KLHK Dituding Sibuk Urus Pelepasan Kawasan Hutan Korporasi Sawit di Riau, Petani: Nasib Kami Rakyat Kecil Bagaimana?
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang memproses permohonan pelepasan kawasan hutan bagi korporasi kelapa sawit di Riau menuai sorotan. KLHK dinilai lebih sibuk mengurusi kebutuhan korporasi, ketimbang nasib lahan kebun sawit yang dikelola petani gurem.
Leo, petani sawit di Kampar meminta agar KLHK tidak hanya memperhatikan kebutuhan kelompok korporasi sawit saja. Namun, kondisi petani sawit baik yang mengelola kebun secara individu maupun kelompok tani dan koperasi harusnya lebih didahulukan.
"Kalau KLHK hanya mengurusi kebutuhan dan kepentingan korporasi, maka perhatikan juga nasib kami sebagai petani sawit skala kecil. Kebun sawit kami katanya di kawasan hutan, padahal sudah sejak lama kami mengelola lahan, tapi baru sekarang ada pemberitahuan klaim kawasan hutan. Pusing kami," kata Leo, Kamis (16/5/2024).
Ia menjelaskan, akibat lahan kebun sawit petani diklaim sebagai kawasan hutan negara, menyebabkan nilai kebun mereka menjadi anjlok. Upaya untuk mengagunkan kebun sawit ke perbankan juga kandas karena alasan legalitas lahan.
"Bagaimana kami petani sawit gurem ini bisa bangkit dan berkembang, kalau sikap pemerintah seperti ini. Nasib kami bagaimana?" kata Leo.
Suyanto, petani sawit lainnya meminta agar KLHK memberikan prioritas pelepasan kawasan hutan kepada petani, kelompok tani dan koperasi, bukan justru ke korporasi yang sudah mapan dan puluhan tahun menggeluti bisnis sawit.
"Kalau korporasi sudah sangat kuat secara finansial. Sementara petani rakyat sangat rentan. Apalagi sekarang masalah lahan dipersoalkan. Administrasinya ribet," kata Suyanto.
Ia menegaskan, keberpihakan pemerintah baik KLHK maupun Satgas Sawit kepada masyarakat petani sawit harus jelas. Sebab, sektor kelapa sawit rakyat mengambil peran penting sebagai tulang punggung ekonomi keluarga.
"Jadi, KLHK dan Satgas sawit jangan terkesan hanya fokus pada korporasi, tapi juga masyarakat baik individu, kelompok tani dan koperasi," tegas Suyanto.
KLHK Proses Pelepasan Hutan 32 Perusahaan Sawit di Riau
Sebelumnya diwartakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah memproses sedikitnya 32 permohonan pelepasan kawasan hutan yang diajukan oleh perusahaan dan pengelola kebun kelapa sawit di Provinsi Riau.
Berdasarkan informasi yang diperoleh SabangMerauke News, KLHK telah menggelar rapat pembahasan terkait permohonan pengajuan pelepasan kawasan hutan yang diajukan perusahaan kelapa sawit tersebut. Salah satu tahapan yang telah dilakukan yakni rapat ekspos hasil penelitian Tim Terpadu dilaksanakan pada pertengahan April 2024 lalu.
Rapat ekspos ini dihadiri langsung oleh jajaran pejabat tinggi di lingkungan KLHK dan Deputi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Dalam rapat ekspos tersebut, juga dihadiri jajaran Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) di sejumlah provinsi di Indonesia, salah satunya Kadis LHK Provinsi Riau. Saat ini, posisi Kadis LHK Provinsi Riau dipegang oleh M Job Kurniawan sebagai Pelaksana Tugas (Plt), setelah Mamun Murod dimutasi menjadi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau, akhir tahun 2023 lalu.
Rapat ini mendengarkan pemaparan hasil penelitian yang dilakukan oleh sejumlah Tim Terpadu di beberapa provinsi di Indonesia. Secara khusus, untuk Provinsi Riau, sebanyak 3 Tim Terpadu telah memaparkan hasil kerjanya dalam forum rapat ekspos tersebut.
Adapun ketiga Tim Terpadu Riau yang memaparkan hasil kerjanya yakni Tim Terpadu I Riau, Tim Terpadu III Riau dan Tim Terpadu VII Riau.
Tim Terpadu ini beranggotakan 6 pegawai dari KLHK dan dua orang dari unsur pegawai Dinas LHK Provinsi Riau. Jumlah tiap Tim Terpadu diisi masing-masing sebanyak 8 orang.
Setiap Tim Terpadu melakukan penelitian pada sejumlah perusahaan dan subjek hukum pengelola kelapa sawit yang mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan.
Di Tim Terpadu Riau I, ada sebanyak 11 korporasi yang diteliti, kemudian Tim Terpadu Riau III meneliti sebanyak 11 perusahaan, 1 di antaranya individu masyarakat. Sementara, Tim Terpadu Riau VII meneliti sebanyak 10 perusahaan kelapa sawit di Riau.
Jika ditelisik lebih jauh, sejumlah korporasi kelapa sawit yang mengajukan pelepasan kawasan hutan ini didominasi oleh perusahaan besar, di antaranya tergabung dalam Surya Dumai Grup (First Resources), misalnya PT Surya Dumai Agrindo dan PT Ciliandra Perkasa.
PT Tri Bakti Sarimas juga masuk dalam daftar perusahaan yang mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan. Termasuk PT Adimulia Agrolestari yang pernah terseret dalam kasus suap perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) dua tahun silam.
Adapun 32 perusahaan kelapa sawit tersebut bukanlah merupakan jumlah keseluruhan perusahaan di Riau yang mengajukan pelepasan kawasan hutan. Ke 32 perusahaan itu masih merupakan data perusahaan yang diteliti oleh tiga Tim Terpadu Riau, yakni Tim Terpadu I, Tim Terpadu III dan Tim Terpadu VII.
Belum diketahui secara pasti berapa Tim Terpadu yang dibentuk KLHK untuk meneliti pengajuan izin pelepasan kawasan hutan oleh perusahaan sawit di Riau. Data perusahaan yang diteliti oleh Tim Terpadu II Riau, Tim Terpadu IV Riau, Tim Terpadu V Riau serta Tim Terpadu VI Riau belum dapat diperoleh.
Plt Kepala Dinas LHK Provinsi Riau, M Job Kurniawan sempat menjanjikan akan memberikan data perusahaan yang masuk dalam daftar pengusul pelepasan kawasan hutan. Namun belakangan ia meminta agar SabangMerauke News menghubungi anak buahnya bernama Nuril.
Saat dikonfirmasi, Nuril menyarankan agar SabangMerauke News mengajukan permintaan data dengan cara bersurat ke KLHK.
"Wali data hasil kerja Tim Terpadu adalah Kementerian LHK. DLHK Riau tidak menguasai data tersebut," kata Nuril.
Sekretaris Jenderal Kementerian LHK, Bambang Hendroyono belum menjawab pertanyaan soal jumlah perusahaan sawit di Riau yang diproses permohonan pelepasan kawasan hutan.
Tidak diketahui apa skema proses pengajuan pelepasan kawasan hutan terhadap kebun kelapa sawit terbangun di Provinsi Riau ini. Apakah perusahaan-perusahaan sawit tersebut masuk dalam paket penyelesaian pasal 110A atau 110B Undang-undang Cipta Kerja atau di luar dari skema tersebut.
Berikut daftar perusahaan yang masuk daftar permohonan persetujuan pelepasan kawasan hutan di bawah Tim Terpadu I Provinsi Riau:
1. PT Gunung Mas Raya I
2. PT Cipta Daya Sejati Luhur
3. PT Sinar Haska Lestari
4. PT Air Jernih
5. PT Shara Induk
6. PT Masuba Citra Mandiri
7. PT Bumipalma Lestari Persada
8. PT Buana Wiralestari Mas
9. PT Ramajaya Pramukti
10. PT Tasma Puja
11. PT Wasundari Indah
Berikut daftar perusahaan yang masuk daftar permohonan persetujuan pelepasan kawasan hutan di bawah Tim Terpadu III Provinsi Riau:
1. PT Muriniwood Indah Industry
2. PT Surya Dumai Agrindo
3. PT Indogreen Jaya Abadi
4. PT Ciliandra Perkasa
5. PT Meridan Sejatisurya Plantation
6. PT Gerbang Sawit Indah
7. PT Subur Arum Makmur
8. PT Gerbang Sawit Indah
9. PT Bumi Sawit Perkasa
10. PT Priatama Riau
11. Misgianto
Berikut daftar perusahaan yang masuk daftar permohonan persetujuan pelepasan kawasan hutan di bawah Tim Terpadu VII Provinsi Riau:
1. PT Kampar Palma Utama
2. PT Lindai Jaya Lestari
3. PT Seka Indah
4. PT Mitra Unggul Pusaka
5. PT Inti Indah Sawit Subur
6. PT Fortius Agro Asia
7. PT Sugih Riesta Jaya
8. PT Tri Bakti Sarimas
9. PT Adimulia Agrolestari
10. PT Graha Permata Hijau.
Keluhkan Besarnya Denda Administratif
Sebelumnya, Satgas Tata Kelola Kelapa Sawit bentukan Presiden Jokowi telah memanggil sebanyak 557 perusahaan sawit di Provinsi Riau pada Selasa (7/5/2024) hingga hari ini Rabu (8/5/2024) lalu di Hotel Arya Duta, Pekanbaru
Pemanggilan itu dilakukan lewat sepucuk surat undangan bertajuk 'Coaching Clinic Pasal 110B Undang-undang Cipta Kerja'.
Dalam surat yang diteken oleh Sekretaris I Satgas Sawit, Firman Hidayat disebutkan kalau acara itu sebagai tindak lanjut surat Satgas Sawit bernomor 0025/SEKR.SATGASSAWIT/IV/ 2024 tanggal 24 April 2024 terkait rapat dan agenda yang perlu ditindaklanjuti oleh kementerian/ lembaga negara.
"Perlu dilakukan coaching clinic Pasal 110B di provinsi paling banyak teridentifikasi Pasal 110B. Kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk hadir dalam coaching clinic tepat waktu," tulis Firman Hidayat dalam surat undangannya.
Surat kegiatan coaching clinic ini melampirkan daftar 557 perusahaan kelapa sawit di Provinsi Riau sebagai undangan. Di antaranya terdapat sejumlah perkebunan milik PTP Nusantara V, PT Inti Indosawit Subur, PT Peputra Supra Jaya, PT Lorena, PT Wana Subur Sawit Indah. Sepertinya 557 korporasi tersebut adalah daftar perusahaan-perusahaan sawit di Bumi Lancang Kuning.
Pantauan SabangMerauke News, kegiatan coaching clinic ini berlangsung cukup sepi. Daftar hadir perusahaan yang terletak di meja panitia tidak terisi penuh.
"Ada sekitar seratusan yang hadir. Tapi data lengkapnya kurang tahu juga saya," kata seorang panitia.
Di dalam ballroom Hotel Arya Duta tempat acara berlangsung, terlihat sejumlah personel Satgas Sawit melayani perwakilan perusahaan sawit yang datang. Para personel mengenakan pakaian bertuliskan Gakkum di kaos warna biru tua.
Sedikitnya 9 meja layanan coaching clinic yang dibuka melayani para pengusaha. Terletak di atasnya peralatan kerja berupa laptop. Tamu yang datang membawa aneka dokumen yang dibundel lalu terlibat pembicaraan dengan petugas Satgas Sawit.
"Tadi hanya memberikan data. Katanya perusahaan kami kena Pasal 110B Undang-undang Cipta Kerja," kata seorang perwakilan perusahaan sawit.
Namun sayangnya, tak ada satu pun pihak panitia yang mau memberikan penjelasan atas pelaksanaan kegiatan coaching clinic ini. Perwakilan panitia yang ditanyai oleh wartawan menyebut kegiatan ini tidak mengundang media.
"Kegiatan ini tertutup, kami tidak mengundang media. Karena hanya berkaitan dengan subjek hukum (perusahaan sawit)," kata seorang pria yang meladeni kedatangan wartawan.
Sebelumnya, wartawan sempat menanyakan siapa pihak yang paling berkompeten untuk menjelaskan acara tersebut. Namun, pria itu lagi-lagi tak mau memberikan keterangan. Bahkan menyebut nama dirinya saja ia tak bersedia.
"Kami kan berhak tidak memberikan keterangan," katanya.
Pelaksanaan coaching clinic ini berlangsung di tengah kegusaran kalangan pengusaha kelapa sawit terkait penerapan denda keterlanjuran kebun sawit dalam kawasan hutan yang ditetapkan lewat Undang-undang Cipta Kerja.
GAPKI menyebut sebagian anggotanya telah menerima besaran denda yang harus dibayar sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Angkanya fantastis mencapai Rp 100 juta hingga Rp 130 juta per hektare.
Besaran denda tersebut dinilai terlalu memberatkan para pelaku usaha. Bisnis perkebunan kelapa sawit dikhawatirkan oleng dan gulung tikar.
Apalagi, setelah membayar denda yang cukup besar itu, lahan kebun sawit dalam kawasan hutan dikembalikan ke negara. Pengusaha kebun sawit hanya bisa mengelola untuk satu daur tanaman.
Laporan Keuntungan Bersih Perusahaan
Satgas Sawit dalam surat undangannya meminta pimpinan perusahaan atau perwakilannya yang hadir untuk membawa sejumlah dokumen sebagai kelengkapan data pemohon.
Adapun data dan informasi yang diminta meliputi identitas pemohon, perizinan yang dimiliki perusahaan dan lokasi yang dimohon.
Selain itu perusahaan juga diminta memberikan hasil citra satelit lokasi usahanya sejak setahun sebelum diterbitkannya perizinan atau setahun sebelum kegiatan usaha beroperasi sampai tanggal 1 Februari 2021. Juga diminta data dan informasi terkait hasil penafsiran tutupan lahan awal dan format digital.
Khusus bagi perusahaan kelapa sawit juga menyampaikan laporan keuangan badan hukum/ perorangan yang memuat data keuntungan bersih per tahun dan audited, dari mulai tahun keenam sejak kelapa sawit ditanam. Ada juga dokumen pakta integritas yang ditandatangani pimpinan badan usaha/ perusahaan.
"Data dan informasi disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy," demikian lampiran surat undangan Satgas Sawit.
Tentang Satgas Sawit Bentukan Jokowi
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2023. Keppres tersebut diteken Jokowi pada 14 April lalu.
Adapun masa kerja Satgas dibatasi hingga 30 September 2024 mendatang. Satgas melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden melalui Ketua Pengarah paling sedikit 1 kali setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Satgas ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pada pasal 1 dijelaskan kalau Satgas dibentuk dalam rangka penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit.
"Pembentukan Satuan Tugas bertujuan melakukan penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit," demikian bunyi pasal 3 Keppres tersebut.
Komposisi Satgas dibagi dalam dua bagian, yakni pengarah dan pelaksana. Tugas pengarah meliputi:
1. Memberikan arahan kepada Pelaksana terkait kebijakan strategis dalam rangka percepatan penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit.
2. Memberikan arahan kepada pelaksana dalam rangka mengintegrasikan dan menetapkan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan strategis serta terobosan yang diperlukan untuk penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit.
3. Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit.
Sementara dalam pasal 6 Keppres diuraikan tentang tugas unsur Pelaksana, meliputi:
1. Menetapkan kebijakan strategis dalam rangka percepatan penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit.
2. Melaksanakan kebijakan strategis dan langkah-langkah serta terobosan yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan dalam penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit.
3. Melakukan upaya hukum dan/ atau upaya lainnya yang efektif dan efisien bagi penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit.
4. Melakukan inventarisasi dan pemetaan hak negara yang berasal dari penerimaan negara dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak atas pemanfaatan lahan kelapa sawit dan produktivitas industri kelapa sawit.
5. Meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan antar kementerian/lembaga.
6. Melakukan koordinasi penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun Satgas ini dibatasi cakupan kerjanya. Tugas Satgas tidak meliputi penanganan perkara di bidang hukum pidana terkait kelapa sawit yang sedang ditangani oleh aparat penegak hukum, sedang terdapat upaya hukum, atau telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Dalam melaksanakan tugas, Satuan Tugas dapat melibatkan dan/ atau berkoordinasi dengan kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta, serta pihak lain yang dianggap perlu," demikian bunyi pasal 8 Keppres tersebut.
Sementara itu, pasal 9 Keppres berisi tentang susunan organisasi satuan tugas.
Adapun susunan Pengarah Satgas Sawit yakni:
Ketua: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
Wakil Ketua I: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Wakil Ketua II: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Sementara Anggota Pengarah terdiri dari:
1. Menteri Dalam Negeri
2. Menteri Keuangan
3. Menteri Pertanian
4. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
5. Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
6. Jaksa Agung
7. Panglima Tentara Nasional Indonesia
8. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
9. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
10. Kepala Badan Informasi Geospasial
11. Kepala Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan.
Sementara itu, susunan Pelaksana Satgas yakni:
Ketua: Wakil Menteri Keuangan
Wakil Ketua I : Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Wakil Ketua II : Deputi Bidang Investigasi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
Sekretaris I: Deputi Bidang Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan lnvestasi
Sekretaris II: Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Susunan anggota Pelaksana Satgas, yakni:
1. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
2. Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
3. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
4. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi
5. Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan
6. Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan
7. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
8. Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan
9. Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
10. Sekretaris Jenderal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
11. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
12. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
13. Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian
14. Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri
15. Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional
16. Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional
17. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Badan Informasi Geospasial
18. Deputi Bidang Perundang-undangan dan
Administrasi Hukum, Kementerian Sekretariat
Negara
19. Deputi Bidang Perekonomian, Sekretariat Kabinet
2O. Deputi Bidang Analisis Transaksi Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
21. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak
Pidana Khusus
22. Asisten Teritorial Panglima Tentara
Nasional Indonesia
23. Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia
24. Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
25. Staf Khusus Menteri Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
Dalam pasal 10 Keppres disebutkan Ketua Pelaksana Satuan Tugas dapat mengangkat kelompok ahli dan/ atau kelompok
kerja sesuai dengan kebutuhan.
Sementara Sekretariat Satgas berkedudukan di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
"Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Satuan Tugas dibebankan pada Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara masing-masing kementerian/ lembaga dan/ atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi pasal 14 Keppres tersebut. (R-03)