Kisruh Lelang Kebun dan Pabrik Sawit PT TBS di Kuansing Dimenangkan PT KTBM, Ribuan Pekerja Tak Terima Gaji dan THR di Idul Fitri
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Ribuan pekerja eks PT Tri Bakti Sarimas di Kuantan Singingi, Riau tidak mendapatkan haknya berupa gaji dan tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri tahun ini. Hal ini terjadi buntut dari kemelut take over aset perusahaan lewat proses lelang yang dimenangkan oleh anak perusahaan First Resources yakni PT Karya Tama Bakti Mulia (KTBM).
"Sampai saat ini, kami ribuan pekerja tidak mendapat gaji dan THR. Kami berlebaran tanpa gaji dan THR sekarang," kata Pram, karyawan eks PT TBS kepada SabangMerauke News, Kamis (11/4/2024).
Kini para pekerja meratapi nasib mereka yang tak jelas hingga saat ini. Mereka bingung mau menuntut kepada manajemen lama PT TBS atau manajemen baru yang memenangkan lelang PT KTBM.
"Sama aja Pak, gak ada kejelasan sampai saat ini. Kami bingung mau ke mana mengadu," kata Pram lirih.
BERITA TERKAIT: Profil PT Karya Tama Bakti Mulia, Anak Usaha First Resources Pemenang Lelang Kebun Sawit Rp1,9 Triliun Milik PT Tri Bakti Sarimas di Kuansing
Pram menyatakan, usai Lebaran pihaknya kemungkinan akan menggelar unjuk rasa besar-besaran ke Disnaker Kabupaten Kuansing untuk menuntut hak-hak mereka. Ia berharap pemerintah peduli dengan nasib mereka dan tidak membiarkan keadaan ini berlanjut tanpa kepastian.
"Nanti kami mau unjuk rasa ke Disnaker. Kami menuntut hak-hak kami. Semoga pemerintah peduli dan tak tutup mata. Hati nurani manajemen perusahaan harus terbuka melihat kondisi kami berlebaran seperti ini," kata Pram.
Sebelumnya diwartakan, anak perusahaan First Resources yakni PT Karya Tama Bakti Mulia (KTBM) telah mengambil alih kepemilikan aset kebun dan pabrik kelapa sawit PT Tri Bakti Sarimas (TBS) di Kuantan Singingi, Riau. Take over ini menyusul ditetapkannya PT KTBM sebagai pemenang lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru pada 28 Desember 2023 silam. PT KTBM memenangkan lelang aset PT TBS dengan nilai laku sebesar Rp 1,9 triliun.
Awalnya, aset PT TBS berupa kebun sawit seluas 17.600 hektare, bangunan gedung dan pabrik menjadi agunan kredit perusahaan di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk. Karena kredit PT TBS senilai 133 juta Dollar US macet sejak pandemi Covid-19, BRI lantas melelangnya.
Belakangan, lelang yang dilakukan KPKNL Pekanbaru digugat oleh manajemen PT TBS ke PTUN Pekanbaru dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kisruh lelang ini bahkan berujung pada ditetapkannya sebagai tersangka dua bos PT TBS yakni Benyamin dan Bambang Haryono oleh Polda Riau. Keduanya disangkakan dengan tuduhan pencurian dan penggelapan (Pasal 372 dan Pasal 363 KUHPidana) karena tetap melakukan pemanenan sawit, meski PT KTBM telah menang lelang. Namun kabarnya, sejak tiga pekan lalu, kedua petinggi TBS tersebut telah ditangguhkan penahanannya.
Pimpinan PT TBS, Gunawan belum memberikan konfirmasi ikhwal tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi hak-hak pekerja berupa gaji dan THR tersebut. Sementara, manajemen PT KTBM belum dapat dikonfirmasi atas keluh kesah pekerja eks PT TBS tersebut.
Sebelumnya, Direktur Utama PT KTBM, Triyono Widodo dalam rapat di Komisi III DPR pada Senin, 18 Maret 2023 lalu menyatakan, pihaknya pada 6 Maret lalu telah melakukan sosialisasi kepada eks pekerja PT TBS sebagai pengelola baru. Ia bahkan mengklaim di bawah PT KTBM kesejahteraan pekerja akan lebih terjamin.
"Hak-hak karyawan (eks PT TBS) yang sudah sepakat menjadi karyawan KTBM akan kita penuhi dan akan menjadi lebih baik dari penghidupan semua karyawan yang sekarang ada di dalam kebun," kata Triyono dikutip YouTube Komisi III DPR RI.
Menurut Triyono, dari sebanyak 1.960 eks pekerja PT TBS, setakad ini sudah ada 1.496 orang yang bersedia dan bersepakat menjadi pekerja PT KTBM. Pihaknya akan terus melakukan sosialisasi dengan pekerja lainnya, sambil berharap kebun dan pabrik sawit dapat beroperasi dengan lancar.
"Sehingga hak-hak karyawan yang sepakat menjadi karyawan PT KTBM akan dipenuhi. Dan juga roda ekonomi daerah bisa semakin baik," kata Triyono.
Perubahan Persetujuan Lingkungan
Terlepas dari klaim kepemilikan aset eks PT TBS tersebut, namun untuk pengelolaan operasional kebun dan pabrik kelapa sawit tersebut, maka PT KTBM wajib melakukan perubahan Persetujuan Lingkungan. Kewajiban ini tertuang dalam Pasal 89 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
PP Nomor 22 Tahun 2021 merupakan ketentuan pelaksanaan Pasal 22 dan Pasal 185 huruf (b) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Defenisi Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Merujuk pada pasal 89 PP tersebut, kewajiban perubahan Persetujuan Lingkungan disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satunya yakni terjadinya perubahan identitas penanggung jawab usaha atau kegiatan sebagai akibat take over aset dari PT TBS ke PT KTBM.
"Perubahan Persetujuan Lingkungan menjadi dasar dilakukannya perubahan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian bunyi Pasal 89 ayat 3 PP tersebut.
Sementara itu, merujuk pasal 90 PP tersebut, perubahan Persetujuan Lingkungan dilakukan melalui kewajiban menyusun dokumen Lingkungan Hidup baru atau tanpa menyusun dokumen Lingkungan Hidup baru.
Dalam hal terjadi perubahan identitas penanggung jawab usaha atau kegiatan sebagai implikasi take over aset PT TBS, maka ketentuan perubahan Persetujuan Lingkungan yang wajib dilakukan oleh PT KTBM, yakni tanpa menyusun dokumen Lingkungan Hidup yang baru.
Merujuk pada ketentuan Pasal 93 PP tersebut, maka PT KTBM harus melakukan perubahan atas surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau perubahan persetujuan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam pengajuan perubahan Persetujuan Lingkungan, maka PT KTBM diharuskan menyampaikan laporan perubahan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan dan/atau laporan perubahan Persetujuan Teknis dalam hal terjadi perubahan Persetujuan Teknis. Kedua laporan tersebut akan dilakukan pemeriksaan administrasi atas kelengkapan permohonan perubahan Persetujuan Lingkungan yang diajukan PT KTBM.
"Pemeriksaan administrasi atas kelengkapan permohonan perubahan Persetujuan Lingkungan dilakukan paling lama satu hari kerja terhitung sejak permohonan diterima," demikian bunyi Pasal 99 ayat 2 PP tersebut.
Adapun jangka waktu penerbitan perubahan Persetujuan Lingkungan, jika pemeriksaan administrasi dinyatakan lengkap dan benar, dilakukan paling lama 10 hari kerja terhitung sejak hasil pemeriksaan administrasi diterima.
Berdasarkan informasi yang diperoleh SabangMerauke News, PT KTBM belum melakukan permohonan Persetujuan Lingkungan ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.
"Kalau perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) maka kewenangan ada di Jakarta," kata sumber SabangMerauke News, Selasa (2/4/2024) lalu.
Media siber ini belum mendapatkan konfirmasi dari pihak PT KTBM ikhwal kewajiban pengajuan Persetujuan Lingkungan pasca take over aset PT TBS. Corporate Communication First Resources, Indah belum membalas pesan konfirmasi.
Sempat Dibahas Komisi III DPR RI
Sebelumnya diwartakan, kisruh hukum lelang aset PT TBS sempat dibahas dalam rapat di DPR RI. Komisi III DPR RI bahkan telah memanggil Kapolda Riau Irjen Pol Mohammad Iqbal terkait proses hukum pidana yang menjerat dua bos perusahaan kelapa sawit PT Tri Bakti Sarimas (TBS) di Kuantan Singingi, Riau, usai aset kebun sawit perusahaan tersebut dilelang pada 28 Desember 2023 lalu. Dalam rapat dengar pendapat tersebut, Irjen Iqbal didampingi oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, Kombes Pol Asep Darmawan, Senin (18/3/2024) silam.
Rapat Komisi III DPR ini menindaklanjuti pengaduan yang sebelumnya dilayangkan kuasa hukum PT TBS. Dimana pekan lalu, para wakil rakyat di Komisi Hukum DPR telah mendengarkan aduan dari PT TBS.
"Jadi, supaya berimbang, cover both side, maka kami mengundang Pak Kapolda dan beberapa pihak terkait lainnya," kata pimpinan rapat, Habiburokhman dikutip dari video YouTube Komisi III DPR RI, Selasa (19/3/2024).
Selain Kapolda Riau, Komisi III DPR kemarin juga menghadirkan Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru Maulina Fahmilita. KPKNL Pekanbaru merupakan institusi di bawah Kementerian Keuangan yang melakukan lelang aset kebun sawit seluas 17.600 hektare milik PT TBS.
Sementara dari pihak kantor pusat PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) diwakili oleh Oktawan Sakti Sembiring selaku Dept Head Divisi CRR. Bank pelat merah ini merupakan pemohon lelang aset PT TBS yang menjadi agunan pinjaman sebesar 133 juta US Dollar.
Komisi III juga menghadirkan Triyono Widodo selalu Direktur Utama PT Karya Tama Bakti Mulia (KTBM). PT KTBM adalah perusahaan terafiliasi dengan raksasa sawit First Resources bermarkas di Singapura yang ditetapkan sebagai pemenang lelang. PT KTBM menjadi peserta lelang tunggal aset PT TBS yang memenangi lelang dengan nilai laku seharga Rp 1,9 triliun.
Jalannya Rapat Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR RI Supriansa mengawali sesi tanya jawab dalam rapat ini, usai Kapolda Riau Irjen Mohammad Iqbal, pihak BRI, KPKNL Pekanbaru dan manajemen PT KTBM menyampaikan paparannya.
Supriansa menilai bahwa perkara pidana yang berujung pada penetapan 2 bos PT TBS sebagai tersangka dan ditahan, diawali dari lelang aset karena tunggakan kredit PT TBS di BRI telah jatuh tempo, namun kewajiban pembayaran utang tidak kunjung dilakukan.
Kedua tersangka tersebut yakni Direktur Utama PT TBS Benyamin dan General Manager PT TBS Bambang Haryono. Keduanya dijerat tuduhan pencurian kelapa sawit dengan sangkaan pasal 372 atau 363 KUHPidana.
Menurut Supriansa, proses hukum yang dilakukan Polda Riau dinilai terlalu cepat. Ia awalnya memuji langkah penyidik Polda Riau yang memberikan layanan hukum cepat, sehingga laporan dari manajemen PT KTBM yang diwakili Rio Christiyanto pada 5 Januari 2024 lalu itu langsung diproses.
"Tanggal 5 Januari masuk laporan, tanggal 8 Januari langsung naik penyelidikan. Hanya 3 hari. Nampaknya kasus ini sangat urgen, respon kepolisian cepat sekali," kata Supriansa.
Menurutnya, jika saja semua laporan masyarakat diproses cepat di kepolisian, maka masyarakat pasti akan senang.
"Kalau disamakan semua kasus penanganannya cepat, begitu ada laporan polisi langsung turun tangan, itu bagus. Tapi jangan memilah-milah. Seberapa urgen kasus ini?" tanya politisi Partai Golkar tersebut.
Supriansa juga mempertanyakan langkah penyidik Ditreskrimum Polda Riau yang menancapkan plang pemberitahuan penyidikan di lahan kebun sawit di objek lelang PT TBS. Ia khawatir pemasangan plang tersebut dinilai publik sebagai upaya penonjolan power institusi.
"Sejak kapan ditancapkan plang pemberitahuan penyidikan ini? SOP-nya ini apa dasarnya? Sepanjang saya jadi pengacara dan anggota DPR yang mendengar keluhan masyarakat, saya baru pertama kali melihat ada pemasangan plang seperti ini," kata Supriansa sembari menunjukkan slide foto plang Polda Riau di layar presentasi.
Ia juga mempertanyakan korelasi pelaksanaan lelang dengan proses hukum pidana yang menjerat dua bos PT TBS tersebut.
"Apakah sudah sepenuhnya menjadi milik PT KTBM setelah menang lelang?" tanya Supriansa.
Supriansa kemudian mengungkit adanya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 1956 pada pasal 1 yang intinya menyebut bahwa pemeriksaan perkara pidana dapat ditangguhkan menunggu putusan pengadilan dalam perkara perdata.
Sebagaimana diketahui, manajemen PT TBS telah menempuh dua gugatan hukum sejak Januari 2024 lalu. Yakni gugatan di PTUN Pekanbaru terkait permohonan pembatalan risalah lelang yang dilakukan KPKNL Pekanbaru. Kemudian gugatan perdata perbuatan melawan hukum terhadap KPKNL Pekanbaru, BRI dan PT KTBM di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Sebaiknya mungkin menunggu kasus perdata, agar penyidik tidak salah menempatkan pasal pidana kepada orang. Seurgen apa ini sehingga kesannya terburu-buru melakukan penahanan," kata Supriansa.
Menurut Supriansa, dirinya mengenal Kapolda Riau Irjen Pol Mohammad Iqbal sebagai sosok polisi yang baik. Namun kasus ini telah menyita perhatian publik sehingga bisa sampai ke meja Komisi III DPR RI.
Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra, Wihadi Wiyandi berargumen, kasus pencurian buah sawit yang dituduhkan kepada kedua bos PT TBS masih bisa diperdebatkan. Menurutnya, kegiatan pemanenan yang dilakukan pekerja bisa saja masih menjadi hak PT TBS, karena tanaman kelapa sawit yang dipanen itu ditanam oleh perusahaan. Ia menyarankan Polda Riau untuk mendudukkan persoalan tersebut secara tepat.
"Harusnya didudukkan dulu persoalannya oleh Polda Riau. Tak harus main tahan. Apalagi umur tersangka (Benyamin) sudah 80 tahun, ada perikemanusiaan sedikitlah, Pak. Karena gugatan perdata masih berjalan, maka masih ada hak terlapor (tersangka)," kata Wihadi.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB, Rano Al Fath PKB mengingatkan jangan sampai terjadi model kejahatan perbankan dalam proses lelang yang dilakukan terhadap aset PT TBS.
"Ya, jangan sampai beli dengan harga murah menggunakan proses lelang yang tidak benar. Ini satu kluster dari masalah ini," kata Rano.
Ia juga menilai penanganan hukum terhadap laporan PT KTBM dilakukan agak cepat oleh Polda Riau. Ia khawatir ada anggapan kepolisian dijadikan alat pukul.
"Pak Kapolda ini kita tahu orang baik. Tapi, kalau kasus sudah masuk ke Komisi III DPR, maka itu artinya ada hal-hal yang harus diluruskan," kata Rano lagi.
Rano mengaku mendapat informasi bahwa ada alat-alat dan kendaraan milik PT TBS yang digunakan oleh PT KTBM untuk operasional. Menurutnya, jika hal itu benar terjadi, maka bisa juga PT TBS mengadukannya ke kepolisian.
"Ada laporan mesin dan truk digunakan oleh PT TKBM. Kalau nanti diadukan, nanti proses (hukumnya) sama atau gak? Karena ini hak orang juga," tanya Rano.
Rano juga mempertanyakan kepada Kapolda Irjen Iqbal soal adanya surat aanmaning (peringatan) dari pengadilan untuk mengosongkan objek sengketa. Menurutnya, jika pengadilan baru melayangkan aanmaning, namun kepolisian sudah menetapkan tersangka, maka hal tersebut bisa menjadi masalah.
"Penetapan tersangka dilakukan sebelum ada aanmaning perintah pengadilan melakukan pengosongan. Saya berharap mudah-mudahan proses yang dilakukan kepolisian ini benar. Jangan sampai proses tahapan yang harusnya dijalani terlebih dahulu, malah dilakukan belakangan," kata Rano.
Respon Polda Riau
Sementara itu, Kapolda Riau Irjen Pol Mohammad Iqbal dalam paparannya menjelaskan, proses penyidikan atas laporan PT KTBM telah dilakukan sesuai prosedur.
Pada awal paparannya, ia menguraikan secara detil kronologi lelang aset PT TBS dilakukan oleh KPKNL Pekanbaru. Hal tersebut diawali dari persetujuan kredit pinjaman PT TBS oleh BRI sebesar Rp 133 juta US Dollar dengan agunan berupa sejumlah hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak guna usaha (SHGU) PT TBS.
Namun, dalam perjalanannya, PT TBS menunggak pembayaran utang, sehingga 4 kali dilakukan restrukturisasi sejak 2019 hingga 2022 lalu.
Hingga akhirnya pada 22 November 2023, pihak BRI mengajukan lelang aset jaminan PT TBS ke KPKNL Pekanbaru. Selanjutnya KPKNL pada 28 November 2023 menetapkan jadwal lelang eksekusi objek jaminan hutang pada 28 Desember 2023. Pengumuman jadwal lelang dilakukan sebanyak 2 kali melalui surat kabar lokal di Riau.
Menurut Irjen Iqbal, pada saat lelang dilakukan 28 Desember 2023, PT KTBM ditetapkan sebagai pemenang lelang seharga Rp 1,9 triliun. Kemudian, PT BRI selaku pemohon lelang memberitahukan hasil lelang tersebut kepada PT TBS.
Sementara, KPKNL Pekanbaru pada 29 Desember 2023 menyerahkan kutipan risalah lelang kepada PT KTBM yang dilanjutkan dengan penyerahan Grosse Risalah Lelang pada 3 Januari 2024.
Grosse Risalah Lelang adalah salinan asli dari risalah lelang yang berkepala (irah-irah) "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa".
Pada 5 Januari 2024, PT KTBM melalui seorang bernama Rio Christiyanto melaporkan manajemen PT TBS ke Polda Riau dengan nomor laporan polisi: LP/B/7/I/2024/SPKT/Polda Riau.
Dalam paparannya, Kapolda Irjen Iqbal menyebut, setelah proses lelang yang dimenangkan PT KTBM, PT TBS masih memanen buah kelapa sawit dan memproduksinya, sehingga PT KTBM mengalami kerugian.
Dalam proses penyelidikan, tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau telah melakukan pemeriksaan sebanyak 26 saksi dan meminta pendapat ahli Dr Erdianto SH, MH yang merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Riau. Sejumlah dokumen terkait juga sudah disita penyidik.
Berdasarkan hasil gelar perkara, kata Kapolda Irjen Iqbal, maka kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan ditetapkannya dua orang sebagai tersangka yakni Benyamin dan Bambang Haryono.
Menurut Irjen Iqbal, penyidik berkeyakinan bahwa dengan terbitnya Grosee Risalah Lelang, maka telah terjadi peralihan hak aset PT TBS kepada PT KTBM. Dirinya juga mengaku sudah meminta penyidik melakukan gelar perkara di Biro Wasidik Mabes Polri.
"Rekomendasi gelar perkara di Biro Wasidik juga sama. Yakni merekomendasikan untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan tersangka," tegas Irjen Iqbal.
Meski demikian, Kapolda Irjen Iqbal menyatakan akan melakukan pengecekan kembali atas penanganan perkara tersebut. Ia menyebut masukan-masukan dari para anggota Komisi III akan direspon.
"Saya sudah minta Dirkrimum besok para penyidik untuk rapat. Nanti saya akan melakukan quality control tentang beberapa masukan dari para anggota DPR. Apa yang bapak-bapak sampaikan tadi, menjadi garis bawah," kata Irjen Iqbal.
Sementara, menjawab sejumlah pertanyaan para anggota Komisi III DPR, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, Kombes Pol Asep Darmawan menyatakan, pemasangan plang di objek lelang kebun sawit PT TBS hanyalah sebagai sarana pemberitahuan bahwa pada objek itu sedang dilakukan penyidikan.
"Karena objek terlalu luas, sehingga kita pasang plang saja sebagai tanda pemberitahuan adanya penyidikan. Ada juga yang kita pasang police line," kata Kombes Asep seraya menyebut masukan Komisi III akan menjadi koreksi bagi pihaknya.
Ia menerangkan, pihaknya juga menjadikan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 1956 sebagai pertimbangan pihaknya dalam memproses perkara tersebut.
Menurutnya, jenis lelang yang dilakukan oleh KPKNL Pekanbaru adalah lelang eksekusi. Dimana berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, keberadaan sertifikat hak tanggungan objek lelang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan pengadilan.
"Sehingga menurut kami, hak keperdataan sudah beralih ke pihak pemenang lelang (PT KTBM," jelas Kombes Asep.
Terkait dengan penahanan kedua tersangka, pihaknya menggunakan hak subjektif penyidik. Soalnya, dalam panggilan klarifikasi pertama, terlapor tidak hadir pada 12 Januari 2024. Kemudian dilakukan panggilan ulang pada 16 Januari 2024, namun terlapor hadir pada 19 Januari 2024.
Setelah naik ke proses penyidikan, kata Kombes Asep, dua kali pemanggilan sebagai tersangka tak pernah dipenuhi. Sehingga pihaknya melakukan upaya paksa terhadap tersangka dan langsung melakukan penahanan.
Namun, kata Kombes Asep, pada hari pertama ditahan, tersangka Benyamin langsung dibantarkan ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Riau. Sementara tersangka Bambang tetap ditahan di Rutan Polda Riau.
"Tersangka (Benyamin) langsung kita bantarkan saat hari pertama penahanan, karena alasan kesehatan," tegas Kombes Asep.
Komisi III DPR RI belum dapat mengambil kesimpulan atas pelaksanaan rapat dengar pendapat bersama Kapolda Riau dan instansi terkait.
"Kawan-kawan Komisi III masih perlu menelaah dan membandingkan apa yang didengar dalam rapat hari ini dengan hasil rapat dengar pendapat umum bersama PT TBS pekan lalu. Jadi, belum bisa disimpulkan," kata pimpinan rapat Habiburokhman menutup rapat. (R-04)