PT Bumi Siak Pusako harus Direformasi Total, Fauzi Kadir: Jangan Besar Kepala dan Lupa Sejarah!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Pengelolaan Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP Blok) oleh PT Bumi Siak Pusako terus mendapat kritik. Para tokoh Riau menyatakan saatnya PT BSP direformasi secara total agar dapat bekerja optimal dan memberi keadilan bagi seluruh daerah operasional di blok minyak tersebut.
"Hari ini momentum dan saat yang tepat untuk dilakukan reformasi total di PT BSP setelah hampir 20 tahun pengelolaannya bersama Pertamina lewat skema badan operasional bersama (BOB). Sama halnya, Blok CPP dulunya direbut dalam semangat reformasi. Pengelolaan yang buruk dan sarat nepotisme harus dihentikan. Jangan besar kepala. Jangan lupa sejarah," kata tokoh Riau, Fauzi Kadir dalam pembicaraan dengan SabangMerauke News, Jumat (4/3/2022).
BERITA TERKAIT: Jawab Tudingan Wan Abubakar Soal PT BSP, Ketum LAM Datuk Seri Syahril: Saya Pelaku Sejarah, CPP Blok Itu Milik Riau!
Fauzi Kadir yang juga merupakan salah satu tokoh perjuangan merebut blok CPP pada 2001 lalu menegaskan, pengelolaan blok minyak itu harus dikembalikan pada roh dan spirit awal perjuangannya. Yakni keadilan daerah dalam memperoleh hasil dari eksploitasi sumber daya alam. Itu sebabnya ketika daerah diberikan hak pengelolaan, maka seharusnya bisa memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang lebih nyata.
"Tidak seperti yang terjadi saat ini. Banyak praktik nepotisme, seakan-akan blok minyak itu milik keluarga tertentu, milik bapaknya," tegas Fauzi Kadir.
Ia menilai, pengelolaan Blok CPP telah melepaskan aspek sejarah perjuangannya. Orang-orang yang sekarang mengelola hanya ikut menikmati dan menggerogoti hasilnya, tanpa pernah melihat sejarah ke belakang histori perjuangan merebut blok tersebut.
"Mereka lupa sejarah, sehingga kini kondisinya saat ini carut marut. Roh sejarah perjuangan merebut Blok CPP itu telah dihilangkan selama 20 tahun lamanya. Hasilnya, kita lihat produksi minyak terus melorot tajam. Ini ironis sekali," kata Fauzi.
Blok CPP pada saat lepas dari PT Chevron memproduksi minyak berkisar 40 ribu barel per hari. Namun, data produksi akhir 2021 lalu, produksi blok CPP tinggal 8.520 barel per hari.
Fauzi Kadir mendesak reformasi total di tubuh PT BSP genting dilakukan sebelum pengelolaan blok CPP secara tunggal ke tangan PT BSP pada Agustus 2022 mendatang. Reformasi tersebut tidak sekadar pada aspek tata kelola manajemen perusahaan profesional anti-KKN, namun juga distribusi hasil produksi pada seluruh kabupaten/ kota wilayah operasional blok CPP, termasuk Kota Dumai sebagai pintu pengiriman dan ekspor minyak.
Ia menyoroti dominasi Pemkab Siak yang merupakan daerah pemekaran Kabupaten Bengkalis dalam menikmati hasil dari blok CPP. Padahal, kata Fauzi Kadir, historis direbutnya blok CPP bukan untuk satu daerah tertentu, namun untuk seluruh wilayah Riau, khususnya wilayah operasional blok minyak tersebut.
"Kalau mau jujur, mereka sebenarnya tak pernah terlibat dalam perjuangan merebut blok CPP. Mereka kan hanya menikmati durian runtuh," tegas Fauzi.
Meski demikian, Fauzi tidak setuju jika Pemprov Riau mengambil alih kewenangan terbesar di blok CPP terkait kepemilikan saham. Pemprov kata Fauzi cukup berperan sebagai mediator aktif agar distribusi hasil minyak blok CPP bisa dirasakan adil bagi seluruh daerah kerja PT BSP.
"Bahkan seharusnya Pemprov Riau membantu daerah (kabupaten/ kota) lainnya dalam kepemilikan saham di PT BSP. Di sini sebenarnya peran pemprov itu. Bukan Pemprov mengambil alih kepemilikan saham mayoritas," tegas Fauzi Kadir.
Sebelumnya, Ketua Umum DPH Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Datuk Seri Syahril Abubakar juga menggaungkan mendesaknya perbaikan tata kelola BSP dan pembumian rasa adil bagi seluruh daerah wilayah kerja PT BSP.
Syahril menjelaskan, sangat wajar ketika selama 20 tahun Blok CPP dikelola oleh PT Bumi Siak Pusako bersama Pertamina Hulu Energi (PHE), seluruh stakeholder didesak melakukan evaluasi agar pengelolaan ke depan lebih baik. Apalagi, pada Agustus 2022 mendatang, PT BSP telah ditetapkan sebagai pengelola tunggal CPP Blok oleh pemerintah pusat.
"Saya tegaskan kalau saya berbicara atas nama pemangku adat melayu Riau, sebagai Ketua Umum DPH LAM Riau. Itu memang tugas LAMR untuk berbicara termasuk mengevaluasi pengelolaan kekayaan dan sumber daya alam di bumi Lancang Kuning," tegasnya kepada SabangMerauke News, Selasa (1/3/2022) lalu.
Ia menjelaskan, pengelolaan CPP Blok oleh PT BSP harus didudukkan secara adil. Ia tak ingin ada dominasi daerah tertentu yang merasa paling berkuasa dan memonopoli pengelolaan dan menikmati hasil dari CPP Blok.
Menurutnya, ada sejumlah daerah kabupaten/ kota yang menjadi wilayah kerja PT BSP. Yakni Kabupaten Siak, Bengkalis, Kampar, Rokan Hulu, Pelalawan, Rohil dan Dumai sebagai terminal akhir pengiriman minyak. Namun kata, Syahril pada kenyataannya sejumlah daerah tersebut tidak menikmati hasil dari eksploitasi minyak tersebut.
"Dalam persoalan tersebutlah saya berpendapat perlu tata kelola yang lebih berkeadilan bagi seluruh daerah wilayah kerja PT BSP. Ini menegaskan kalau CPP Blok itu adalah milik Riau, milik kita Melayu satu bersaudara. Bukan milik kabupaten tertentu atau dominasi kabupaten tertentu," tegas Syahril yang merupakan keturunan Datuk Lima Puluh, salah satu pembentuk Kesultanan Siak.
Atas dasar fakta tersebut, Syahril meminta agar kepemilikan saham mayoritas PT BSP dimiliki oleh Provinsi Riau. Pertimbangan pokoknya yakni wilayah kerja PT BSP terletak di lintas kabupaten/ kota di Riau. Sehingga kata Syahril, otoritas yang paling berwenang dalam mengaturnya adalah Pemprov Riau yang seharusnya menjadi pemegang saham mayoritas PT BSP.
"Fakta bahwa wilayah kerja PT BSP itu lintas kabupaten/ kota. Sehingga kewenangan pengelolaannya harus ditarik oleh Pemprov Riau. Sehingga sangat tepat Pemprov Riau menjadi pemegang saham mayoritas. Regulasinya memang begitu. Pak Wan sebagai mantan Gubernur pasti paham soal mekanisme tersebut," jelas Syahril.
Syahril heran mengapa sejumlah kabupaten/ kota tidak menerima laba/ deviden dari PT BSP meski daerahnya merupakan wilayah kerja PT BSP. Alasan tidak adanya kepemilikan saham sejumlah daerah di dalam PT BSP seharusnya bisa dicarikan solusinya.
"Ini tadi yang saya sebut rasa keadilan itu. Saya rasa wajar kalau LAMR bicara soal itu. Karena ini kan menyangkut marwah Riau secara umum. LAMR bersikap agar dilakukan perubahan tata kelola sehingga lebih adil dan bermanfaat," pungkas Syahril. (*)