Beda Soekarno dengan Jokowi: Dulu Antre Minyak Tanah, Kini Emak-emak Teriak Minyak Goreng
SabangMerauke News, Jakarta - Fenomena antrean warga untuk mendapatkan minyak goreng murah mengingatkan dengan kejadian masa lalu. Peristiwa-peristiwa antrean warga untuk mendapatkan kebutuhan pokok hampir terjadi di banyak lintasan sejarah berbagai pemerintahan dari Presiden Sukarno hingga saat ini Presiden Jokowi.
Pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dianggap dalam masa Demokrasi Terpimpin termasuk masa buruk dalam perekonomian Indonesia. Kegagalan ekonomi pun akhirnya tertutupi oleh isu politik salah satunya perebutan Irian Barat atau Ganyang Malaysia.
Tahun 1963 adalah tahun-tahun yang sulit. "Kebutuhan makan-minum sehari-hari naik dua kali lipat dari setahun sebelumnya, dan dibandingkan dengan tahun 50-an, kenaikannya adalah lima sampai sepuluh kali lipat," tulis Rum Aly dalam Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 Mitos dan Dilema (2006:87).
Kala itu, beras langka. Pemerintahan Bung Karno kala itu mengimpor beras dari Republik Rakyat Tiongkok yang amat jelek kualitasnya. Selain beras, barang lain seperti gula, tepung terigu, kain buatan Cina, dan pastinya minyak tanah pun harus antre untuk mendapatkannya karena barang-barang itu langka.
"Aku pernah antre untuk membeli minyak tanah dan setelah tiga hari berturut-turut baru dapat. Tanpa minyak tanah, komporku takkan bisa menyala. Sedangkan minyak yang disediakan negara sangat terbatas," Asahan Alham dalam Perang dan Kembang (2001:370).
"Pada tahun 1963 itu, di seluruh Indonesia, demikian pula di Bandung, untuk memperoleh minyak tanah tiga-empat liter, masyarakat mulai harus antre di RT-RT dengan membawa kartu keluarga," aku Rum Aly.
Kondisi itu berlanjut di tahun 1964, 1965 dan 1966. Masa itu adalah tahun-tahun terakhir pemerintah Bung Karno sebagai Presiden.
Di masa itu, kenaikan gaji tiga kali lipat bahkan tidak artinya karena harga barang naik sampai 10 kali lipat. Masa-masa 1960-an adalah masa-masa inflasi sangat menghebat di Indonesia. Kemerdekaan RI kala itu tak dibarengi dengan ketersediaan pangan yang diusahakan dari pertanian dalam negeri.
Antre bahan pangan bukan berarti tak pernah ada lagi setelah 1966. Buku Masalah pembangunan di Indonesia (1997:3) menyebut kondisi Indonesia sampai sekarang ini jauh berbeda dengan Indonesia pada tahun 1966. Pada tahun itu masih banyak orang antre berbaris untuk membeli minyak tanah.
Tak sampai setahun setelah Masalah pembangunan di Indonesia (1997) itu terbit kelangkaan bahan pokok untuk makanan sehari-hari terjadi. Bukan hanya minyak tanah yang langka pada 1998, tapi juga beras, minyak goreng dan bahan lain yang disebut sembilan bahan pokok (Sembako).
Masa sulitnya bahan pokok itu adalah masa-masa jelang lengsernya Presiden Soeharto pada Mei 1998. Antre bahan kebutuhan pokok pun masih terjadi pada masa-masa setelahnya. Di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat ada antrean warga untuk mendapatkan BBM.
Baru-baru ini minyak goreng menjadi komoditas yang membuat rakyat Indonesia harus antre untuk mendapatkannya. Memang kini tak ada lagi warga antre minyak tanah karena sudah dikonversi ke LPG. Namun, kejadian LPG langka dan memicu antrean juga pernah terjadi. Setiap pemerintah memang punya tantangannya masing-masing mengelola negara dan rakyat. (*)