PT Gandaerah Hendana Dihukum Bayar Rp 216 Miliar, Jikalahari Tuding BPN Lindungi Perusahaan
SABANGMERAUKE, Riau - Organisasi lingkungan hidup Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mencurigai langkah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) yang memuluskan langkah PT Gandaerah Hedana untuk mengurangi luasan hak guna usaha (HGU) perusahaan yang lahannya terbakar. Gerak cepat Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Inhu ditengarai sebagai modus untuk melindungi PT Gandaerah Hendana dari jeratan kasus kebakaran lahan.
"Ini modus dari PT Gandaera Hendana untuk lari dari tanggungjawab dan sayangnya didukung oleh BPN Inhu. Bila kasus karhutla tidak muncul, mustahil PT Gandaerah dengan sukarela mengurangi lahan HGUnya untuk reforma agraria," kata Koordinator Jikalahari, Made Ali dalam siaran pers di website resmi Jikalahari, Kamis (11/11/2021).
Pada Rabu (10/11/2021) kemarin, majelis hakim Pengadilan Negeri Rengat menghukum perusahaan perkebunan sawit PT Gandaerah Hendana denda Rp 8 miliar dan Rp 208 miliar untuk perbaikan lingkungan hidup. PT Gandaerah terbukti melanggar dakwaan alternatif kesatu Pasal 98 ayat 1 huruf (a) jo Pasal 118 jo Pasal 119 UU 32/2009.
Inti putusan yakni PT Gandaerah terbukti sengaja tidak melengkapi sarana prasarana dan sistem pencegahan karhutla. Gandaerah tidak bertanggung jawab atas lahan usahanya dan juga tidak mengambil peran sebagai penanggung jawab utama.
Menurut Jikalahari, kasus yang ditangani oleh Dirjen Penegakan Hukum KLHK ini menguak cerita tentang Kepala BPN Inhu dalam dalam waktu kurang dari sebulan memenuhi permintaan PT Gandaerah mengurangi areal HGU-nya yang terbakar seluas 580 hektar. Areal perusahaan sawit Samsung Grup asal Korea Selatan ini terbakar pada 2-24 September 2019 lalu di Desa Seluti, Kecamatan Lirik, Indragiri Hulu.
Dalam keterangannya Jikalahari menyebut pada 8 Desember 2020, PT Gandaerah mengirimkan surat ke BPN Inhu meminta pengurangan areal perkebunannya. Termasuk di dalamnya areal yang terbakar dengan alasan lahan tersebut berkonflik dengan masyarakat.
Tak lama berselang yakni pada 4 Januari 2021, permohonan PT Gandaerah disetujui dengan diterbitkannya SK Kanwil BPN Riau No 26/SK-14.NP.02.03/I/2021 tentang pengurangan areal HGU PT GH sebanyak 2.791,49 ha untuk dijadikan reforma agraria.
Padahal menurut Jikalahari selama ini, sejak Desember 2012 hingga 9 Februari 2018 PT Gandaerah masih ngotot menguasai lahan dengan mengirim surat ke BPN Inhu, Camat Lirik dan Bupati Inhu.
Menurut Jikalahari, tindakan BPN Inhu tersebut justru melindungi PT Gandaerah dari tindakan pidana. Perbuatan tersebut diduga melanggar Instruksi Presiden nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan karhutla poin 13 huruf b yang menyatakan "Menteri ATR/ BPN memberikan sanksi kepada pemegang izin usaha yang telah menelantarkan izin hingga mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan".
Pihak Kanwil ATR/ BPN Riau belum bisa dikonfirmasi ikhwal tudingan Jikalahari tersebut. Soalnya konfirmasi ke BPN Riau hanya satu pintu lewat Kakanwil ATR/ BPN Riau, Syahrir yang menyulitkan akses media melakukan konfirmasi.
Singgung Tim KSP Datang ke Riau
Jikalahari juga mendesak Presiden Jokowi dan KPK membongkar korupsi pertanahan dan mengevaluasi kinerja Menteri ATR/BPN paska-penetapan tersangka Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) bersama korporasi PT Adimulya Agrolestari (AA).
"Dua perkara ini membongkar lemahnya pengawasan pemerintah melalui Kantor Staf Presiden. Apa gunanya KSP hadir di Riau bila menutup mata atas korupsi pertanahan dan tidak adanya andil Kementerian ATR/ BPN dalam pencegahan kebakaran lahan?" kata Koordinator Jikalahari, Made Ali.
Dikabarkan tim kedeputian II KSP telah hadir di Riau sejak Rabu (10/11/2021) kemarin melakukan kunjungan dan verifikasi lapangan sebagai tindaklanjut aduan konflik agraria dari masyarakat.
"Seberapa berani KSP membongkar mafia tanah di Riau yang aktornya adalah korporasi?" tantang Made Ali. (*)