Terseret Kasus Korupsi 'Massal' Tambang Timah, Ternyata Ini Peran Penting Harvey Moeis
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Pengusaha sekaligus suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga timah di kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Kasus ini diduga terjadi periode 2015-2020.
Berdasarkan hasil penyelidikan Kejaksaan Agung (kejagung), Harvey ternyata memiliki peran penting dalam kasus ini yakni perantara para pelaku lain. Dalam hal ini ia menjadi perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) dalam sebuah dengan PT Timah terkait kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP persero.
"Adapun kasus posisi pada perkara ini, bahwa sekira tahun 2018 sampai dengan 2019. Saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu saudara MRPT atau Saudara RZ dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," jelas Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kurtadi sebagaimana dikutip dari detiknews, Kamis (28/3/2024).
Dari pertemuan yang dilakukan Harvey dengan eks dirut PT Timah itu, para pelaku sepakat untuk melakukan pertambangan liar yang kemudian disamarkan dengan usaha sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
"Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," tambah dia.
Dari sana, suami Sandra Dewi ini berhasil mendapat sebagian keuntungan aktivitas pertambangan liar ini dari masing-masing smelter yang terlibat. Keuntungan itu Harvey terima dalam bentuk dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim (HLN).
"(Keuntungan yang disisihkan) diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh tersangka HLN," ujar dia.
Sebagai tambahan informasi, kasus ini bermula ketika pada 2018 lalu ketika tersangka ALW selaku Direktur Operasi PT Timah Tbk periode 2017-2018 bersama Tersangka MRPT selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Tersangka EE selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk menyadari pasokan bijih timah yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan smelter swasta lainnya.
Usut punya usut, hal itu diakibatkan oleh masifnya penambangan liar yang dilakukan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk. Namun, alih-alih mengambil tindakan tergas, para tersangka malah menawarkan pemilik smelter untuk bekerja sama dengan membeli hasil penambangan ilegal melebihi harga standar yang ditetapkan oleh PT Timah Tbk tanpa melalui kajian terlebih dahulu.
Guna melancarkan aksinya untuk mengakomodasi penambangan ilegal tersebut, para tersangka sepakat untuk membuat perjanjian seolah-olah terdapat kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan para smelter.
Pasal yang disangkakan kepada tersangka adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus korupsi 'masal' itu mengakibatkan kerugian lingkungan hingga Rp 271.069.688.018.700 atau Rp 271 triliun, dan total sudah ada 16 tersangka yang ditahan Kejagung. (*)