Ternyata Begini Awal Kisah Tepung Terigu Masuk ke Indonesia
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang telah diubah ke Permendag No 3/2024 menuai protes. Salah satu kritik berasal dari pengusaha tepung terigu di dalam negeri.
Permendag itu dinilai bisa mengancam pasokan tepung terigu di dalam negeri. Bahkan, bisa menyebabkan pasokan anjlok sampai 50%.
Penyebabnya, aturan itu menetapkan ketentuan baru soal syarat pemasukan bahan tambahan untuk produksi tepung terigu, yaitu premiks fortifikan. Sesuai SNI, produksi tepung terigu memang harus dengan fortifikasi, penambahan vitamin dan mineral. SNI ini wajib dipenuhi semua produk tepung terigu yang ada di dalam negeri.
Tepung terigu memang dikenal sebagai komoditas yang 100% bahan bakunya bergantung pada impor. Hal ini bisa terjadi karena bahan baku pembuatan tepung, yakni gandum, tak bisa ditanam di Indonesia.
Atas dasar ini, pada masa kolonial, makanan olahan tepung dianggap sebagai barang mewah. Hingga akhirnya anggapan itu berubah ketika pabrik tepung pertama berdiri di Indonesia pada 1969.
Campur tangan AS
Awalnya pemerintah tak menganggap penting tepung. Yang ada dipikirannya hanyalah nasi dan beras. Pemerintah AS-lah yang membujuk orang Indonesia supaya mau mengonsumsi gandum dan tepung.
Bujukan itu keluar ketika perwakilan Indonesia, Adam Malik, sedang meyakinkan AS untuk mengirim beras ke Indonesia. Bagi AS, memenuhi beras untuk Indonesia adalah perkara sulit, tetapi tidak untuk gandum. Mereka membujuk Indonesia supaya menerima gandum dibanding beras.
"Presiden AS Johnson yakin bangsa Indonesia akan menyukai gandum saat mereka sudah terbiasa," lapor Penasehat Keamanan Nasional Amerika Walter Rostow, seperti dicatat Borsuk & Chng.
Pemerintah Indonesia akhirnya setuju dengan gandum. Ketika proses impor berlangsung, muncul ide supaya Indonesia punya pabrik tepung sendiri. Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto (2016) menceritakan, ide pabrik tersebut muncul dari pengusaha Malaysia, Robert Kuok.
Kuok menyarankan RI supaya punya pabrik tepung sendiri karena bakal potensial di masa depan. Saran itu disambut Presiden Soeharto yang kemudian memanggil Sudono Salim, pengusaha yang jadi sahabatnya. Alhasil, dengan izin penguasa, Salim bersama Djuhar Sutanto, Ibrahim Risjad dan Sudwikatmono mendirikan PT Bogasari Flour Mills pada Mei 1969 dengan modal Rp 500 juta.
Dalam operasionalnya, Bogasari mengimpor gandum dari AS dan Australia. Seiring waktu, konsumen penting Bogasari adalah pabrik mie instan, yang salah satunya juga milik Salim, yakni Sarimi dan Supermie.
Pada akhirnya, kepercayaan AS itu benar terbukti. Ketika terjadi krisis beras di tahun 1970-an, makanan olahan tepung, seperti roti dan mie, jadi penyelamat masyarakat. Sampai sekarang, setelah setengah abad Bogasari menggiling tepung untuk pasaran Indonesia, orang Indonesia memang sudah makin terbiasa dengan gandum atau tepung terigu.
Tepung terigu kini menjadi salah bahan makanan yang penting bagi orang tanpa harus berpaling dari nasi. Olahan tepung terigu, seperti mi, dan gorengan jadi sesuatu yang wajib ada dalam menu makan orang Indonesia. (*)