Begini Keadaan Berpuasa di Wilayah Matahari Terbit yang Panjang
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Belahan bumi utara, khususnya di wilayah Arktik memiliki waktu terbit matahari yang sangat panjang. Lalu bagaimana berpuasa di sana? Dan apakah ada keringanan?
Berbeda dengan Indonesia yang memiliki waktu puasa sekitar 12-13 jam, terdapat daerah-daerah di Arktik yang memiliki jam puasa yang panjang. Bahkan, ada daerah yang memiliki waktu puasa sekitar 23 jam.
Panjangnya waktu tersebut lantaran waktu terbit matahari yang begitu panjang. Di daerah seperti Hammerfest, Norwegia, matahari nyaris tidak pernah tenggelam khususnya ketika di musim panas.
Merangkum berbagai sumber, itu yang membuat daerah seperti Hammerfest memiliki waktu sahur pada satu pagi dan berbuka sekitar 23.54 malam, alias nyaris 23 jam. Itu tentunya terlihat sangat ekstrim bagi masyarakat yang tak terbiasa. Sebab, waktu berbuka begitu dekat dengan sahur.
Lantas, apakah ada keringanan jika berpuasa di daerah dengan waktu siang hari yang panjang?
Melansir artikel milik Direktur Pascasarjana IAIN Metro, Dr. Mukhtar Hadi, M.Si, dalam website resmi metrouniv.ac.id, Sabtu (6/4/2024), kalau berdasarkan ketetapan hukum yang bersumber dari Al-Quran dan al Sunnah (nash), hampir tidak ada dalil yang bisa dijadikan dasar peringanan. Itu karena waktu puasa dijelaskan antara terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Kendati demikian, para ulama berdasarkan memberikan ijtihad atau fatwa yang jika diringkas terdapat tiga pendapat, yakni:
Pertama, orang yang berada dalam wilayah tersebut tetap berpuasa sebagaimana perjalanan matahari. Itu berarti tanpa keringanan dan sesuai dengan nash yang ada.
Kedua, umat yang berpuasa dalam wilayah yang dimaksud dapat menyesuaikan kadar puasa dengan waktu puasa yang berlaku di Madinah atau Mekah sebagai tempat turunnya perintah berpuasa. Jadi, jika Madinah berbuka, maka ikut berbuka meskipun wilayah matahari belum tenggelam di wilayah tersebut.
Ketiga, orang yang berpuasa di daerah tersebut dapat menyesuaikan dengan kadar waktu yang berlaku di negara mereka ataupun negara yang dekat. Yakni, negara yang memiliki keseimbangan waktu antara siang dan malamnya.
Dr. Mukhtiar Hadi menjelaskan bahwa pandangan tersebut bukan tanpa dasar. Karena agama Islam pada prinsipnya menghendaki kemudahan bukan kesukaran. Sebagaimana dalam Al-Baqarah ayat 185 Allah berfirman,"Allah menghendaki kemudahan bagi kamu, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kamu,".
Berdasarkan hal itu, Quraish Shihab juga mengatakan bahwa penduduk kutub cukup mengukur puasanya dengan waktu yang ditempuh kaum muslim yang berpuasa di daerah normal yang terdekat dengan wilayah mereka. Wallahu a'lam bishawab. (*)