Permadas Minta Pemerintahan Prabowo-Gibran Bikin Terobosan untuk Selesaikan Masalah Kebun Sawit Masyarakat Dalam Kawasan Hutan
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Perhimpunan Masyarakat Agraria dan Desa (Permadas) meminta pemerintahan baru Prabowo-Gibran melakukan terobosan dalam penanganan sengkarut kebun kelapa sawit masyarakat dalam kawasan hutan. Selama ini pemerintah cenderung hanya memberi perhatian pada korporasi sawit, namun nasib kebun sawit masyarakat petani tak mendapat porsi penyelesaian yang memadai.
Koordinator Advokasi Permadas, Armanda SH menyatakan masyarakat petani kelapa sawit, baik yang mengelola lahan secara individu maupun lewat kelompok tani dan koperasi, belum memiliki kepastian kepemilikan lahan akibat isu negatif kebun sawit dalam kawasan hutan. Padahal, faktanya masyarakat telah melakukan pengelolaan lahan selama belasan tahun dan mengeluarkan biaya yang besar.
Ia meminta agar regulasi soal pelepasan kawasan hutan untuk masyarakat bisa dibuat terang benderang dan lebih dimudahkan. Armanda berharap pemerintahan Prabowo-Gibran menyempurnakan regulasi yang sudah ada, namun tidak memberikan beban yang baru.
"Pemerintahan baru Prabowo-Gibran harus memiliki terobosan yang lebih konkret dan intensif dalam penyelesaian kebun sawit masyarakat di kawasan hutan. Karena memang fakta lapangan, apa yang disebut sebagai kawasan hutan itu hanya tertera di peta, namun saat ini sudah menjadi sumber perekonomian masyarakat yang sangat vital lewat budidaya kelapa sawit," kata Armanda kepada SabangMerauke News, Sabtu (25/5/2024).
Ia menjelaskan, penyelesaian kebun sawit masyarakat dalam kawasan hutan sangat birokratis dan berbelit-belit. Sehingga masyarakat arus bawah enggan untuk ikut di dalamnya. Belum lagi dampak menyebarkan isu-isu negatif, seperti pembayaran denda yang besar dan pengambilalihan lahan oleh negara.
Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi yang lebih membumi dan memudahkan, sehingga partisipasi masyarakat bisa dibangun secara lebih luas dan signifikan.
Armanda juga menyebut batasan luas kebun sawit masyarakat seluas 5 hektare, saat ini sudah tidak relevan lagi. Karena faktanya masyarakat petani terus berkembang dalam melakukan pengelolaan lahan yang lebih luas.
"Soal batasan luas 5 hektare itu perlu ditinjau ulang. Karena faktanya kegiatan budi daya kelapa sawit oleh masyarakat semakin berkembang," katanya.
Ia juga meminta agar pemerintahan baru melakukan pembinaan terhadap petani kelapa sawit, bukan sebaliknya membuat regulasi yang menjadi beban baru dan birokratis. Sebab, jika pembinaan pengelolaan kebun sawit bisa dilakukan secara baik, maka produktivitas kebun sawit masyarakat bisa meningkat, tanpa harus membuka lahan baru.
"Problemnya adalah bagaimana meningkatkan produksi kelapa sawit masyarakat petani. Kalau kebunnya sudah produktif, maka masyarakat tidak akan memperluas lahan, apalagi lahannya dari kawasan hutan. Yang terjadi, produktivitas kebun sawit masyarakat petani sangat rendah, sehingga membuat ekspansi lahan terus terjadi," kata Armanda.
Ia meminta pemerintah untuk hadir sebagai pembina masyarakat petani sawit. Jangan sampai muncul kesan program pemerintah menjadi ancaman baru bagi masyarakat.
Soalnya, saat ini momok besarnya penetapan denda kebun sawit dalam kawasan hutan telah meresahkan masyarakat, termasuk pelaku usaha. Penetapan denda berdasarkan Undang-undang Cipta Kerja dinilai mencekik dan tak memiliki dasar perhitungan yang realistis.
"Momok besarnya denda kebun sawit dalam kawasan hutan telah menebar ketakutan mendalam di kalangan pelaku usaha kebun sawit. Ini harus dikoreksi oleh pemerintahan yang baru," katanya.
Armanda juga meminta agar kementerian dan lembaga terkait memiliki satu sikap dan gerak yang sama dalam penataan sektor kelapa sawit, khususnya yang dikelola masyarakat individu maupun lewat kelompok tani dan koperasi.
Kementerian LHK, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) serta Kementerian Pertanian mestinya memiliki pola kebijakan yang sama dalam menata perkebunan kelapa sawit.
"Soal ego sektoral dan dominasi kewenangan antar kementerian atau lembaga harus diakhiri. Karena akibat hal itu, kondisi masyarakat petani sawit tak akan bisa bertahan, apalagi naik kelas," katanya.
"Kami berharap pemerintahan baru Prabowo-Gibran bisa lebih jernih dan memandang persoalan ini. Regulasi yang ada harus disempurnakan, sehingga ada win-win solution untuk menyelesaikan masalah ini secara permanen," pungkas Armanda. (R-04)