Langkah Asmar Menuju Kursi Bupati Kepulauan Meranti Definitif Terhalang Usai Muhammad Adil Ajukan Kasasi, Ini Tindakan Ketua DPRD
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Proses pengajuan Asmar menjadi Bupati Kepulauan Meranti definitif terhalang oleh upaya hukum kasasi yang ditempuh bupati nonaktif, Muhammad Adil. Asmar sudah menjabat sebagai Plt Bupati Meranti hampir setahun lamanya, pasca operasi tangkap tangan KPK terhadap Adil pada awal April 2023 lalu.
Diketahui, Bupati nonaktif Muhammad Adil mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada 18 Maret lalu, setelah hakim Pengadilan Tinggi Riau menolak banding yang diajukannya. PT Riau memperberat hukuman subsider untuk Adil dari sebelumnya 3 tahun menjadi 5 tahun. Sementara Adil diwajibkan menjalani hukuman pidana pokok selama 9 tahun.
Efek pengajuan kasasi tersebut, maka putusan hukum terhadap Adil belum bisa dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah). Padahal, status perkara inkrah menjadi persyaratan penting agar Asmar bisa ditetapkan sebagai bupati definitif.
Plt Bupati Kepulauan Meranti, Asmar saat dimintai keterangannya terkait hal ini menyebutkan dirinya akan mengikuti proses dan mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan.
"Biarkan sajalah, kita ikuti saja prosesnya," kata Asmar singkat.
Sementara itu, Ketua DPRD Kepulauan, H Fauzi Hasan merasa risau. Soalnya, pihaknya sudah berencana akan segera mengusulkan Asmar ke Kemendagri agar ditetapkan menjadi Bupati Kepulauan Meranti definitif.
Kata Fauzi Hasan, upaya kasasi yang ditempuh oleh Muhamad Adil memang sudah menjadi haknya. Namun menurut Fauzi, upaya kasasi yang diajukan hanya akan merugikan diri sendiri.
"Banyak sebenarnya kerugian yang ditimbulkan. Kita sama-sama tahu jika ada upaya banding apalagi kasasi untuk kasus seperti ini. Selain mungkin bisa memperpanjang masa hukuman, juga bisa menghambat proses definitif Bupati Meranti saat ini," kata Fauzi Hasan.
Ketua DPRD itu berharap agar Bagian Tapem Sekretariat Daerah Kepulauan Meranti melakukan koordinasi dan berbicara dari hati ke hati dengan tim kuasa hukum Muhammad Adil agar proses kasasi tidak dilanjutkan.
Langkah ini dibutuhkan untuk menghindari eskalasi konflik melalui dialog dan negosiasi langsung antara pihak-pihak yang terlibat.
Disebutkan, dengan berbicara dari hati ke hati, diharapkan dapat tercipta pemahaman yang lebih baik dan kesepakatan yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Langkah ini mencerminkan upaya Ketua DPRD untuk menyelesaikan masalah secara diplomatis dan mengedepankan kepentingan bersama demi kebaikan daerah dan masyarakat.
"Tapem seharusnya sudah berkoordinasi dari hati ke hati dengan tim penasihat hukum Muhamad Adil agar tidak melakukan upaya selanjutnya, itu yang kita harapkan. Kita sifatnya kan ingin maju dan tidak tersandera seperti ini, kita maunya negeri kita bagus lagi ke depannya," ujar Fauzi Hasan.
Lebih lanjut kata Fauzi Hasan, DPRD akan segera mencarikan solusi agar bupati definitif tetap dilantik meskipun proses hukum terhadap Muhammad Adil belum selesai. DPRD ingin menjaga kelancaran pemerintahan daerah dan memastikan kontinuitas kepemimpinan.
Solusi yang dicarikan mungkin melibatkan pertimbangan hukum yang konstitusional dan cermat serta dialog antara berbagai pihak terkait. Upaya ini bertujuan untuk menghindari kekosongan kepemimpinan yang dapat mengganggu stabilitas dan kesejahteraan masyarakat.
"Kami akan cari jalan keluarnya juga, mungkin nanti berkoordinasi ke Menkumham, apakah nanti kita bisa mendapatkan celah hukum bisa mengajukan jabatan bupati definitif meskipun proses bupati nonaktif belum selesai. Usaha ini kita ambil agar ke depannya pemerintah daerah lebih eksis mengambil kebijakan-kebijakan, sehingga tidak ada yang menjadi kendala kedepannya," pungkasnya.
Vonis Banding Makin Berat
Sebelumnya, majelis hakim banding Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru memperberat hukuman terhadap Bupati nonaktif Kepulauan Meranti, Muhammad Adil. Vonis banding menaikkan pidana subsider uang pengganti dari sebelumnya 3 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.
Putusan banding tersebut ditetapkan pada Rabu, 21 Februari 2024 lalu dengan nomor putusan 1/PID.SUS_TPK/2024/PT PBR. Majelis hakim PT Pekanbaru dalam putusannya menerima permintaan banding yang dilakukan penasihat hukum Muhammad Adil.
"Mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tingkat Pertama pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 44/Pid.Sus TPK/2023/PN Pbr tanggal 21 Desember 2023 yang dimintakan banding tersebut, sekedar lamanya pidana subsider uang pengganti yang dijatuhkan kepada terdakwa Muhammad Adil," demikian amar putusan majelis hakim banding PT Pekanbaru sebagaimana dilihat SabangMerauke News pada laman SIPP PN Pekanbaru, Minggu (25/2/2024).
Dalam amar putusan bandingnya, majelis hakim tidak mengubah putusan lain yang sebelumnya telah dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada 21 Desember 2023 lalu. Dimana saat itu, Muhammad Adil dijatuhi hukuman pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Putusan banding hanya mengubah lamanya pidana subsider jika Muhammad Adil tidak mampu membayar uang pengganti sebesar Rp 17,82 miliar. Pembayaran uang pengganti itu dilakukan paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika tidak, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 5 tahun," tulis majelis hakim banding PT Pekanbaru.
Vonis banding ini ditetapkan oleh trio majelis hakim PT Pekanbaru terdiri dari Arifin sebagai ketua majelis serta Baktar Jubri Nasution dan Hendri sebagai anggota majelis hakim.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru menjatuhkan vonis 9 tahun penjara terhadap Bupati Kepulauan Meranti non aktif Muhammad Adil, Kamis (21/12/2023) silam. Vonis ini sama beratnya dengan tuntutan hukuman yang diajukan oleh jaksa KPK.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp 600 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, digantikan dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata ketua majelis hakim, M Arif Nuryanta dalam sidang pembacaan putusan.
Majelis hakim juga mengharuskan Muhammad Adil membayar uang pengganti sebesar Rp17,8 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
"Apabila harta tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka digantikan dengan pidana 3 tahun," lanjut Arif.
Atas putusan tersebut, Muhammad Adil dan kuasa hukum memutuskan akan mengajukan banding pada Kamis, 4 Januari 2024.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Muhammad Adil dalam tiga kluster tindak pidana korupsi. Yakni penerimaan suap dari fee program pemberangkatan umrah Pemkab Meranti, suap uang setoran dari ganti uang (GU) kas puluhan organisasi perangkat daerah dan pemberian suap kepada auditor BPK Perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.
Adil melakukan tindak pidana korupsi pada 2022 hingga 2023 bersama Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Muhammad Fahmi Aressa.
Auditor BPK Dihukum 4 Tahun Penjara
Dalam perkara yang berkaitan, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru telah menjatuhkan vonis 4 tahun dan 3 bulan penjara kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa. Fahmi dinyatakan terbukti menerima suap atau gratifikasi dalam pengondisian hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 dari Bupati Muhammad Adil.
Majelis hakim yang diketuai M Arif Nuryanta dalam putusannya menyebut Fahmi menerima suap sebesar Rp1 miliar lebih.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 4 tahun 3 bulan dan denda Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," kata Arif Nuryanta dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (21/12/2023) lalu.
Majelis hakim juga menghukum Fahmi Aressa membayar uang pengganti sebesar Rp 3,5 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupinya. Apabila harta tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka digantikan dengan pidana kurungan 6 bulan.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut sama persis dengan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Fahmi dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP.
Fitria Nengsih Dipecat dari ASN
Sebelumnya, Mantan Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti Fitria Nengsih telah dijatuhi hukuman selama 2 tahun dan 6 bulan terkait perkara suap kepada Muhammad Adil. Fitria bahkan telah resmi dipecat dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pemecatan status PNS tersebut dilakukan setelah putusan kasus suap yang menjeratnya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Fitria berdasarkan putusan sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada 24 Agustus 2023 lalu, terbukti memberikan suap sebesar Rp 750 juta kepada Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil. Uang suap itu berasal dari jasa fee travel perjalanan umrah perusahaan yang dikelola oleh Fitria.
Dalam perkara itu, Fitria Nengsih dipidana penjara 2 tahun 6 bulan serta denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Ia juga telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas IIA Perempuan di Pekanbaru.
KPK meringkus Muhammad Adil, Fahmi Aressa dan Fitria Nengsih dalam serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pada malam Ramadan, 6 April 2023 lalu. Selain itu, puluhan pejabat dan ASN Pemkab Meranti turut diamankan dalam operasi senyap tersebut.
Belakangan diketahui kalau puluhan pejabat Pemkab Meranti kerap memberikan setoran berasal dari dan ganti uang (GU) pada kas masing-masing OPD.
Namun, sejauh ini para pejabat Pemkab Meranti tersebut masih berstatus sebagai saksi. Belum diketahui apakah KPK akan mengembangkan perkara ini pada pelaku pemberi suap. (R-01)