Ribuan Mahasiswa Unri Demo Rektor, Tuntut Pengurangan Uang Kuliah Tunggal hingga Kebebasan Berpendapat
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Mahasiswa Universitas Riau (Unri) melakukan demonstrasi terhadap Rektor Prof Sri Indarti, Selasa (14/5/2024). Dalam orasinya, mahasiswa menuntut penurunan biaya uang kuliah tunggal (UKT) hingga kebebasan berpendapat.
Aksi unjuk rasa damai ini berlangsung sehari pasca pencabutan laporan polisi oleh Rektor Unri Prof Sri Indarti di Polda Riau terhadap mahasiswa bernama Khairiq Anhar Senin kemarin. Khairiq dilaporkan karena membuat konten di Instagram berisi kritik atas penetapan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) terhadap calon mahasiswa baru.
BERITA TERKAIT: Rektor Unri Laporkan Mahasiswa ke Polda Riau, Buntut Kritik Pungutan Iuran Pengembangan Institusi
Presiden Mahasiswa Unri Muhammad Ravi mengatakan aksi demo kali ini menyampaikan berbagai problem yang ada di lingkungan kampus Universitas Riau.
"Hari ini kita bersama-sama datang ke rektorat sebagai bentuk kepedulian kami terhadap dunia Pendidikan. Kami peduli dengan Universitas Riau, oleh sebab itu kajian strategis ini kami buat untuk menyampaikan keresahan kami. Hari ini juga kami sampaikan apa pandangan terbaik kami," kata Muhammad Ravi.
"Pertama kami menuntut dan mendesak Rektor Universitas Riau mencabut putusan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun 2024 dan mengembalikan kepada peraturan sebelumnya," Cakapnya.
Kedua menuntut dan mendesak Rektor Universitas Riau untuk menjamin kebebasan berpendapat mahasiswa Universitas Riau.
"Ketiga menuntut dan mendesak Rektor Universitas Riau mencabut kembali kebijakan terkait penerapan Iuran Pengembangan Institusi (IPI)," ungkapnya.
Keempat menuntut dan mendesak Rektor Universitas Riau untuk melakukan transparansi dalam proses penentuan nominal UKT dan lPI.
"Menuntut dan mendesak Rektor Universitas Riau memperbaiki sistem digital penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada website pendaftaran ulang mahasiswa baru," tutupnya.
Rektor Cabut Laporan Polisi
Sebelumnya diwartakan, Rektor Universitas Riau (Unri) Prof Sri Indarti akhirnya mencabut laporannya di Polda Riau terhadap mahasiswa Khairiq Anhar, Senin (13/5/2024). Didampingi sejumlah petinggi kampus, Sri Indarti mendatangi Polda Riau dan menegaskan persoalan tersebut sudah selesai.
"Jadi ini bukan mediasi. Tapi, saya telah mencabut laporan di Polda Riau. Saya berharap dengan pencabutan ini maka masalah ini selesai," kata Sri Indarti kepada media.
Sri kembali menegaskan kalau laporannya ke Polda Riau ditujukan ke akun Instagram @AliansiMahasiswaPenggugat yang menyeret namanya dalam konten terkait pungutan Iuran Pengembangan Institusin (IPI) di lingkungan Unri. Setelah polisi bergerak melakukan penyelidikan, diketahui bahwa akun tersebut dibuat oleh mahasiswa Unri.
"Karena mahasiswa kita yang membuat akun tersebut, maka saya mencabut laporan ke polisi," terang rektor perempuan pertama Unri ini.
Sebelumnya, Rektor Unri Sri Indarti menjadi sorotan nasional terkait laporannya ke Polda Riau. Isu kriminalisasi terhadap mahasiswa bernama Khairiq Anhar pun mencuat. Khairiq sempat dipanggil dua kali oleh penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau atas laporan Sri Indarti.
Setelah kasus heboh, Sri Indarti menyebut dirinya tidak bermaksud melakukan kriminalisasi terhadap mahasiswanya sendiri. Ia juga membantah melakukan pembungkaman kebebasan menyampaikan pendapat.
Sri menyebut terkait kebijakan pembiayaan pendidikan dalam bentuk pungutan IPI dan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Unri tetap mengedepankan prinsip keadilan untuk menjamin hak masyarakat mendapat kesempatan memperoleh pendidikan yang layak.
"Saya tetap memberikan ruang-ruang untuk melakukan kritik, saran dan masukan terhadap kebijakan Iuran Pengembangan Institusi dan UKT," terang Sri Indarti dalam pernyataan tertulisnya akhir pekan lalu.
Laporan Rektor Unri di Polda Riau
Sebelumnya, mahasiswa Universitas Riau (Unri), Khairiq Anhar diperiksa polisi atas laporan Sri Indarti ke Polda Riau. Khairiq terancam dijerat pidana Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) lantaran membuat konten di Instagram berisi kritik atas kebijakan kampus yang menetapkan pungutan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang dinilai sangat memberatkan calon mahasiswa dari lapisan ekonomi bawah.
Khairiq mengaku siap bertanggung jawab dan menghadapi proses hukum yang tengah ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau. Ia menegaskan, apa yang dilakukannya bersama sejumlah rekannya adalah bentuk kritik atas kebijakan Rektor yang dikeluarkan secara sepihak dan berpotensi membebani orangtua yang hendak menguliahkan anaknya di Unri.
"Saya siap untuk menghadapi proses yang sedang berjalan. Karena saya bersama rekan-rekan hanya menyampaikan kritik yang justru direspon dengan laporan ke polisi. Biar publik yang akan menilai," kata Khairiq dalam perbincangan dengan SabangMerauke News, Kamis (2/5/2024) lalu.
Khairiq menjelaskan, sejumlah rekannya yang ikut dalam pembuatan konten video bukan berasal dari kalangan aktivis mahasiswa. Mereka justru merupakan mahasiswa Unri biasa yang kesehariannya hanya menimba ilmu di bangku perkuliahan.
"Sehingga, aksi moral yang kami lakukan adalah murni kritik atas kebijakan kampus. Bukan bertujuan politis, sama sekali rekan-rekan saya bukan dari kalangan aktivis, tapi terpanggil untuk bersuara," kata Khairiq.
Menurutnya, aksi moral yang didesain dalam bentuk konten digital tersebut bermula ketika Khairiq bersama rekan-rekannya mendengar terbitnya Keputusan Rektor Unri ikhwal penetapan besaran pungutan IPI. Dari situ muncul kegelisahan para mahasiswa karena merasa adik-adik tingkatnya (calon mahasiswa) akan diberatkan dengan adanya pungutan IPI yang besarnya mencapai puluhan juta rupiah.
Khairiq menjelaskan, pihak Rektorat Unri tidak pernah melakukan pemanggilan dalam rangka klarifikasi atas konten tersebut. Bahkan ia heran ketika mendengar bahwa tindakannya akan dibawa ke sidang etik kampus. Namun, ketika dirinya mendatangi panggilan sidang etik secara lisan, justru sidang etik tak digelar.
"Waktu saya datang, tapi justru sidang etiknya tak jadi dilaksanakan. Padahal saya ingin memberikan klarifikasi atas kritik kami tersebut," kata mahasiswa semester 8 Fakultas Pertanian Unri tersebut.
Perjuangan Khairiq bersama rekan-rekannya itu kini harus menemui tembok hukum Undang-undang ITE. Ironisnya, Khairiq mengaku tidak mendapat dukungan perhatian dari kalangan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unri.
"Saya sudah pernah sampaikan kepada mereka (BEM). Tapi, sampai saat ini belum ada respon," kata Khairiq.
Ia pun lantas berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk mendapatkan bantuan hukum dalam kasus yang sedang ia alami.
"Alhamdullilah, LBH mau memberikan pendampingan dan bantuan hukum untuk saya," kata Khairiq.
Konten Kritik di Instagram
Sebelumnya diwartakan, Rektor Universitas Riau (Unri), Prof Sri Indarti melaporkan seorang mahasiswa ke Polda Riau atas penyebaran konten di media sosial Instagram. Laporan tersebut diduga sebagai respon atas kritik sang mahasiswa terhadap kebijakan pungutan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang ditetapkan oleh Rektor Unri Sri Indarti pada 15 Februari 2024 silam.
Adapun mahasiswa yang dilaporkan oleh Profesor Sri Indarti bernama Khairiq Anhar. Khairiq merupakan mahasiswa semester 8 di Fakultas Pertanian Universitas Riau (Unri).
Laporan Sri Indarti ke Polda Riau dibuatnya pada 15 Maret 2024 lalu. Atas laporan tersebut, Khairiq mengaku sudah 2 kali dimintai keterangan oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Riau. Terakhir kali Khairiq dimintai keterangan oleh penyidik Polda Riau pada Kamis, 25 April 2024 lalu.
Berdasarkan surat pemanggilan tersebut, Polda Riau telah menerbitkan surat perintah penyelidikan nomor: SP.Lidik/132/IV/2024/Ditreskrimsus tertanggal 2 April 2024. Pemanggilan Khairiq dilakukan dalam kapasitas sebagai saksi.
Khairiq dituduh telah menyerang kehormatan Profesor Sri Indarti lewat unggahan konten di Instagram dari akun Aliansi Mahasiswa Penggugat. Sri Indarti mempersoalkan adanya narasi dalam konten video di Instagram yang menyebut 'Sri Indarti sebagai Broker Pendidikan Universitas Riau' yang menampilkan foto Sri Indarti di akhir tayangan video.
Atas laporan Profesor Sri Indarti tersebut, penyelidikan Polda Riau mengenakan Khairiq dengan Pasal 45 ayat (4) jo Pasal 27A Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pihak Rektorat Unri hingga saat berita ini pertama kali terbit dua pekan lalu, tak pernah memberikan klarifikasi atas aksi pelaporan hukum terhadap Khairiq ke Polda Riau. Humas Universitas Riau bernama Mukmin tidak merespon konfirmasi yang dilayangkan media ini. Saat dihubungi via WhatsApp, Mukmin juga tidak mengangkat ponselnya.
Kritik Mahasiswa Atas IPI
Konten yang diunggah Aliansi Mahasiswa Penggugat ini bermula dari penetapan tarif iuran pengembangan institusi (IPI) bagi mahasiswa baru Unri angkatan 2024 yang masuk melalui jalur mandiri. Kebijakan pungutan uang itu diterbitkan oleh Rektor Universitas Riau, Prof Sri Indarti melalui sepucuk surat keputusan bernomor: 496/UN19/KPT/2024 tentang Penetapan Iuran Pengembangan Institusi pada Program Studi di Lingkungan Universitas Riau. Sri menandatangani SK tersebut pada 15 Februari 2024 silam.
"luran Pengembangan Institusi adalah biaya yang dikenakan kepada mahasiswa sebagai kontribusi untuk pengembangan perguruan tinggi," demikian bunyi bagian awal SK tersebut.
Adapun besaran tarif IPI bervariasi pada setiap program studi yang ada di Unri, dimulai dari Rp 10 juta. Untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran, besaran IPI sebesar Rp 115 juta.
Beberapa hari usai terbitnya SK Rektor Unri tersebut, Khariq beserta sejumlah mahasiswa menggelar aksi protes. Mereka menolak penetapan IPI dengan alasan tidak ada sosialisasi lebih awal ke kalangan mahasiswa. Lagipula, penetapan IPI tersebut sangat memberatkan calon mahasiswa.
Aksi Khairiq beserta rekan-rekannya diunggah dalam konten video ke akun Instagram. Terdapat narasi yang menyebut 'Sri Indarti Broker Pendidikan Universitas Riau' dalam konten yang viral tersebut.
"Iuran Pengembangan Institusi (IPI) tersebut sangat memberatkan calon mahasiswa yang harus membayar sejumlah uang untuk masuk lewat jalur mandiri. Kami menyuarakan kritik agar kebijakan Rektor Unri tersebut ditinjau ulang. Jadi ini murni suara mahasiswa yang keberatan dengan IPI," terang Khairiq.
IPI Dikritik Calon Mahasiswa
Langkah Rektor Unri yang menetapkan tarif IPI tersebut direspon negatif oleh kalangan calon mahasiswa. Ketua Forum OSIS Pekanbaru, Ofid mengungkapkan keberatannya terhadap tarif iuran bagi mahasiswa jalur mandiri Universitas Riau.
Dia mengaku kecewa dengan besarnya tarif iuran tersebut. Padahal Universitas Riau menjadi harapan terbesar pelajar di Provinsi Riau untuk melanjutkan jenjang pendidikan tinggi.
“Sebagai calon mahasiswa yang tinggal di Provinsi Riau, saya sedih dan kecewa. Unri sebagai universitas yang top di provinsi Riau seharusnya menjadi harapan terbesar kami untuk melanjutkan studi perguruan tinggi, tapi malah harus membayar iuran pengembangan yang sangat besar nominalnya,” kata Ofid.
Ofid menerangkan, tidak semua orang tua calon mahasiswa berlatar belakang ekonomi yang baik. Mereka punya keterbatasan secara materi.
“Karena keterbatasan ekonomi, maka terbatas juga kesempatan kami untuk memilih program studi di universitas yang akan kami tempuh. Hilang sudah mimpi kami untuk masuk ke kampus impian. Mimpi kami dibatasi oleh iuran pengembangan institusi,” keluh Ofid.
Ofid merasa kasihan dengan calon mahasiswa yang ingin berkuliah, namun harus membayar biaya dengan jumlah yang besar.
“Kalau berbicara sebagai pimpinan forum OSIS mewakili teman-teman pasti keberatan, banyak teman-teman yang berharap bisa berkuliah di universitas-universitas yang sesuai dengan kemampuan orang tua mereka," kata Ofid.
Dasar Penetapan IPI
Rektor Sri Indarti menjadikan sejumlah peraturan perundang-undangan sebagai konsideran SK yang diterbitkan tentang besaran Iuran Pengembangan Institusi (IPI) di lingkungan Unri. Di antaranya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Selain itu juga dicantumkan konsideran Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021 tentang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2024 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, Teknologi.
Termasuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.05/2020 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 33/KMK/2010 tentang Penetapan Universitas Riau sebagai Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Dalam SK tersebut, Rektor Sri menetapkan kalau luran Pengembangan Institusi tidak digunakan untuk penentuan penerimaan atau kelulusan mahasiswa.
"Iuran Pengembangan Institusi diberlakukan bagi mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri dan dapat mulai dibayarkan sejak pengumuman kelulusan seleksi penerimaan mahasiswa baru," demikian bunyi diktum keputusan Rektor Unri tersebut.
SK Rektor tersebut juga membuka kemungkinan bagi mahasiswa untuk mengajukan permohonan keringanan luran Pengembangan Institusi. Keringanan dapat berupa pembebasan luran Pengembangan Institusi, pengurangan luran Pengembangan Institusi dan/atau pembayaran secara mengangsur.
"Keputusan Rektor ini berlaku untuk penerimaan mahasiswa mulai tahun akademik 2024/2025," demikian bunyi diktum penutup SK tersebut.
Berikut daftar rincian Iuran Pengembangan Institusi di lingkungan Universitas Riau:
Pendidikan Dokter S1: Rp. 115.000.000,
Manajemen S1: Rp 25.000.000,-
Akuntansi S1: Rp 25.000.000,-
Ilmu Hukum S1: Rp 10.000.000,-
Ilmu Komunikasi S1: Rp 15.000.000,
Administrasi Bisnis S1: Rp 10.000.000,-
Administrasi Publik S1: Rp 10.000.000,-
Ilmu Pemerintahan S1: Rp 10.000.000,
Pendidikan Guru Sekolah Dasar S1: Rp 15.000.000,-
Bimbingan Konseling S1: Rp 10.000.000,
Keperawatan S1: Rp 25.000.000,-
Sistem Informasi S1: Rp 20.000.000,-
Statistika S1: Rp 15.000.000,-
Agribisnis S1: Rp 20.000.000,-
Teknologi Industri Pertanian S1: Rp 10.000.000,
Teknik Informatika S1: Rp 25.000.000,-
Teknik Mesin S1: Rp 20.000.000,-
Teknik Lingkungan S1: Rp 20.000.000,-
Teknik Sipil S1: Rp 20.000.000,-
Teknik Kimia S1: Rp 20.000.000,-
Teknik Arsitektur S1: Rp 20.000.000,-. (R-03)