Ribut Soal Toa Masjid, Ternyata Begini Sejarah Masuknya Toa ke Indonesia
SabangMerauke News - Baru-baru ini ukuran volume pengeras suara menjadi polemik di publik. Selama ini alat pengeras suara identik dengan nama 'Toa'. Istilah ini justru berasal dari Jepang, nama depan perusahaan pembuatnya.
Nama perusahaan itu adalah Toa Electric Manufacturing Company. Berdiri di Kobe pada 1 September 1934. Pendirinya adalah Tsunetaro Nakatani. Seorang Jepang kelahiran 10 Agustus 1890. Setelah wajib militer, pemuda yang tertarik pada fotografi itu lalu tertarik pada mikropon dan akhirnya membuat alat pengeras suara.
"Orang-orang mendengarkan suara Sejak Toa pertama kali membuat speaker terompet pada tahun 1934," tulis buku Electronics Buyers' Guide (1964:31). Setelah 1934, Toa telah berkembang menjadi perusahaan yang sangat bereputasi dan berkualitas untuk seperti pengeras suara atau klakson.
Perang Dunia II berakhir buruk bagi Jepang di tahun 1945. Banyak perusahaan terganggu termasuk Toa. Menurut situs resminya, Toa kembali menggeliat di tahun 1947 dan mengembangkan pengeras suara berbentuk corong atau trompet. Produk Toa semacam ini ujudnya mirip dengan Toa-toa yang ada di pasaran saat ini.
Tak hanya membuat pengeras suara seperti corong saja, di tahun 1954, Toa juga mulai memproduksi megafon listrik EM-202. Benda itu dianggap sebagai: Megafon listrik pertama di dunia. Produk Megafonnya terus disempurnakan dan dalam perkembangannya, Megafon menjadi penting dalam aksi demonstrasi.
Produk dari Toa dari Jepang itu masuk ke Indonesia melalui PT Galva milik pengusaha keturunan Tionghoa asal Bangka, Uripto Widjaja. Perusahaan itu mulanya pernah memproduksi merek Galindra dan berubah ketika serius bersama Toa.
"Mulai tahun 1960-an itu juga Galva mulai melirik usaha pemasaran produk perangkat pengeras suara merek Toa," tulis Jacky Ambadar dkk dalam Usaha Yang Cocok Untuk Anda (2008:83) Semuanya kemudian berkembang karena Indonesia adalah negara potensial.
"Dari sekadar agen distribusi, tahun 1975 Galva kemudian beralih membangun pabrik sound system dengan menggandeng Toa dan Sumitomo dengan total investasi sekitar satu juta dolar AS," tulis Jacky Ambadar dkk. Perkongsian dalam PT Toa Galva Industries. Sebelum adanya perkongsian itu membangun pabrik, Toa menguasai 90% pasar pengeras suara. Sekarang, Toa sudah menjadi kata ganti atau kata benda untuk menyebut alat pengeras elektronik di Indonesia. (*)