Inilah 10 Mata Uang Terendah di Dunia, Rupiah Indonesia Tempati Ranking 5
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Mengetahui mata uang terendah di dunia dapat dilihat dari nilai tukarnya terhadap mata uang negara lainnya.
Namun, perlu dicatat bahwa nilai sebuah mata uang tidak hanya ditentukan oleh nilai tukarnya terhadap mata uang lain, tetapi juga oleh faktor-faktor seperti inflasi, stabilitas ekonomi, dan kebijakan moneter.
Yang harus dipahami, nilai tukar tidak selalu mencerminkan kondisi perekonomian suatu negara. Mata uang yang kuat tidak selalu menggambarkan ekonomi negaranya bagus.
Sebaliknya, deretan negara dengan mata uang terendah di dunia, tak selalu mencerminkan negara-negara tersebut memiliki perekonomian yang buruk.
Nilai tukar mata uang juga bisa berubah dari waktu ke waktu, dan bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti kebijakan perdagangan internasional, gejolak politik, dan lain-lain.
Nah berikut ini sederet mata uang terendah di dunia 2024 sebagaimana dirangkum dari Forbes:
1. Rial Iran (IRR)
Mata uang terendah di dunia adalah rial Iran. Depresiasi ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti ketidakstabilan politik di negara tersebut, dampak perang Iran-Irak beberapa puluh tahun lalu, sanksi ekonomi dari negara-negara Barat, dan program nuklir.
Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 rial Iran setara dengan Rp 0,38.
2. Dong Vietnam (VND)
Di urutan kedua, mata uang terendah di dunia adalah Dong. Vietnam secara historis beroperasi di bawah sistem perekonomian terpusat atau sosialis, dan walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk membangun perekonomian pasar, jalan yang harus ditempuh masih panjang.
Saat ini Dong Vietnam sedang mengalami devaluasi yang cukup besar. Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 dong Vietnam setara dengan Rp 0,64.
3. Laos/Laotian Kip (LAK)
Di posisi ketiga, mata uang terendah di dunia adalah laotian kip. Sejak diterbitkan pada tahun 1952, nilai mata uang Laos relatif rendah. Sisi positifnya, nilai mata uang tersebut secara bertahap meningkat seiring berjalannya waktu.
Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 LAK setara dengan Rp 0,75.
4. Sierra Leone Leone (SLL)
Sierra Leone, sebuah negara di Afrika, menghadapi kemiskinan yang parah. Negara ini mempunyai sejarah skandal, korupsi, dan perang di Afrika Barat, termasuk perang saudara yang berkepanjangan.
Akibatnya, nilai mata uang dan perekonomian negara mengalami penurunan. Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 SLL setara dengan Rp 0,81.
5. Rupiah Indonesia (IDR)
Rupiah Indonesia belum menunjukkan penguatan selama dua dekade terakhir, tepatnya sejak krisis moneter yang mendera tahun 1998.
Depresiasinya dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk menurunnya cadangan devisa, kegagalan bank sentral dalam menjaga mata uang, dan ketergantungan negara yang besar pada ekspor komoditas. Jadi sudah bisa menjawab kan mata uang Indonesia urutan ke berapa?
6. Som Uzbekistan (UZS)
Perekonomian Uzbekistan termasuk yang terlemah di kawasan Asia sehingga mengakibatkan lemahnya mata uang. Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 UZS setara dengan Rp 1,26.
7. Franc Guinea (GNF)
Di urutan ketujuh, mata uang terendah di dunia adalah Franc Guinea yang berfungsi sebagai mata uang resmi Guinea. Negara ini menderita keterpurukan ekonomi akibat korupsi dan kerusuhan politik, yang telah melemahkan mata uangnya.
Tahun demi tahun, nilai mata uang negara terus mengalami penurunan. Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 GNF setara dengan Rp 1,85.
8. Guarani Paraguay (PYG)
Paraguay mengalami keruntuhan ekonomi yang parah yang mengakibatkan tingginya inflasi, korupsi, tingginya pengangguran, dan meningkatnya kemiskinan. Masing-masing faktor ini mempunyai dampak buruk terhadap mata uang.
Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 PYG setara dengan Rp 2,16.
9. Shilling Uganda (USH)
Pada tahun 1966, Shilling Uganda menggantikan Shilling Afrika Timur. Saat ini, Shilling Uganda adalah salah satu mata uang yang paling tidak berharga.
Di bawah pemerintahan Idi Amin, Uganda mengalami kemunduran yang signifikan karena beberapa kebijakan seperti undang-undang imigrasi yang berdampak negatif terhadap perekonomian negara.
Dampak kemerosotan ekonomi akibat kebijakan pemerintah terus menghambat kemajuan negara. Namun, nilai mata uang tersebut telah anjlok dalam beberapa tahun terakhir, dengan devaluasi paling banyak 5 persen.
Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 USH setara dengan Rp 4,18.
10. Dinar Irak (IQD)
Di urutan kesepuluh, mata uang terendah di dunia adalah dinar Irak. Mata uang Irak adalah dinar, yang dicetak oleh Bank Sentral Irak.
Selain peningkatan inflasi, negara ini juga mengalami kerusuhan politik yang signifikan selama dekade terakhir, yang mengakibatkan rendahnya nilai tukar mata uang.
Invasi AS ke Irak dan berlanjut dengan perang saudara semakin membuat ekonomi Irak kacau balau. Apabila dikonversikan ke mata uang rupiah Indonesia, untuk setiap 1 IQD setara dengan Rp 12,17.
Penyebab Mata Uang Rendah
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, sejatinya mata uang rendah tidak selalu menggambarkan buruknya perekonomian suatu negara. Misalnya Indonesia, meski rupiah adalah salah satu mata uang terendah di dunia, ekonomi negara ini relatif stabil dan terus mengalami pertumbuhan.
Mata uang yang rendah nilainya seringkali dapat mencerminkan beberapa aspek ekonomi dari suatu negara. Berikut adalah beberapa aspek yang mungkin terkait dengan mata uang yang memiliki nilai rendah:
1. Inflasi Tinggi
Mata uang yang memiliki nilai rendah seringkali terkait dengan tingkat inflasi yang tinggi. Inflasi tinggi dapat mengurangi daya beli masyarakat dan mengurangi nilai tukar mata uang.
2. Ketidakstabilan Ekonomi
Mata uang yang nilainya rendah mungkin juga mencerminkan ketidakstabilan ekonomi dalam negara tersebut. Ketidakstabilan politik, kebijakan ekonomi yang tidak konsisten, atau kelemahan institusi keuangan dapat menyebabkan nilai mata uang terdepresiasi.
3. Defisit Neraca Perdagangan
Negara yang memiliki defisit neraca perdagangan yang besar cenderung memiliki tekanan terhadap mata uangnya. Defisit perdagangan yang tinggi menandakan bahwa negara tersebut mengimpor lebih banyak barang dan jasa daripada yang diekspor, yang dapat mengurangi permintaan terhadap mata uang domestik.
4. Ketergantungan Pada Komoditas
Negara yang sangat tergantung pada ekspor komoditas tertentu, terutama jika harga komoditas tersebut turun, dapat mengalami penurunan nilai mata uang. Ini bisa terjadi karena turunnya pendapatan ekspor dan devaluasi mata uang.
5. Utang Luar Negeri yang Tinggi
Negara yang memiliki utang luar negeri yang tinggi atau tidak bisa memenuhi kewajiban pembayaran utangnya mungkin mengalami tekanan pada nilai mata uangnya. (*)