Bupati Meranti Muhammad Adil Kembali Jadi Tersangka KPK, Dijerat Kasus Pencucian Uang
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil kembali berstatus tersangka. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjeratnya dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Ditemukannya ada fakta-fakta hukum baru berupa perbuatan menerima gratifikasi dan TPPU dalam jabatannya selaku Bupati Kepulauan Meranti, maka KPK kembali tetapkan MA sebagai tersangka," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024).
Ali mengatakan TPPU yang diduga dilakukan Muhammad Adil berkisar puluhan miliar rupiah. Dia diduga mengalihkan uang hasil korupsinya ke dalam aset bangunan.
"Mengenai besaran awal penerimaan gratifikasi dan TPPU sekitar puluhan miliar rupiah di antaranya dalam bentuk aset tanah dan bangunan. Proses penyidikannya telah berjalan dan pengumpulan alat bukti melalui pemeriksaan saksi-saksi saat ini mulai terjadwal," tegas Ali.
Sebelumnya, Muhammad Adil telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru pada 21 Desember 2023 lalu. Dimana saat itu, Muhammad Adil dijatuhi hukuman pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Majelis hakim juga mengharuskan Muhammad Adil membayar uang pengganti sebesar Rp17,8 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
Di perkara ini, Adil dijerat dalam 3 kluster perkara korupsi yakni penerimaan fee pemberangkatan umrah program Pemkab Meranti, penerimaan dari potongan kas organisasi perangkat daerah dan pemberian suap kepada auditor BPK Perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.
Muhammad Adil mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru tersebut. Belakangan, Pengadilan Tinggi Riau dalam putusan bandingnya justru memperberat hukuman terhadap Bupati nonaktif Kepulauan Meranti, Muhammad Adil. Vonis banding menaikkan pidana subsider uang pengganti dari sebelumnya 3 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.
Putusan banding tersebut ditetapkan pada Rabu, 21 Februari 2024 lalu dengan nomor putusan 1/PID.SUS_TPK/2024/PT PBR.
"Mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tingkat Pertama pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 44/Pid.Sus TPK/2023/PN Pbr tanggal 21 Desember 2023 yang dimintakan banding tersebut, sekedar lamanya pidana subsider uang pengganti yang dijatuhkan kepada terdakwa Muhammad Adil," demikian amar putusan majelis hakim banding PT Pekanbaru sebagaimana dilihat SabangMerauke News pada laman SIPP PN Pekanbaru, Minggu (25/2/2024).
Dalam amar putusan bandingnya, majelis hakim tidak mengubah putusan lain yang sebelumnya telah dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada 21 Desember 2023 lalu. Dimana saat itu, Muhammad Adil dijatuhi hukuman pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Putusan banding hanya mengubah lamanya pidana subsider jika Muhammad Adil tidak mampu membayar uang pengganti sebesar Rp 17,82 miliar. Pembayaran uang pengganti itu dilakukan paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika tidak, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 5 tahun," tulis majelis hakim banding PT Pekanbaru.
Vonis banding ini ditetapkan oleh trio majelis hakim PT Pekanbaru terdiri dari Arifin sebagai ketua majelis serta Baktar Jubri Nasution dan Hendri sebagai anggota majelis hakim.
Kabarnya, Muhammad Adil kembali mengajukan kasasi atas vonis banding PT Riau tersebut.
Tiga Kluster Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Muhammad Adil dalam tiga kluster tindak pidana korupsi. Yakni penerimaan suap dari fee program pemberangkatan umrah Pemkab Meranti, suap uang setoran dari ganti uang (GU) kas puluhan organisasi perangkat daerah dan pemberian suap kepada auditor BPK Perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.
Adil melakukan tindak pidana korupsi pada 2022 hingga 2023 bersama Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Muhammad Fahmi Aressa.
Auditor BPK Dihukum 4 Tahun Penjara
Dalam perkara yang berkaitan, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru telah menjatuhkan vonis 4 tahun dan 3 bulan penjara kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Fahmi dinyatakan terbukti menerima suap atau gratifikasi dalam pengondisian hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 dari Bupati Muhammad Adil.
Majelis hakim yang diketuai M Arif Nuryanta dalam putusannya menyebut Fahmi menerima suap sebesar Rp1 miliar lebih.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 4 tahun 3 bulan dan denda Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," kata Arif Nuryanta dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (21/12/2023) lalu.
Majelis hakim juga menghukum Fahmi Aressa membayar uang pengganti sebesar Rp 3,5 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupinya. Apabila harta tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka digantikan dengan pidana kurungan 6 bulan.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut sama persis dengan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Fahmi dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP.
Fitria Nengsih Dipecat dari ASN
Sebelumnya, Mantan Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti Fitria Nengsih telah dijatuhi hukuman selama 2 tahun dan 6 bulan terkait perkara suap kepada Muhammad Adil. Fitria bahkan telah resmi dipecat dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pemecatan status PNS tersebut dilakukan setelah putusan kasus suap yang menjeratnya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Fitria berdasarkan putusan sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada 24 Agustus 2023 lalu, terbukti memberikan suap sebesar Rp 750 juta kepada Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil. Uang suap itu berasal dari jasa fee travel perjalanan umrah perusahaan yang dikelola oleh Fitria.
Dalam perkara itu, Fitria Nengsih dipidana penjara 2 tahun 6 bulan serta denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Ia juga telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas IIA Perempuan di Pekanbaru.
KPK meringkus Muhammad Adil, Fahmi Aressa dan Fitria Nengsih dalam serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pada malam Ramadan, 6 April 2023 lalu. Selain itu, puluhan pejabat dan ASN Pemkab Meranti turut diamankan dalam operasi senyap tersebut.
Belakangan diketahui kalau puluhan pejabat Pemkab Meranti kerap memberikan setoran berasal dari dan ganti uang (GU) pada kas masing-masing OPD.
Namun, sejauh ini para pejabat Pemkab Meranti tersebut masih berstatus sebagai saksi. Belum diketahui apakah KPK akan mengembangkan perkara ini pada pelaku pemberi suap. (R-02)