Kadis LHK Riau Mamun Murod Didemo Wartawan, Staf Sebut Bosnya Kena Covid-19
SabangMerauke News, Pekanbaru - Solidaritas Wartawan Pro Lingkungan Provinsi Riau menggelar aksi damai di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Jumat (4/3/2022). Para wartawan memprotes tindakan blokir nomor WhatsApp yang dilakukan Kadis LHK Riau, Mamun Murod kepada sejumlah wartawan saat mengonfirmasi pemberitaan beberapa waktu lalu.
"Tindakan blokir nomor wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik adalah indikasi kuat sikap tertutup pejabat publik di era keterbukaan informasi saat ini. Pejabat publik memiliki kewajiban menyampaikan informasi publik yang salah satunya direpresentasikan lewat pemberitaan media. Namun yang terjadi nomor WA wartawan diblokir. Ironis sekali," kata salah satu orator aksi damai, Raya Desmawanto.
Raya menyatakan, tindakan memblokir nomor wartawan mengindikasikan perilaku pejabat publik yang tertutup. Semestinya, pejabat tersebut menggunakan kewajibannya untuk menyampaikan keterangan dan klarifikasi atas sebuah peristiwa yang terjadi di lingkup tanggung jawabnya. Ia juga meminta agar pejabat publik dapat memahami secara substantif Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta tugas wartawan dan pers sebagai penyebar informasi publik.
"Tidak sebaliknya justru menutup diri. Selain menunjukkan sikap tidak dewasa dan bersahabat dengan pers yang seharusnya menjadi mitra, pemblokiran tersebut telah merugikan hak publik dalam mendapatkan informasi yang benar, akurat dan lengkap," tegas Raya yang nomornya juga menjadi korban blokir dari Mamun Murod.
Raya mengaku miris atas tindakan Kadis LHK Riau Mamun Murod tersebut. Apalagi jika dikaitkan dengan penghargaan 'Anugerah Keterbukaan Informasi Publik' pada akhir 2021 lalu dari Wakil Presiden Maruf Amin yang diterima oleh Gubernur Riau, Syamsuar.
"Ini menjadi catatan dan koreksi atas pemberian penghargaan tersebut. Faktanya, anak buah Gubernur Riau sendiri menunjukkan sikap tertutup dalam memberikan informasi publik," jelas Raya.
Adit, wartawan lain yang nomornya diblokir oleh Mamun Murod menyatakan dirinya telah mengonfirmasi Dewan Pers ikhwal sikap pejabat daerah yang memblokir nomor wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik. Petinggi Dewan Pers menyebut tindakan tersebut telah merugikan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi.
"Konfirmasi dari pers yakni wartawan semestinya dijawab dengan baik, bukan justru diblokir. Pejabat publik harus memahami dan mampu memikul tanggung jawab sebagai penyampai informasi publik. Kami wartawan merasa telah dilecehkan dan direndahkan dalam menjalankan tugas jurnalistik," jelas Adit.
Aksi damai ini dilakukan sekitar 30 menit di halaman kantor DLHK Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru. Para wartawan diterima oleh seorang pegawai DLHK Riau, Agus yang menyebut kalau Mamun Murod sedang melakukan isolasi mandiri karena terpapar Covid-19. Karena tidak bisa bertemu langsung dengan Mamun Murod, massa memilih membubarkan diri dan akan melakukan aksi damai lanjutan pada Senin depan.
"Kami berdoa agar Kadis LHK segera sembuh dan pulih serta menyelesaikan masa isolasi mandiri. Agar yang bersangkutan bisa langsung bertemu dengan para wartawan untuk mengklarifikasi tindakannya tersebut," jelas Raya.
Aksi blokir nomor wartawan berlangsung di tengah panasnya pemberitaan sejumlah media terkait kasus hilangnya alat berat buldoser di hutan lindung Bukit Betabuh, bulan lalu di Kuansing. Tim DLHK Riau menangkap buldoser berada di kawasan hutan diduga untuk pembukaan kebun sawit. Namun, beberapa waktu kemudian, tangkapan barang bukti buldoser tersebut hilang dari lokasi tempat diamankan.
Belakangan terungkap kalau buldoser tersebut telah diambil oleh pemilik yang menyewakan alat berat itu di daerah Sumatera Barat. Yang mengejutkan, pengambilan buldoser disebut berkaitan dengan adanya pemberian uang sebesar Rp 50 juta dari pemiliknya diduga kepada oknum DLHK. Hal tersebut berdasarkan pengakuan istri pemilik buldoser kepada tim peduli hutan Kuansing yang mendapati alat berat tersebut sudah sampai ke wilayah Sumbar.
Belakangan, pengakuan tersebut dibantah oleh seorang pria yang mengaku pemilik buldoser. DLHK Riau juga telah membantah kabar adanya pemberian uang Rp 50 juta tersebut.
Namun, hingga kini penyelidikan kasus perambahan hutan dan hilangnya alat berat tersebut belum tuntas. Kepada Bidang Penataan dan Penaatan DLHK Riau, Mohammad Fuad menyatakan kalau pihaknya sedang memanggil saksi-saksi yang terkait dalam perkara itu.
Fuad mengaku kalau tim DLHK telah turun mengukur luasan kawasan hutan yang telah dirambah. Pemeriksaan terhadap saksi kepala desa setempat belum dilakukan karena alasan sibuk. Demikian halnya dengan orang yang menyewa alat berat buldoser tersebut belum bersedia datang saat dipanggil.
"Kita layangkan panggilan kedua dan tim menjemput bola ke Kuansing untuk meminta keterangan," jelas Fuad baru-baru ini.
Pemberitaan lain yang memicu pemblokiran nomor WA wartawan yakni terkait pemberitaan soal tidak adanya tindak lanjut DLHK Riau dalam menertibkan kebun kelapa sawit ilegal di dalam kawasan hutan. Padahal, Kementerian LHK sudah menyurati DLHK Riau untuk mengambil langkah terkait persoalan tersebut. Dalam suratnya, Kementerian LHK menyebut kebun sawit milik Yungdra, Asiong dan Gulat Menurung berada di dalam kawasan hutan produksi terbatas. (*)