Saksi Sebut Rekam Jejak Terdakwa Petrus Edy Susanto Baik, Pernah Terima Penghargaan dari PT Wijaya Karya
SabangMerauke News, Pekanbaru - Dua orang petinggi PT Wijaya Kerja (Wika) diperiksa sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi pembangunan jalan lingkar Pulau Bengkalis di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (9/3/2022) kemarin. Keduanya yakni Dewan Direksi PT Wika-Sumindo joint operation bernama Adhyasa Yutono dan seorang lainnya yakni Dwi Prakoso.
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim diketuai Dr Dahlan SH, MH, saksi Adhyasa menyatakan proyek jalan lingkar Pulau Bengkalis yang dibiayai APBD Bengkalis tahun jamak 2013-2015 telah diserahterimakan secara total (100 persen) kepada Pemkab Bengkalis melalui Dinas Pekerjaan Umum. Tidak ditemukan adanya deviasi dan pencurian spesifikasi pekerjaan sesuai dengan bestek proyek.
Diakui, dari proyek senilai Rp 395 miliar dari pagu anggaran Rp 429 miliar tersebut, PT Wika mendapat keuntungan sebesar Rp 8 miliar. Hal tersebut merupakan pendapatan korporasi dalam menjalankan bisnis konstruksi, sama ketika halnya perusahaan BUMN itu menggarap proyek lainnya.
Adhyasa menjelaskan, PT Wika sebelumnya pernah melakukan kerjasama operasi dengan PT Cemerlang Samudera Kotrindo (CSK), dimana terdakwa Petrus Edy Susanto merupakan direktur utamanya. Menurutnya, PT CSK selama bekerja sama dengan PT Wika memiliki rekam jejak yang baik dan hubungan kerjasama terjalin dengan harmonis tanpa pernah adanya terjadi persoalan.
Kedua perusahaan yakni PT Wika-PT CSK pernah secara bersama menggarap proyek instalasi PDAM di Bandara Internasional Kualanamo, Sumut. Bahkan, Petrus Edy Susanto mendapat penghargaan terbaik sebagai perusahaan mitra (joint operation) dengan PT Wika di wilayah Sumatera Utara.
PT CSK tidak pernah di-blacklist sebagai kontraktor maupun di dunia perbankan. Atas pertimbangan tersebut, PT Wika bersedia menjalin kemitraan dengan PT CSK dibawa kepemimpinan Petrus Edy Susanto.
Dalam proyek jalan lingkar Pulau Bengkalis, Petrus Edy mengajak mitranya PT Sumindo (pinjam bendera perusahaaan) untuk menggarap proyek tersebut. Untuk merealisasikannya, PT Sumindo lantas menjalin KSO dengan PT Wika yang pada tanggal 8 Januari 2013 perjanjian kemitraan pun ditandatangani.
Yakubus Welianto SH, MHum selaku kuasa hukum Petrus Edy Susanto menjelaskan, dalam proyek jalan lingkar Pulau Bengkalis tersebut, justru PT Wika-Sumindo telah membangun jalan sepanjang 36,6 kilometer. Padahal, sebenarnya panjang jalan yang dibangun hanyalah 32 kilometer. Pengerjaan tersebut dilakukan dalam waktu yang sama.
"Sebenarnya, negara telah diuntungkan miliaran rupiah. Karena kontraktor dengan kinerja dan pengalaman yang baik, mampu membangun jalan sepanjang 36,6 kilometer dari 32 kilometer yang direncanakan. Sepantasnya mendapat apresiasi dan penghargaan dari negara. Namun, justru kontraktor telah dikriminalisasi dan menjadi pesakitan di persidangan," kata Welianto, Kamis (10/3/2022).
Welianto menerangkan, itikad baik dari kontraktor telah ditunjukkan dengan mengubah harga pancang tiang beton. Dimana dalam kontrak tertuang Rp 460 ribu, namun atas niat baik kontraktor menyesuaikan dengan harga riil sebesar Rp 330 ribu. Dengan penyesuaian harga itu, kata Welianto negara telah diuntungkan sebesar Rp 2 miliar berdasarkan addendum I.
"Dengan demikian sebenarnya tidak ada niat jahat (mensrea) dari kontraktor untuk membobol uang negara. Justru melakukan efisiensi keuangan negara dan telah membangun lebih panjang jalan tersebut. Hasilnya bahkan telah dinikmati masyarakat selama 7 tahun sejak proyek diserahterimakan. Tapi, justru kontraktor mendapat perlakuan hukum yang mengerikan yang kami nilai tidak adil," tegas Welianto. (*)