Sudarso, General Manager PT Adimulia Agrolestari Penyuap Bupati Kuansing Andi Putra Dituntut 3 Tahun Penjara
SabangMerauke News, Pekanbaru - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Sudarso, penyuap Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra hukuman 3 tahun penjara. Sudarso yang merupakan General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA) juga dituntut pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan penjara.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara dikurangi masa penahanan," kata jaksa KPK, Meyer Simanjuntak saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (10/3/2022).
BERITA TERKAIT: Komisaris PT Adimulia Agrolestari Akui Ada Pemberian Uang untuk Kakanwil BPN Riau, Sebut Pakai Duit 150 Ribu Dollar Singapura
Jaksa KPK dalam tuntutannya meyakini Sudarso telah melakukan penyuapan kepada Andi Putra dalam kaitannya dengan perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) PT AA sebesar Rp 500 juta. Fakta persidangan mengungkap uang diberikan pada 27 September 2021 lalu lewat Deli Iswanto alias Muncak yang merupakan sopir Andi Putra. Dua hari kemudian uang berpindah tangan ke Andi Putra setelah sebelumnya uang sempat disimpan oleh pengawas kebun sawitnya bernama Andri alias Aan.
Pemberian uang tersebut diduga sebagai kompensasi dari akan diterbitkannya surat rekomendasi tidak keberatan dari Pemkab Kuansing kalau kebun KKPA (plasma) PT AA yang akan diperpanjang HGU-nya, dibangun di wilayah Kabupaten Kampar. Surat pengajuan permohonan rekomendasi tersebut sebelumnya sudah diberikan oleh manajemen PT AA ke Pemkab Kuansing.
Sudarso dituntut dengan pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Sebelumnya, jaksa KPK mendakwanya melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
KPK menangkap Sudarso pada 18 Oktober 2021 lalu, usai mendatangi rumah kediaman Andi Putra di Kuansing saat membicarakan tindak lanjut permohonan surat rekomendasi tersebut.
Sementara, Andi Putra pada malam harinya diminta penyidik KPK untuk datang ke Polda Riau. Keesokan harinya, Sudarso dan Andi Putra ditetapkan sebagai tersangka pemberi dan penerima suap, lalu ditahan.
Pengakuan Sudarso
Berkali-kali Sudarso mengelak soal pemberian uang sebesar Rp 500 juta kepada Bupati Kuansing non-aktif, Andi Putra terkait dengan pengurusan izin perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (AA). General Manager PT AA yang menjadi terdakwa suap itu terus bersilat lidah. Awalnya, ia bersikukuh menyebut uang setengah miliar itu sebagai pinjaman, karena Andi Putra sedang butuh uang.
Tapi, saat diperiksa sebagai terdakwa, Sudarso akhirnya tak bisa mengelak lagi. Ketua majelis hakim, Dr Dahlan SH, MH terus mencecarnya soal motif pemberian uang itu. Sudarso menjawab dengan nada suara sedikit tertawa dan muka senyum.
BERITA TERKAIT: Drama Bupati Kuansing Andi Putra Dibuntuti KPK dari Rumah hingga ke Masjid: Ganti Plat Mobil Palsu dan Ditelepon Istri Agar Datang ke Polda Riau
Sudarso mengaku sulit untuk mengungkapkan soal uang tersebut. Menurutnya, tak enak kalau sebagai perusahaan menolak permintaan seorang pemimpin daerah. Apalagi, perusahaan pasti akan selalu berhubungan dan punya urusan dengan pemda.
"Sulit saya menerjemahkannya, Yang Mulia. Tapi, saat itu dibilang meminjam," kata Sudarso di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (4/3/2022) lalu.
Hakim Dahlan tak mau hilang fokus untuk mengorek fakta intinya.
"Kok sulit menerjemahkan. Kita ini kan bersidang pakai Bahasa Indonesia, bukan Bahasa Inggris. Jadi, gak perlu diterjemahkan lagi. Jujur ajalah, karena itu akan menjadi pertimbangan bagi terdakwa nanti," kata Dahlan yang juga merupakan Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Sudarso masih terus menggunakan kalimat bersayap menjawab pertanyaan hakim Dahlan. Ia bersikukuh masih menyebut uang Rp 500 juta itu sebagai pinjaman. Awalnya, kata Sudarso kalau Andi Putra meminta pinjaman Rp 1,5 miliar. Namun, setelah dibicarakan dengan Komisaris PT AA, Frank Wijaya, perusahaan hanya memberi Rp 500 juta lebih dulu.
"Kalau itu pinjaman, apa ada perjanjian utang piutangnya? Kapan dikembalikan? Apa sudah pernah terdakwa tagih utangnya. Uang Rp 500 juta itu gak kecil, gak mungkin kalau itu pinjaman, tapi gak kalian tagih. Apalagi gak pakai surat perjanjian dan pernyataan pinjaman," kata hakim Dahlan lagi.
Dahlan juga mempertanyakan apakah motif pemberian uang itu berkaitan dengan urusan perusahaan dan pertimbangan uang diberi agar berdampak pada sesuatu yang diharapkan perusahaan.
"Apa yang kalian harapkan dengan memberi uang itu? Apakah terkait dengan urusan perpanjangan HGU?" tanya Dahlan lagi.
Sudarso pun akhirnya tak bisa mengelak lagi. Ia mengakui kalau dengan pemberian uang itu urusan perusahaan akan bisa lancar.
"Nah, berarti kan ada sesuatu yang kalian harapkan dengan pemberian uang Rp 500 juta itu. Begitu, kan?" tanya Dahlan mempertegas.
"Iya, Yang Mulia. Kami sebenarnya keberatan soal uang itu," kata Sudarso.
Ikhwal adanya pemberian uang sebesar Rp 500 juta kepada Andi Putra, juga dibeberkan dalam persidangan, Kamis pekan lalu. Saat itu, Deli Iswanto yang adalah sopir Andi Putra, diperintahkan Andi Putra untuk menjemput uang dari rumah kediaman Sudarso di Pekanbaru.
Penjemputan uang dilakukan pada 27 September 2021 lalu. Setelah uang diterima dari Sudarso, ternyata Andi Putra memerintahkan agar uang disimpan ke pengawas kebun sawitnya bernama Andri alias Aan yang tinggal di Jake, Kuansing. Dua hari kemudian yakni 29 September, uang berpindah tangan ke Andi Putra yang pada malam saat hujan deras mendatangi rumah Andri.
Jaksa KPK, Meyer Simanjuntak menyatakan kalau pihaknya berdasarkan bukti dan petunjuk hakulyakin uang sebesar Rp 500 juta itu bukanlah pinjaman. Melainkan dugaan suap dalam pengurusan perpanjangan HGU PT AA yang kebunnya sebagian berlokasi di Kabupaten Kuansing.
Hal tersebut kata Meyer, terkait dengan permintaan PT AA agar Bupati Andi Putra menerbitkan semacam surat tidak keberatan (rekomendasi) kalau kebun plasma (KKPA) berada di Kabupaten Kampar. Surat itu dibutuhkan sebagai salah satu syarat perpanjangan HGU setelah pelaksanaan rapat Panitia B dan Kanwil BPN Riau di Hotel Prime Park, Pekanbaru.
"Jika kita runut, timeline-nya sangat konsisten. Antara pemberian uang dengan permohonan surat itu. Sangat tidak masuk akal kalau uang itu adalah pinjaman karena saudara Andi Putra butuh uang cepat. Kalau butuh uang cepat, kok uangnya diambil setelah dua hari pasca-penyerahan?" kata Meyer Simanjuntak, pekan lalu.
Andi Putra yang juga menjadi tersangka penerima suap, juga sudah diperiksa dalam sidang pekan lalu. Namun, ia bersikukuh kalau uang tersebut merupakan pinjaman.
Setali tiga uang, Komisaris PT AA yang aktif berkomunikasi dengan Sudarso soal urusan uang, Frank Wijaya juga beralasan kalau uang Rp 500 juta kepada Andi Putra adalah pinjaman.
"Saat itu saudara terdakwa (Sudarso, red) bilang ke saya kalau Bupati (Andi Putra) lagi ada masalah keuangan, butuh uang. Lalu saya setujui. Tapi itu adalah pinjaman, karena katanya Bupati butuh uang," kata Frank Wijaya, Kamis dua pekan lalu saat bersaksi lewat video conference.
Sudarso didakwa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Bupati Andi Putra selaku tersangka penerima dijerat pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berkas perkara Andi Putra dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru untuk disidangkan. (*)