Ditangani 8 Hakim, Begini Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Hasil Voting Seri
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Sengketa perselisihan hasil pemilihan presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki babak akhir.
MK akan membacakan putusan terhadap permohonan sengketa Pilpres yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md pada hari ini, Senin (22/4/2024).
Juru Bicara MK Fajar Laksono, memastikan putusan tetap bisa dibuat meski voting yang dilakukan hakim seimbang yaitu 4 hakim menerima dan 4 hakim menolak.
Dia menjelaskan, pengambilan keputusan di Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 45 Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang MK.
“Bagaimana kalau 8 hakim konstitusi mengalami suara yang sama? Bukan deadlock ya, saya memastikan tidak akan deadlock. Dan pasti tetap akan ada pengambilan keputusan," ujar Fajar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Minggu (21/4/2024).
Dia menjelaskan, setelah voting yang dilakukan, misalnya empat hakim menolak dan empat hakim menerima. Maka, keputusan yang akan diambil bergantung pada keputusan Ketua MK Suhartoyo yang juga menjabat ketua sidang pleno.
Artinya, jika Suhartoyo memilih keputusan baik itu menerima atau menolak, maka keputusan tersebut yang akan dijadikan hasil akhir sidang MK.
“Pasal 45 UU MK Ayat 8, dalam hal pengambilan keputusan tidak dapat diambil dengan suara terbanyak maka suara ketua sidang pleno itu menentukan. Kalau ada 4, 4-4, nah di mana nih posisi ketua sidang pleno. Maka itulah keputusan MK,” ucap Fajar.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi akan mengumumkan putusan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Pilpres pada Senin besok, 22 April 2024. Pembacaan putusan akan dilakukan sekitar pukul 09.00.
Hingga kini, hakim konstitusi masih melakukan RPH. Kedelapan hakim konstitusi dijadwalkan melakukan rapat permusyawaratan hakim hingga Minggu, (21/4/2024).
Kedelapan hakim tersebut adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
Sedangkan Anwar Usman tidak menangani perkara sengketa hasil Pilpres, karena melakukan pelanggaran etik berat. Hal ini sesuai dengan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi alias MKMK nomor 2/MKMK/L/11/2023. (*)