Jangan Ngeles! Tak Ada Lagi Celah Bagi KLHK Mengelak Eksekusi Kebun Sawit 1.200 Ha di Hutan Konservasi TNTN yang Digugat Yayasan Riau Madani
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tak lagi memiliki celah dan alibi untuk mengelak melaksanakan eksekusi putusan terhadap kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektare di hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Pelalawan, Riau. Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi Menteri LHK Siti Nurbaya cs atas gugatan Yayasan Riau Madani tersebut telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Penegasan tersebut menyusul munculnya alasan klasik kalau lahan dan kebun sawit seluas 1.200 hektare tersebut diajukan dalam program pengampunan (keterlanjuran) dengan tameng Undang-undang Cipta Kerja. Adalah masyarakat adat yang digadang-gadang mengelola lahan tersebut dengan pembagian 5 hektare per keluarga.
"Kita mendengar dimunculkan alasan bahwa kebun sawit 1.200 hektare di TNTN sebagai objek program keterlanjuran kebun sawit dalam kawasan hutan dengan tameng masyarakat adat. Alibi itu sepertinya mau dipakai sebagai dasar tidak melaksanakan eksekusi putusan," kata sumber SabangMerauke News, Jumat (5/4/2024).
Menurut sumber tersebut, alibi kebun sawit 1.200 hektare di TNTN didistribusikan ke masyarakat adat tak masuk akal dan di luar logika hukum serta mengada-ada. Soalnya, pendaftaran pengajuan 'pemutihan' kawasan hutan berdasarkan Pasal 110 Undang-undang Cipta Kerja, telah berakhir pada 2 November 2023.
"Diduga celah pemutihan itu dimanfaatkan. Padahal sejak 2 November 2023 lalu pendaftaran sudah ditutup," tegasnya.
Pasal 110A Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja menyebutkan:
‘Setiap Orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan sebelum berlakunya Undang-Undang ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat tanggal 2 November 2023’
Tenggat dan pemenuhan syarat pemutihan sawit dituliskan jelas pada pasal ini. Artinya terhitung setelah tanggal 2 November 2023, semua persyaratan pemutihan sudah harus dipenuhi. Tidak ada lagi perbaikan persyaratan apalagi permohonan baru.
Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Heru belum menjawab konfirmasi media ini soal munculnya kabar objek gugatan kebun sawit 1.200 hektare di TNTN dialibikan dalam pengelolaan masyarakat per 5 hektare.
Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma Hasibuan SAg, SH, MH menegaskan, putusan hukum atas gugatan pihaknya telah dinyatakan inkrah. Sehingga KLHK tidak lagi memiliki alasan apapun untuk menghindar dan ngeles.
"Mau dengan cara dan alasan apapun, KLHK tak bisa lagi mengelak. Putusan perkara ini sudah clean and clear. Jadi jangan lagi dicari-cari alibinya untuk menghindar dan menunda-nunda pelaksanaan eksekusi," kata Surya Darma.
Apalagi, majelis hakim di tiga tingkatan mulai PTUN Pekanbaru, PT TUN Medan dan Mahkamah Agung (MA) telah mengesampingkan dalil-dalil KLHK yang menggunakan logika pasal-pasal UU Cipta Kerja Sektor Kehutanan.
"Tak ada cara lain bagi KLHK, selain dengan kesadaran dan kepatuhan hukum segera mengeksekusi putusan tersebut. KLHK harus menghormati marwah pengadilan," kata Surya Darma.
Sebelumnya, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru telah menerbitkan surat penetapan dikabulkannya permohonan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA) terkait keberadaan kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektare di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Provinsi Riau yang digugat oleh Yayasan Riau Madani.
Penetapan eksekusi dituangkan dalam surat bernomor :36/PEN.EKS/TF/ 2022/PTUN.PBR pada Jumat (22/32024) lalu.
Dalam surat penetapan tersebut, Ketua PTUN Pekanbaru memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dirjen Penegakan Hukum dan Lingkungan KLHK serta Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) untuk segera melaksanakan putusan MA nomor: 359 K/TUN/TF/2023 tanggal 8 Desember 2023.
Surat penetapan Ketua PTUN Pekanbaru itu merupakan respon atas surat permohonan eksekusi yang dilayangkan Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma Hasibuan SAg, SH, MH pada 11 Desember 2023 lalu.
Sebelumnya, Ketua PTUN Pekanbaru Hariyanto Sulistyo Wibowo juga sudah mengeluarkan penetapan bahwa putusan perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap (BHT) lewat surat penetapan nomor: 36/PEN/PTS.BHT/TF/2022/PTUN.PBR pada tanggal 27 November 2023 silam. Namun, sejak diterbitkan surat penetapan putusan telah BHT, Menteri LHK Siti Nurbaya dkk tak kunjung melaksanakan kewajiban hukumnya.
Ancaman Sanksi Terhadap Menteri LHK Dkk
Dalam surat penetapan dikabulkannya permohonan eksekusi putusan, Ketua PTUN Pekanbaru Hariyanto Sulistyo Wibowo juga mengingatkan Menteri LHK dkk atas sanksi administratif yang bisa dijatuhkan jika tidak melaksanakan putusan hukum tersebut.
"Berdasarkan Pasal 3 (2) huruf l Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pejabat Pemerintah disebutkan, "Pejabat Pemerintah memiliki kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," demikian bunyi kutipan surat penetapan Ketua PTUN Pekanbaru.
Sementara pada Pasal 7 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 disebutkan tentang adanya penjatuhan sanksi administratif sedang yang bisa dikenakan kepada pejabat pemerintahan. Adapun bentuk sanksi administratif sedang yang bisa dijatuhkan tertera dalam Pasal 9 ayat 2 huruf a, b dan c.
Sanksi administratif sedang sebagaimana dimaksud berupa:
a. Pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi;
b. Pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan; atau:
c. Pemberhentian sementara tanpa hak-hak jabatan.
"Memperhatikan ketentuan Pasal 116 ayat (2) jo Pasal 119 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor 9 Tahun 2004 jo UU Nomor 51 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi kepada Pejabat Pemerintah," demikian bunyi surat Ketua PTUN Pekanbaru.
Berikut ini bunyi amar putusan Mahkamah Agung (MA) atas gugatan Yayasan Riau Madani terhadap Menteri LHK dkk:
MENGADILI:
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemohon Kasasi II Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan Pemohon Kasasi III Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia;
2. Memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan nomor: 26/B/TF/2023/PT.TUN-MDN tanggal 21 Maret 2023, yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru nomor: 36/G/TF/2022/PTUN.PBR. tanggal 15 November 2022, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
Menolak eksepsi Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk seluruhnya
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Memerintahkan kepada Tergugat II untuk membatalkan izin-izin yang berada pada Hutan Konservasi Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) khususnya terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas +/- 1.200 hektare yang secara geografis berada di antara titik koordinat tersebut;
3. Mewajibkan kepada Tergugat II untuk menertibkan izin-izin yang berada pada Hutan Konservasi Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) khususnya terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas +/- 1.200 hektare yang secara geografis berada di antara titik koordinat tersebut;
4. Mewajibkan Tergugat I dan Tergugat III untuk melakukan penegakan hukum di bidang lingkungan hidup dan kehutanan dengan menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup sebagian Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) khususnya terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas +/- 1.200 hektare beserta sarana penunjangnya, dengan cara melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan/ atau tindakan penegakan hukum lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
3. Menghukum Pemohon Kasasi I, II dan III membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sejumlah Rp 500.000,-
Menteri LHK Dikritik Masyarakat Adat
Masyarakat adat Kabupaten Pelalawan mengeritik keras sikap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya yang tak kunjung mengeksekusi putusan terhadap kebun sawit seluas 1.200 hektare di hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) atas gugatan Yayasan Riau Madani. Putusan terhadap kebun sawit tersebut telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan PTUN Pekanbaru telah mengeluarkan penetapan eksekusi putusan.
Datuk Engku Raja Lela Putra, Wan Ahmat menyatakan, sikap Menteri LHK tersebut sebagai bentuk pembiaran atas pengrusakan dan penjarahan hutan konservasi TNTN. Seharusnya, KLHK patuh dan memberikan keteladanan atas putusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Sikap tersebut sebagai bentuk pembiaran terjadinya perambahan dan penjarahan hutan konservasi TNTN. Kondisi TNTN yang sudah hancur dilakukan pembiaran oleh KLHK sebagai otoritas yang bertanggung jawab. Putusan hukum itu harus segera dieksekusi," kata Wan Ahmat kepada SabangMerauke News, Senin (1/4/2024).
Datuk Engku Raja Lela Putra adalah gelar adat yang diberikan sebagai pucuk adat batin dan kepenghuluan di Kabupaten Pelalawan. Datuk Engku Raja Lela Putra adalah Wazir pewaris Kerajaan Pelalawan.
Wan Ahmat menegaskan, jika putusan hukum terhadap kebun sawit 1.200 hektare tersebut tidak dipatuhi, maka TNTN berada dalam kondisi paling terancam. Ia mengungkit soal penyerahan secara lisan kawasan hutan dari Pucuk Batin Rantau kepada pemerintah sehingga ditetapkan sebagai hutan konservasi TNTN.
Ia menilai, kondisi TNTN yang bersalin rupa menjadi kebun sawit ilegal sebagai pertanda kalau pemerintah (KLHK) tidak amanah terhadap lahan hutan masyarakat adat.
"Padahal, pucuk batin dulunya menyerahkan lahan itu secara lisan sesuai mekanisme adat agar dijaga kelestariannya. Bukan justru seperti saat ini hancur dirusak dan terjadi pembiaran," tegas Wan Ahmat.
Wan Ahmat mempertanyakan kesungguhan KLHK dan otoritas terkait dalam melakukan pengamanan di kawasan TNTN. Menurutnya, pada awal penetapannya, luasan TNTN mencapai 83 ribu hektare, namun kondisi riil saat ini hanya tersisa sekitar 5 ribu hektare.
"Masak petugas tidak mengetahui kalau TNTN dirusak dan dijadikan kebun sawit. Inikan bukan pekerjaan sulap dalam satu hari, tapi sudah bertahun-tahun. Aturan hukum kita lengkap, petugas pemerintah ada, tapi kok justru yang terjadi seperti ini. Inikan namanya pembiaran," tegas Wan Ahmat.
Ia mendesak agar KLHK segera mengeksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) atas gugatan Yayasan Riau Madani tersebut. Bahkan ia meminta agar lahan kebun sawit tersebut diserahkan kepada masyarakat adat setempat.
"Kami minta agar segera dieksekusi, lahan diserahkan kepada masyarakat adat. Agar masyarakat adat bisa menjaganya. Saya kira masyarakat adat memiliki kemampuan dan hak untuk itu. Karena sejak dulu, masyarakat adat hidup dari hasil hutan," tegas Wan Ahmat.
KLHK Masih Bungkam
Hingga saat ini pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia masih bungkam pasca dikabulkannya permohonan eksekusi putusan inkrah menyangkut kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektare di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Pelalawan, Provinsi Riau. KLHK tak kunjung memberi pernyataan terkait langkah apa yang segera dilakukan menyusul terbitnya putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi Menteri LHK Dkk.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum KLHK Supardi belum bersedia ditemui di kantornya yang berada di gedung Manggala Wanabakti KLHK. Saat SabangMerauke News menyambangi ruang kerjanya, Selasa (26/3/2024) lalu, seorang staf Biro Hukum menyebut atasannya masih sedang banyak pekerjaan. Menurut staf Biro Hukum KLHK, Supardi sedang berada di ruang kerjanya.
"Pak Kepala Biro tidak bisa ditemui dikarenakan sedang banyak pekerjaan. Kabiro Hukum tadi juga baru ada rapat," kata staf tersebut.
Menteri LHK Siti Nurbaya, Sekjen KLHK Bambang Hendroyono dan Supardi telah dikonfirmasi via pesan WhatsApp. Namun ketiganya tak kunjung merespon.
Kronologi Putusan Gugatan Yayasan Riau Madani
Yayasan Riau Madani menggugat Kepala Balai TNTN, Dirjen Gakkum KLHK dan Menteri LHK di PTUN Pekanbaru pada 30 Juni 2022 lalu. Gugatan berkaitan dengan keberadaan kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektare usia produktif di areal hutan konservasi TNTN.
Yayasan Riau Madani dalam gugatannya meminta majelis hakim PTUN Pekanbaru untuk menghukum ketiga termohon agar memulihkan kawasan hutan konservasi TNTN seluas 1.200 hektare yang terdapat kelapa sawit, dengan menebang kelapa sawit dan menggantinya dengan tanaman kehutanan.
Pada 15 November 2023, PTUN Pekanbaru mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani lewat putusan perkara nomor: 36/G/TF/2022/PTUN.PBR. Namun, Menteri LHK dkk mengajukan banding ke PT TUN Medan.
PT TUN Medan pada 21 Maret 2023, menolak banding yang diajukan Menteri LHK cs. Putusan banding teregister dengan nomor: 26/B/TF/2023/PT.TUN.MDN. Sebaliknya, PTTUN Medan menguatkan putusan PTUN Pekanbaru.
Tak menyerah, Menteri LHK dkk kembali melakukan upaya kasasi atas putusan PT TUN Medan ke Mahkamah Agung (MA). Namun, lagi-lagi MA menolak kasasi tersebut pada 8 Desember 2023 lewat putusan kasasi bernomor: 359 K/TUN/TF/2023. (R-03/R-04)