Resume Medis Kematian 'Janggal' Bayi VAN di RSUD Arifin Achmad Resmi Diterima, Kuasa Hukum Keluarga Ungkap Dugaan Kelalaian
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Tim Kuasa Hukum keluarga bayi VAN yang meninggal dunia di RSUD Arifin Achmad, akhirnya menerima resume medis dari manajemen rumah sakit milik Pemprov Riau tersebut. Dokumen medis tersebut diserahkan pada Rabu (8/5/2024) lalu.
Tim Kuasa Hukum keluarga bayi Van dari Law Firm Bellator, Dian Wahyuni menyatakan, hasil laboratorium pemeriksaan darah telah dikeluarkan pihak RSUD AA pada 5 Maret 2024, dimana saat itu bayi VAN masih berada di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Ia menilai, hasil laboratorium saat itu menyatakan bahwa sel darah putih bayi VAN tinggi, trombosit tinggi, dan memang beresiko sepsis.
"Hasil laboratotium pemeriksaan darah yang di keluarkan pada 5 Maret 2024, pada saat korban masih berada di IGD RSUD AA, jelas menyatakan bahwa sel darah putih bayi VAN tinggi, trombosit juga tinggi, dan resikonya memang sepsis," ujar Dian, Jumat (10/5/2024).
Dian yang juga Ketua Tim Reaksi Cepat (TRC) Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Provinsi Riau menyayangkan petugas ataupun dokter yang bertugas saat itu membuat bayi VAN menunggu lama di IGD hingga 16 jam.
"Petugas ataupun dokter yang merekomendasikan cek darah untuk dilakukan pemeriksaan di laboratorium padahal sudah tahu sel darah putih pasien bayi VAN tinggi, kenapa ditunggu begitu lama di IGD sampai 16 jam menunggu, kenapa tidak dimasukkan ke ruangan intensif," tegas Dian.
Ahli hukum kesehatan ini berpendapat, setelah melihat hasil laboratorium, mestinya saat itu harus cepat mendapatkan tindakan kedokteran untuk mencegah sepsis pada bayi VAN.
"Kenapa harus menunggu lama lama untuk konsul ke dokter spesialis anak? Jadi kalau belum dikonsulkan ke dokter spesialis anak atau dokter anaknya berhalangan atau HP-nya tidak bisa dihubungi karena gangguan jaringan atau hal yang lain, apakah bayi VAN di IGD terus?" beber Dian.
Kondisi tersebut membuat Dian bertanya tentang kewenangan dokter umum yang bertugas di IGD rumah sakit.
"Mereka pasti paham dengan leokosit tinggi seperti itu pasti ada resiko sepsis. Kalau sepsis itu menurut pendapat saya dan sesuai pengalaman saya, kuat kemungkinan pasti akan terjadi gagal nafas, bahkan sampai terjadi gagal jantung dan meninggal," tutup Dian.
Cekcok dengan Kuasa Hukum
Sebelumnya diwartakan, usai dilaporkan ke Polda Riau, manajemen RSUD Arifin Achmad milik Pemprov Riau berkunjung ke rumah orangtua bayi berumur 1 bulan VAN yang meninggal dunia diduga karena kelalaian penanganan medis dan pemberian obat. Namun, kunjungan yang dipimpin langsung Direktur RSUD Arifin Achmad Wan Fajriatul Mamnunah itu, berujung adu mulut dengan kuasa hukum orangtua bayi VAN Dian Wahyuni.
Kedatangan Wan Fajriatul dilakukan pada Jumat (5/4/2024) di kediaman orangtua bayi di Jalan Rokan, Kelurahan Tanjung Rhu, Kecamatan Limapuluh. Wan didampingi Wakil Direktur Bidang Medik Keperawatan Annisa Indrasari serta Kepala Bidang Pelayanan Medik Widodo tiba membawa bingkisan makanan. Mereka datang menggunakan dua mobil.
Dari pantauan SabangMerauke News, situasi di kediaman BA, orangtua bayi VAN awalnya terpantau baik-baik saja. Para petinggi rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Riau tersebut masuk ke dalam rumah BA, bersalaman-salaman dan memperkenalkan diri.
BA memulai percakapan di hadapan Wan Fajriatul dengan menyampaikan keluh kesahnya terkait hal apa yang ia rasakan di RSUD Arifin Achmad. Ia mempertanyakan standar pelayanan, penyebab kematian bayinya. BA juga mempertanyakan dirinya dibentak serta diancam akan usir oleh oknum dokter rumah sakit, datang kembali ke RSUD mempertanyakan penyebab kematian bayinya. Termasuk permintaan rekam medis bayi VAN yang hingga kini tak kunjung diberikan pihak rumah sakit.
Setelah mendengar langsung dari BA, Wan Fajriatul hanya merespon bahwa rumah sakit yang ia pimpin memiliki prosedur. Ia mengklaim kasus meninggalnya bayi VAN sudah dilalukan sesuai tahapan penanganannya.
"Di rumah sakit ada prosedur. Kami sudah melakukan sesuai tahapannya," ujar Wan Fajriatul.
Kata Wan Fajriatul, pihaknya tidak berniat menzolimi ataupun menganiaya pasien.
"Tidak ada niat untuk membuat pasien meninggal dan tidak ada niat untuk menelantarkan pasien," kata Wan.
Wan sempat menjelaskan bahwa kedatangannya adalah untuk silaturahmi kepada keluarga BA, apalagi momentum Lebaran sudah dekat.
"Niat kami tadinya mau silaturahmi dulu, karena mau menyambut lebaran, niat kita niat baik," ujar Wan.
Ketegangan muncul di saat Wan Fajriatul, melontarkan dirinta tidak ingin ada pihak lain dalam pertemuan tersebut. Bahkan Wan menegaskan jika BA memakai pihak luar, ia juga akan membawa pengacara.
"Saya itu maunya tidak menggunakan pihak-pihak luar, ya Pak. Karena kami kalau mau pakai pihak luar pun, kami tadi juga mau bawa pengacara juga," tegas Wan.
Ketegangan menjadi pecah setelah Wan Fajriatul menyebut nama kuasa hukum BA, Dian Wahyuni. Wan mengatakan bahwa dia tidak ada urusan dengan Dian dan meminta Dian untuk tidak merekam pembicaraannya.
"Kak Dian jangan direkam-rekam, ya Kak Dian. Maaflah Kak Dian, saya gak ada urusan sama Kak Dian, Maaflah Kak Dian," ujar Wan.
Dian Wahyuni sempat merespons tudingan Wan Fajriatul, hingga terjadi cekcok dan saling berbantah antara Dian Wahyuni dengan para petinggi RSUD Arifin Achmad tersebut.
"Kami tunggu di rumah sakit, ya Pak," ujar Wan sambil berlalu meninggalkan kediaman BA.
Sementara itu, BA menyebut kedatangan para petinggi RSUD Arifin Achmad tersebut untuk silaturahmi. Namun ia menyatakan, sebelum dirinya membuat laporan ke Polda Riau, manajemen RSUD Arifin Achmad tidak ada melakukan silaturahmi.
"Sebelum saya buat laporan tidak ada silaturahmi seperti ini," tegas BA.
Laporan ke Polda Riau
Sebelumnya diwartakan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad dilaporkan ke Polda Riau buntut meninggalnya VAN, bayi usia 1 bulan yang diduga karena kelalaian penanganan medis. Laporan disampaikan oleh BA, ayah bayi VAN didampingi penasihat hukumnya Ali Akbar Siregar, SH, Jumat (29/3/2024) lalu.
Adapun laporan polisi (LP) tersebut diterima langsung oleh petugas piket Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Riau dengan nomor: LP/B/93/III/2024/SPKT/POLDA RIAU.
"Hari ini saya mendampingi BA, orang tua bayi VAN untuk melaporkan RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau ke Mapolda Riau," ujar Ali Akbar kepada SabangMerauke News di halaman Mapolda Riau, Jumat pekan lalu.
Pelaporan hukum ini berlangsung hanya beberapa saat usai manajemen RSUD Arifin Achmad mendapatkan penghargaan dari Penjabat (Pj) Gubernur Riau, SF Hariyanto sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau dalam kategori kualitas tertinggi kepatuhan penyelenggara pelayanan publik pemerintah daerah 2023.
Ali Akbar mengatakan, dirinya mendampingi BA orang tua bayi VAN untuk melaporkan RSUD Arifin Achmad atas dugaan kelalaian yang dilakukan pihak rumah sakit milik Pemprov Riau tersebut, diduga menyebabkan bayi VAN meninggal dunia pada Kamis (7/3/2024) silam.
Ia menerangkan, laporan berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 359 KUHP yang berbunyi "Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun penjara".
Selain itu, pelaporan juga terkait dugaan pelanggaran Pasal 276 Huruf C Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan yang berbunyi "Pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, standar profesi, dan pelayanan yang bermutu".
"Kami sudah laporkan dugaan kelalaian ini, selanjutnya kepolisian yang akan bekerja mengungkap kasus ini. Kami akan terus mengawal hingga tuntas," tegas Ali.
Desakan FPPMM Pekanbaru
FPPMM Pekanbaru telah mendesak manajemen RSUD Arifin Achmad milik Pemprov Riau membeberkan secara bertanggung jawab dan transparan penyebab VAN, bayi berumur 1 bulan meninggal dunia pada Kamis (7/3/2023) lalu.
Sejak peristiwa terjadi dua pekan lalu, hingga kini pihak rumah sakit dinilai tak memberikan penjelasan yang rasional dan memadai atas penyebab kematian VAN yang diduga karena kesalahan obat dan penanganan medis.
Sementara, manajemen RSUD Arifin Achmad dalam klarifikasinya hanya menyebut petugas medis sudah bekerja sesuai SOP dan tidak ada kesalahan dalam pemberian obat kepada bayi VAN. Namun, penjelasan rumah sakit tidak bisa diterima oleh BA, orangtua bayi VAN.
Ketua Forum Pemuda Peduli Masyarakat Miskin (FPPMM) Agus Riano Putra menilai, dari pengumpulan informasi yang dilakukan pihaknya, banyak hal yang tidak transparan dikemukakan RSUD Arifin Achmad dalam penanganan bayi VAN. Hal yang paling krusial yakni pemberian obat yang tidak direkomendasikan untuk bayi. Selain itu, pihaknya juga menyoroti penanganan yang dilakukan tim medis sebelum bayi VAN meninggal dunia.
FPPMM mempertanyakan penjelasan Wakil Direktur RSUD Arifin Achmad Annisa Indrasari yang menyebut petugas RSUD bekerja sesuai SOP dan tidak ada kesalahan dalam pemberian obat.
"Itu kan bahasa teori dia saja, kenapa dia tidak jelaskan penyebab utama kematian? Kenapa tidak jelaskan soal obat? Bagaimana mungkin pasien masuk dengan keluhan utama sakit mata, tapi tidak dilayani dokter spesialis mata sejak masuk rumah sakit hingga meninggal dunia? Ini masih satu soal yang yang harus dijawab. Apakah kondisi seperti itu yang disebut oleh dia (Annisa) sesuai SOP,? tanya Agus Riano.
Keluarga Bayi Tak Puas
Sebelumnya, pihak keluarga bayi usia 1 bulan yang meninggal dunia di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau membantah klarifikasi dari manajemen rumah sakit soal kematian sang bayi. Pihak keluarga pun menyatakan bersedia jika jenazah bayi dilakukan autopsi untuk memastikan penyebab bayi VAN yang diduga karena kesalahan penggunaan obat dan dugaan penundaan penanganan medis.
"Untuk membuktikannya, kami siap untuk dilakukan autopsi. Hanya dengan autopsi dapat diketahui apa penyebab anak kami meninggal dunia," kata BA, orang tua bayi VAN kepada SabangMerauke News, Senin (18/3/2024).
BA curiga dengan tanda-tanda fisik pada bayinya saat meninggal dunia. Dimana keadaan wajahnya menghitam dan perut membesar hingga pusat perut menonjol ke atas.
Keanehan lainnya yakni terjadi kenaikan berat badan yang cukup fantastis, sebelumnya hanya 2,7 kilogram namun saat meninggal menjadi 3,1 kilogram.
BA juga membantah penjelasan RSUD Arifin Ahmad yang menyebut kalau ibu bayi VAN memberikan susu dalam keadaan terbaring. Menurut BA, pemberian susu dilakukan dalam posisi bayi digendong duduk oleh istrinya.
Menurut BA, bayi VAN saat masuk ruang IGD kesadarannya tidak lemah. Ia mengaku bayi VAN awalnya dalam keadaan demam, namun saat dibawa ke puskesmas sebelum masuk rumah sakit, sudah mulai menurun.
BA mengeluhkan soal dugaan belum adanya tindakan terhadap kondisi mata bayi VAN yang meninggal dunia. Kondisi mata VAN masih bengkak namun diduga belum mendapat tindakan medis.
Menurut BA, tidak mungkin pihaknya melarang pemberian obat sesuai yang disarankan oleh tim medis. Sebagai orang awam, mereka sama sekali tidak mengetahui jenis dan tata cara pemberian obat.
"Kan tidak mungkin kami bilang jangan dikasih obat ini jangan kasih obat itu. Kami tidak tahu tentang obat-obatan. Saya rasa siapapun yang dirawat di rumah sakit pasti akan menyerahkan sepenuhnya kepada dokter di rumah sakit," jelas BA.
Penjelasan RSUD Arifin Achmad
Wakil Direktur Medik dan Perawatan RSUD Arifin Achmad, Annisa Indrasari menyatakan kematian bayi VAN di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau bukan disebabkan oleh kelalaian dalam pelayanan. Menurutnya, VAN masuk ke ruang IGD pada tanggal 5 Maret 2024 sekitar pukul 21.00 WIB dan keesokan harinya dipindahkan ke ruang Anggrek 1. Dari asesmen perawat pagi, menurutnya VAN sudah mengalami demam selama dua hari.
"Mata sebelah kanan pasien merah dan membengkak serta kesadarannya juga lemah. Dan akan dikonsultasikan ke dokter spesialis mata," jelas Annisa.
Pada hari yang sama, sekitar pukul 16.00 WIB, keluarga pasien mengeluhkan bahwa mata anaknya semakin merah.
"VAN semakin rewel dan di situ perawat langsung menghubungi dokter anak. Setelah menghubungi dokter tersebut, keluarga korban dianjurkan untuk memberikan kompres mata menggunakan NACL serta memberikan resep obatnya. Perawat juga mengatakan bahwa resep obat yang diberikan berguna untuk mengurangi nyeri pada mata anak," tambahnya.
Pada tanggal 7 Maret 2024 sekitar pukul 08.00 WIB, dari pergantian shift malam, menurut Annisa kesadaran pasien cukup bagus. Setelah itu, dokter spesialis anak akan merencanakan untuk melakukan konsultasi gizi dan konsultasi mata.
Namun, kata Annisa,, dalam waktu 40 menit sekitar pukul 10.30 WIB, orang tua melaporkan kepada perawat bahwa VAN tidak sadarkan diri.
"Pada saat dilakukan RJP tampak keluar susu dari hidung. Dan dokter bertanya kepada ibu pasien apakah anak baru diberikan susu sebelumnya. Dan ibu pasien mengatakan dirinya baru memberikan susu kepada VAN dalam posisi berbaring dan sekitar pukul 11.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia di hadapan keluarga," terangnya.
Annisa membantah telah terjadi malpraktik atas kematian VAN.
"Semua prosedur dilakukan sesuai dengan SOP dan berdasarkan persetujuan dari pihak pasien. Tidak ada kesalahan dalam pemberian obat atau resep seperti yang diduga oleh keluarga pasien. Semua proses dilakukan dengan koordinasi yang baik dan tidak hanya berdasarkan keputusan dari satu dokter saja," terang Annisa.
Kronologi Versi Orangtua Bayi
Sebelumnya diwartakan, seorang bayi berusia 1 bulan, VAN meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Provinsi Riau. Orangtua bayi mungil tersebut menilai kematian sang anak akibat dugaan kesalahan penanganan medis, utamanya dugaan salah obat.
BA, orangtua bayi VAN menuturkan anaknya dinyatakan meninggal dunia oleh pihak rumah sakit pada Kamis (7/3/2024) lalu.
BA menceritakan, VAN pada Senin (4/3/2024) mengalami demam ringan dan mata sebelah kanannya gatal-gatal. Keesokan harinya, tepatnya Selasa (5/3/2024) malam, VAN dibawa ke klinik dokter anak karena kondisi matanya sudah mulai membengkak. Namun, karena keterbatasan alat, oleh dokter anak di klinik tersebut, BA diarahkan membawa VAN ke RSUD Arifin Achmad.
"Kemudian saya bersama istri dan anak saya malam itu juga langsung ke RSUD Arifin Achmad," ujar BA kepada SabangMerauke News, Kamis (14/3/2024).
Bayi VAN tiba di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Arifin Achmad sekitar pukul 9 malam. Sejam kemudian, setelah diobservasi dokter, VAN dipasang infus.
Menurut BA, terhitung hingga jam 4 subuh, sudah beberapa dokter secara bergantian memeriksa VAN. Ia heran hasil diagnosa awal dari tiap dokter yang memeriksa justru berbeda-beda.
"Diagnosa dokternya berbeda-beda. Katanya kena gigit hewanlah. Kemudian ganti dokter lagi katanya herves. Terakhir kata dokternya ada bekas luka jadi kena keringat," ujar BA.
Esok harinya, Rabu (6/3/2024) sore, akhirnya bayi VAN mendapatkan kamar rawat inap, setelah 18 jam lebih berada di IGD menunggu mendapatkan kamar rawat inap. Kata BA, infus masih terpasang pada bayi VAN.
Menurut BA, sore itu pihak tenaga medis menyebut kalau dokter yang ready bertugas hanya dokter umum, sementara dokter spesialis anak sudah pulang.
"Besok aja ke poli anak," tutur BA orang tua bayi menirukan ucapan dokter umum yang berbicara kepada dirinya.
BA menjelaskan, sekitar pukul 4 sore, perawat RSUD masuk ke kamar menemui dirinya untuk memberikan resep obat dari dokter. Perawat tersebut menyarankan BA membeli obat di apotek RSUD Arifin Achmad. Namun ternyata stok obat yang diberikan perawat itu habis di apotek rumah sakit.
Karena obat yang diberikan perawat habis di apotek rumah sakit, sang perawat tersebut mengarahkan BA untuk mencari di apotek umum di luar rumah sakit. BA lantas membeli obat dari salah satu apotek ternama di Pekanbaru.
Tiba di rumah sakit, BA menyerahkan obat yang dibelinya kepada perawat. Namun, perawat tersebut justru memberi petunjuk kepada BA cara pemberian obat untuk VAN.
"Perawat langsung mengambil alat suntik tanpa jarum dan mempraktekkan kepada saya cara pemberian obat. Dosisnya 1,7 cc, diminum 4 kali sehari dengan cara disuntikan ke mulut bayi," kata BA.
"Jadwal minum obat yang disarankan perawat yakni pukul 18.00 WIB, pukul 24.00 WIB, pukul 06.00 WIB dan pukul 12.00 WIB," cerita BA.
Namun, bukannya membaik dan sembuh, keesokan harinya, Kamis (7/3/2024), bayi VAN meninggal dunia di ruang rawat inap rumah sakit.
BA menduga, kematian bayinya VAN diduga akibat pemberian obat tersebut. Soalnya, belakangan diketahui pada kotak kemasan, obat yang diberikan tertulis untuk anak berusia 1 tahun ke atas. Sementara, bayi VAN baru berumur 1 bulan 7 hari.
"Kami menduga (kematian) ini karena faktor obat dan adanya dugaan kesalahan penanganan medis," kata BA. (R-03)