi Andriani, istri dari ahli waris yang mengklaim pemilik tanah Eddy Suwanto, membuat heboh dunia maya.
Video Evi viral di media sosial. Ia meminta dua orang pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti untuk ditangkap. Pernyataan di media sosial itu sebagai ungkapan kekecewaan Evi dan keluarganya. Soalnya, sebagai pihak yang mengklaim memiliki lahan, Pemda Kepulauan Meranti tak kunjung membayarkan ganti rugi.
Sebelumnya, Evi sudah dua kali memblokir akses jalan terpadu menuju kompleks pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut. Kini, Evi memanfaatkan media sosial Facebook untuk menyuarakan ketidakpuasannya.
Dalam video yang beredar luas, Evi meminta dua pejabat Pemkab Meranti ditangkap. Kedua pejabat tersebut yakni Asisten Bidang Administrasi Umum Setdakab Sudandri dan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Meranti Rahmawati. Keduanya oleh Evi dianggap bertanggung jawab atas masalah ganti rugi lahan yang belum terselesaikan.
Evi Andriani dan keluarganya berharap agar hak mereka segera dipenuhi, dan meminta semua pihak untuk memahami posisi mereka dalam perjuangan memperoleh ganti rugi yang adil. Apresiasi yang diberikan Evi kepada netizen menunjukkan betapa pentingnya dukungan publik dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Isi Video di Facebook
Evi mengharapkan pemerintah daerah dapat segera mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah ganti rugi lahan ini secara adil dan transparan. Hal ini penting untuk menjaga hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat, serta memastikan bahwa pembangunan infrastruktur tidak merugikan pihak mana pun.
"Minta tolong sama jajaran kepolisian. Tolonglah Pak, tangkap pejabat pemerintah daerah yang mencuri tanah kami ini, Pak," ujarnya dalam video di Facebook tersebut.
"Tanah ahli waris kami ini belum dibayar, padahal sudah ada surat dari Pemkab Bengkalis yang menyatakan ini belum dibayar. Tapi mereka berdua itu serakah, yang satu namanya Sudandri dan yang kedua Rahma. Mereka itulah biang kerok yang tak mau membayar tanah kami," tuturnya.
"Tolonglah, Pak. Ini kami sudah berhabis-habisan macam si bodoh pula kami ini disuruh menggugat, tapi gugatan kami ditolaknya mentah-mentah dan disuruh lagi menunggu, kami sudah tidak ada uang, tolonglah kami, Pak," teriaknya.
"Kami punya bukti-bukti yang kuat tetapi mereka tetap tidak mau membayar. Mereka ini memakai tanah kami bukan sedikit. Tanah ini kalau sejengkal dua jengkal boleh kami ikhlaskan, ini sampai satu hektare lebih," ucapnya keras.
Respon Pemkab Kepulauan Meranti
Setelah viralnya video dari Evi Andriani, Pemkab Kepulauan Meranti bereaksi. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah, Rahmawati menyebut kalau pihaknya telah menganjurkan Evi Andriani untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Alasannya, sudah beberapa kali negosiasi dan fasilitasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah, namun tidak menghasilkan kesepakatan.
Menurut Rahmawati, langkah pengajuan gugatan ke pengadilan adalah solusi yang paling tepat dan final.
"Kami sampaikan secara tegas dan lugas bahwa benar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti menganjurkan kepada yang bersangkutan atau pihak ahli waris tanah tersebut untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Sebagaimana kita ketahui, putusan yang paling tinggi dan final yang harus diikuti oleh semua pihak adalah putusan pengadilan," jelas Rahmawati.
Rahmawati menyebut, pemerintah telah beberapa kali memfasilitasi dan melakukan negosiasi dengan pihak yang bersangkutan. Namun, perundingan tersebut tidak pernah mencapai kesepakatan.
"Mereka (Evi dan keluarga) tetap tidak mau menerima pernyataan, penjelasan, dan keterangan dari pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti," tambahnya
Rahmawati juga menegaskan Pemkab Kepulauan Meranti tidak pernah memaksa pihak Evi untuk mencabut gugatan yang telah diajukan ke pengadilan.
"Kami tidak pernah memaksa beliau untuk mencabut gugatan yang telah mereka ajukan ke pengadilan. Malah, kami dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti merasa heran kenapa gugatan tersebut dicabut oleh kuasa hukum penggugat," ujarnya.
Pemerintah daerah, kata Rahmawati, berharap agar penyelesaian sengketa ini bisa sampai pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Kami berharap penyelesaian itu bisa sampai final dengan terbitnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," tambah Rahmawati.
Rahmawati juga menjelaskan mengapa pemerintah tidak melakukan upaya damai di pengadilan.
"Karena upaya damai sudah kami lakukan sebagaimana kami sebutkan sebelumnya, sebelum beliau melakukan gugatan ke pengadilan. Namun upaya damai yang beberapa kali dilakukan oleh pemerintah tidak membuahkan hasil," ungkapnya.
"Kami berharap melalui jalur pengadilan dan dengan bukti yang banyak menurut saudara Evi ini, silahkan bawa bukti itu ke pengadilan. Pengadilan lah yang akan memutuskan apakah bukti itu bisa diterima atau tidak," jelas Rahmawati.
Ia menegaskan bahwa pembayaran ganti rugi akan dilakukan sesuai dengan putusan pengadilan.
"Kalau pengadilan memutuskan untuk membayar, maka akan kami bayar," tegas Rahmawati.
Rahmawati menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan dengan sangat hati-hati, sehingga tidak boleh sembarangan melakukan pembayaran jika tidak ada keputusan berkuatan hukum tetap.
"Kalau seandainya kami bayar ternyata informasi di belakang hari menyatakan bahwa tanah tersebut telah diganti rugi pada zaman Bengkalis, tentu saja akan menimbulkan permasalahan hukum," jelasnya.
Rahmawati khawatir atas risiko hukum yang bisa muncul jika pembayaran dilakukan tanpa dasar yang jelas.
"Bukan hanya kami yang bisa terjerat hukum, tapi yang bersangkutan juga bisa terjerat hukum. Jadi, desakan dari pihak mereka ini yang harus kita sikapi dengan hati-hati," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Jalan Terpadu komplek perkantoran Bupati Kepulauan Meranti yang menjadi akses keluar masuk beberapa kantor OPD kembali diblokir oleh seorang ahli waris yang mengaku memiliki tanah tersebut.
Sebelumnya pemblokiran jalan tersebut dilakukan oleh ahli waris pada akhir tahun 2022 dan pada Juli 2023.
Ahli waris tersebut mengharuskan Pemda melakukan pembayaran ganti ruginya sebesar Rp 1,8 miliar. Pihak ahli waris mengklaim tidak memberatkan Pemda dan bersedia melakukan negosiasi dengan membayar uang muka sebesar Rp 200 juta.
Adapun luasan lahan tersebut mempunyai lebar 20 meter dan panjangnya 220 meter jadi total luasnya yakni 4.200 meter persegi dan per meternya itu dihargai Rp 500 ribu.
Pihak ahli waris menyebut Pemkab Kepulauan Meranti sudah beberapa kali menjanjikan akan membayarnya, namun tak kunjung direalisasikan. Padahal, di luar lahan yang disengketakan ini, pihaknya sudah menghibahkan tanah milik mereka ke pemerintah daerah untuk dijadikan kantor. (R-01)