Mulai Hari Ini, Menteri Agama Perintahkan Obat dan Kosmetik Wajib Sertifikasi Halal
SABANGMERAUKE, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan obat-obatan, kosmetik, dan barang barang gunaan, wajib mengantongi sertifikat halal mulai hari ini, Minggu (17/10/2021).
Kewajiban sertifikasi halal itu sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 mengenai Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
"Kewajiban bersertifikat halal untuk obat-obatan, kosmetik, dan barang gunaan mulai diberlakukan seiring dimulainya tahap kedua kewajiban bersertifikat halal, yakni 17 Oktober 2021 sampai dengan yang terdekat 17 Oktober 2026," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan resmi, Minggu (17/10/2021) dilansir CNBC Indonesia.
Pemberlakuan sertifikat halal ini juga bertepatan dengan ulang tahun ke-4 Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag).
Secara umum kebijakan ini mengatur dua tahap, yakni pada tahap pertama, kewajiban ini diberlakukan untuk produk makanan, minuman, serta hasil dan jasa sembelihan.
Hal tersebut sekaligus menandai dimulainya era baru sertifikasi halal di Indonesia sebagai amanah Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal yang mengatur bahwa produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Sertifikasi halal sejak itu dilaksanakan oleh BPJPH sebagai leading sector secara administratif dengan melibatkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang berwenang dalam pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk, serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menetapkan fatwa kehalalan produk.
Pada tahap pertama, BPJPH telah mensertifikasi 27.188 produk pelaku usaha.
"Capaian ini perlu diapresiasi. Namun, BPJPH Kemenag juga perlu terus bertransformasi, mengingat sasaran jumlah pelaku usaha lebih dari 65,5 juta dan kewajiban bersertifikat halal terus berlanjut," kata Menag Yaqut.
Sejumlah upaya dan terobosan, kata Menag, harus terus dilakukan, salah satunya melalui program sertifikasi halal gratis (Sehati) bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK).
Program Sehati merupakan wujud dukungan dan perhatian pemerintah kepada pelaku UMK, yang diwujudkan dalam bentuk fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal, baik itu bersumber dari pemerintah pusat, kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, ataupun dukungan sektor swasta yang sama-sama memiliki komitmen bersama mendukung ketersediaan produk halal bagi pasar dalam negeri maupun pasar global.
"Kemenag mengapresiasi para pelaku usaha, satgas halal provinsi, perguruan tinggi dan seluruh stakeholders yang berkomitmen penuh dalam mewujudkan Jaminan Produk Halal menuju Halal Indonesia untuk Masyarakat Dunia," ucapnya.
Tahap Kedua
Untuk tahap kedua, kewajiban bersertifikat halal akan mulai diberlakukan juga bagi produk obat-obatan, kosmetik dan barang gunaan. Ini sesuai amanat PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
"Tahap kedua ini dilaksanakan mulai 17 Oktober 2021 sampai dengan yang terdekat 17 Oktober 2026," terang Menag.
Menurutnya, penahapan ini bertujuan agar kewajiban bersertifikat halal bagi produk sebagaimana ditetapkan regulasi, terlaksana dengan baik dan menghindari potensi kesulitan, khususnya bagi pelaku usaha dalam menjaga keberlangsungan dan pengembangan usahanya.
"Cakupan produk dalam Jaminan Produk Halal sangatlah luas, meliputi makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Kebijakan penahapan ini suatu keniscayaan dalam implementasi mandatory sertifikasi halal," tegas Menag.
Dalam kesempatan itu, Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad Aqil Irham menambahkan, penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi jenis produk secara lebih rinci diatur di dalam PP Nomor 39 Tahun 2021.
Pasal 139 misalnya, mengatur bahwa kewajiban bersertifikat halal bagi jenis produk dilakukan secara bertahap.
Penahapan untuk pertama kali terdiri atas:
(a) produk makanan dan minuman;
(b) bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman; dan
(c) hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. (*)