Usut Tuntas Kematian Bayi VAN di RSUD Arifin Achmad, FPPMM Gandeng Ahli Hukum Kesehatan TRC PPA Riau
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Forum Pemuda Peduli Masyarakat Miskin (FPPMM) Kota Pekanbaru menggandeng ahli hukum kesehatan Dian Wahyuni S.KM, MH dalam mengurai secara tuntas kasus meninggalnya bayi VAN, pada 7 Maret lalu di RSUD Arifin Achmad milik Pemprov Riau. Pengkajian secara hukum, khususnya dari sisi pelayanan medis akan dilakukan intensif.
Pengurus FPPMM pun telah melakukan pertemuan dengan Dian Wahyuni yang merupakan Ketua Tim Reaksi Cepat (TRC) Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Provinsi Riau pada Jumat (22/32024). Dian menegaskan kesediannya membantu menangani kasus dugaan kesalahan obat dan kelalaian penanganan medis yang menyebabkan bayi VA meninggal dunia.
"TRC PPA Riau siap menerima, membantu dan bergandengan dengan FPPMM sampai masalah ini tuntas dan terang benderang," kata Dian Wahyuni.
Dalam pertemuan antara pengurus FPPMM dengan Dian Wahyuni, turut dihadiri langsung oleh kedua orangtua bayi VA.
Dian Wahyuni sempat menyinggung soal kinerja Dewan Pengawas RSUD Arifin Achmad yang semestinya bukan cuma mengawasi dari sisi keuangan saja, tapi lebih memperhatikan pengawasan di aspek pelayanan.
"Kasus kasus yang menyangkut dengan pelayanan di RSUD Arifin Achmad terjadi bukan kali ini saja," Tegas Dian.
Pengurus FPPMM Kota Pekanbaru Zerry Hijrah mengatakan pihaknya sangat optimis kasus ini bisa terurai dengan cepat, setelah FPPMM menggandeng TRC PPA Riau.
"Pertemuan ini adalah langkah awal untuk mempercepat mengurai kasus meninggalnya bayi VAN, karena kita percaya segala sesuatu harus diserahkan pada ahlinya," tegas Zerry.
Desakan FPPMM Pekanbaru
Sebelumnya, FPPMM Pekanbaru mendesak manajemen RSUD Arifin Achmad milik Pemprov Riau membeberkan secara bertanggung jawab dan transparan penyebab VAN, bayi berumur 1 bulan meninggal dunia pada Kamis (7/3/2023) lalu.
Sejak peristiwa terjadi dua pekan lalu, hingga kini pihak rumah sakit dinilai tak memberikan penjelasan yang rasional dan memadai atas penyebab kematian VAN yang diduga karena kesalahan obat dan penanganan medis.
Sebelumnya, manajemen RSUD Arifin Achmad dalam klarifikasinya hanya menyebut petugas medis sudah bekerja sesuai SOP dan tidak ada kesalahan dalam pemberian obat kepada bayi VAN. Namun, penjelasan rumah sakit tidak bisa diterima oleh BA, orangtua bayi VAN.
Ketua Forum Pemuda Peduli Masyarakat Miskin (FPPMM) Agus Riano Putra menilai, dari pengumpulan informasi yang dilakukan pihaknya, banyak hal yang tidak transparan dikemukakan RSUD Arifin Achmad dalam penanganan bayi VAN. Hal yang paling krusial yakni pemberian obat yang tidak direkomendasikan untuk bayi. Selain itu, pihaknya juga menyoroti penanganan yang dilakukan tim medis sebelum bayi VAN meninggal dunia.
"Kami minta RSUD menjelaskan apa yang menjadi tanda tanya keluarga dan masyarakat. Terangkan apa penyebab kematian bayi VAN, dan terangkan juga masalah obat yang menjadi kecurigaan kami, supaya bisa clear dan tidak menciptakan opini liar dalam permasalahan ini," kata Agus Riano Putra, Kamis (21/3/2024).
FPPMM mempertanyakan penjelasan Wakil Direktur RSUD Arifin Achmad Annisa Indrasari yang menyebut petugas RSUD bekerja sesuai SOP dan tidak ada kesalahan dalam pemberian obat.
"Itu kan bahasa teori dia saja, kenapa dia tidak jelaskan penyebab utama kematian? Kenapa tidak jelaskan soal obat? Bagaimana mungkin pasien masuk dengan keluhan utama sakit mata, tapi tidak dilayani dokter spesialis mata sejak masuk rumah sakit hingga meninggal dunia? Ini masih satu soal yang yang harus dijawab. Apakah kondisi seperti itu yang disebut oleh dia (Annisa) sesuai SOP,? tanya Agus Riano.
Agus membeberkan sejumlah dugaan kelalaian yang terjadi dalam penanganan bayi VAN. Seperti asesmen perawat pada 6 Maret 2024 pagi yang menyebut kesadaran anak lemah, tetapi tidak dilakukan tindakan intensif atau tindakan di ruang intensif, namun hanya ditangani di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan kemudian dibawa ke ruang rawat inap biasa.
"Sekali lagi, apakah ini yang oleh pihak rumah sakit sebut sudah sesuai SOP," kata Riano.
Ia juga mempertanyakan soal penjelasan perawat kepada orangtua bayi yang mengaku telah menghubungi dokter spesialis anak, lantas memberikan anjuran pemberian resep obat. Padahal, diduga dokter anak sama sekali tidak mengunjungi bayi VAN.
"Perawat memberikan resep obat hanya dengan menghubungi dokter spesialis anak, tanpa melihat kondisi pasien yang secara langsung. Apakah bisa resep obat diberikan lewat komunikasi jarak jauh tanpa melihat kondisi pasien? Apakah memang begini SOP-nya," tegas Riano.
Kejanggalan lainnya menurut Riano yakni soal pemberian resep kepada orangtua bayi VAN, dimana perawat menyuruh orangtua bayi mencari sendiri obat tersebut, hingga akhirnya dibeli dari apotek di luar rumah sakit.
"Kenapa cuma diberi resep dan orangtua pasien disuruh cari obat sendiri? Bukankah perawat yang seharusnya membawakan obat ke kamar pasien? Bukankah tugas perawat yang meng-order obat ke instalasi farmasi dan membawakan obat ke kamar pasien," sergah Riano.
Ia menjelaskan, akibat stok obat di apotek RSUD Arifin Achmad habis, maka orangtua bayi VAN terpaksa mencari ke apotek luar.
"Berarti obatnya tidak gratis ? Dibolehkan oleh BPJS beli obat dari luar? Apakah itu juga bagian dari SOP RSUD Arifin Achmad? Apakah tidak ada stok obat sejenis di rumah sakit sebesar RSUD Arifin Achmad,? kata Riano.
Riano juga mempertanyakan mengapa nama dan jenis obat merek "P" yang diberikan perawat kepada orangtua bayi VAN diduga bukan untuk bayi berusia satu bulan. Soalnya, dalam kemasan obat "P" tercantum pemberitahuan kalau obat tidak direkomendasikan untuk anak di bawah 1 tahun.
"Apakah obat "P" aman untuk bayi 1 bulan? Kenapa tidak memilih obat yang direkomendasikan khusus untuk bayi 1 bulan saja ? Apakah ini salah obat ? Karena saat itu posisi dokter tidak melihat secara langsung ketika memberikan resep obat," tegasnya lagi.
Riano juga mengungkit soal pemberian obat dan takarannya yang atas arahan perawat diberikan oleh orangtua bayi VAN. Menurutnya, pemberian obat harusnya diberikan langsung oleh perawat, bukan orangtua pasien.
"Untuk bayi berusia 1 bulan, kenapa orang tua yang di suruh memberikan obat? Kok bukan perawat yang memberikan obat langsung ke pasien? Apakah tindakan seperti juga merupakan SOP RSUD Arifin Achmad," tanya Riano lagi.
Atas sejumlah dugaan kejanggalan tersebut, pihak FPPMM telah melayangkan surat permintaan klarifikasi dari manajemen RSUD Arifin Achmad.
"Kami meminta agar surat kami tersebut dapat dibalas secepatnya, agar persoalan ini menjadi terang benderang," kata Riano.
Sebelumnya, sejak Sabtu (16/3/2024) lalu, SabangMerauke News telah mengonfirmasi Wakil Direktur Bidang Medik dan Pelayanan RSUD Arifin Achmad Annisa Indrasari ikhwal SOP yang ia klaim telah dilakukan dalam penanganan bayi VAN. Namun, ia tak memberikan respon.
Keluarga Bayi Tak Puas
Sebelumnya, pihak keluarga bayi usia 1 bulan yang meninggal dunia di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau membantah klarifikasi dari manajemen rumah sakit soal kematian sang bayi. Pihak keluarga pun menyatakan bersedia jika jenazah bayi dilakukan autopsi untuk memastikan penyebab bayi VAN yang diduga karena kesalahan penggunaan obat dan dugaan penundaan penanganan medis.
"Untuk membuktikannya, kami siap untuk dilakukan autopsi. Hanya dengan autopsi dapat diketahui apa penyebab anak kami meninggal dunia," kata BA, orang tua bayi VAN kepada SabangMerauke News, Senin (18/3/2024).
BA curiga dengan tanda-tanda fisik pada bayinya saat meninggal dunia. Dimana keadaan wajahnya menghitam dan perut membesar hingga pusat perut menonjol ke atas.
Keanehan lainnya yakni terjadi kenaikan berat badan yang cukup fantastis, sebelumnya hanya 2,7 kilogram namun saat meninggal menjadi 3,1 kilogram.
BA juga membantah penjelasan RSUD Arifin Ahmad yang menyebut kalau ibu bayi VAN memberikan susu dalam keadaan terbaring. Menurut BA, pemberian susu dilakukan dalam posisi bayi digendong duduk oleh istrinya.
Menurut BA, bayi VAN saat masuk ruang IGD kesadarannya tidak lemah. Ia mengaku bayi VAN awalnya dalam keadaan demam, namun saat dibawa ke puskesmas sebelum masuk rumah sakit, sudah mulai menurun.
"Saat dicek suhunya di IGD 36,5 derajat Celcius," terang BA.
BA mengeluhkan soal dugaan belum adanya tindakan terhadap kondisi mata bayi VAN yang meninggal dunia. Kondisi mata VAN masih bengkak namun diduga belum mendapat tindakan medis.
Menurut BA, tidak mungkin pihaknya melarang pemberian obat sesuai yang disarankan oleh tim medis. Sebagai orang awam, mereka sama sekali tidak mengetahui jenis dan tata cara pemberian obat.
"Kan tidak mungkin kami bilang jangan dikasih obat ini jangan kasih obat itu. Kami tidak tahu tentang obat-obatan. Saya rasa siapapun yang dirawat di rumah sakit pasti akan menyerahkan sepenuhnya kepada dokter di rumah sakit," jelas BA.
Penjelasan RSUD Arifin Achmad
Wakil Direktur Medik dan Perawatan RSUD Arifin Achmad, Annisa Indrasari menyatakan kematian bayi VAN di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Provinsi Riau bukan disebabkan oleh kelalaian dalam pelayanan. Menurutnya, VAN masuk ke ruang IGD pada tanggal 5 Maret 2024 sekitar pukul 21.00 WIB dan keesokan harinya dipindahkan ke ruang Anggrek 1. Dari asesmen perawat pagi, menurutnya VAN sudah mengalami demam selama dua hari.
"Mata sebelah kanan pasien merah dan membengkak serta kesadarannya juga lemah. Dan akan dikonsultasikan ke dokter spesialis mata," jelas Annisa.
Pada hari yang sama, sekitar pukul 16.00 WIB, keluarga pasien mengeluhkan bahwa mata anaknya semakin merah.
"VAN semakin rewel dan di situ perawat langsung menghubungi dokter anak. Setelah menghubungi dokter tersebut, keluarga korban dianjurkan untuk memberikan kompres mata menggunakan NACL serta memberikan resep obatnya. Perawat juga mengatakan bahwa resep obat yang diberikan berguna untuk mengurangi nyeri pada mata anak," tambahnya.
Pada tanggal 7 Maret 2024 sekitar pukul 08.00 WIB, dari pergantian shift malam, menurut Annisa kesadaran pasien cukup bagus. Setelah itu, dokter spesialis anak akan merencanakan untuk melakukan konsultasi gizi dan konsultasi mata.
Namun, kata Annisa,, dalam waktu 40 menit sekitar pukul 10.30 WIB, orang tua melaporkan kepada perawat bahwa VAN tidak sadarkan diri.
"Pada saat dilakukan RJP tampak keluar susu dari hidung. Dan dokter bertanya kepada ibu pasien apakah anak baru diberikan susu sebelumnya. Dan ibu pasien mengatakan dirinya baru memberikan susu kepada VAN dalam posisi berbaring dan sekitar pukul 11.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia di hadapan keluarga," terangnya.
Annisa membantah telah terjadi malpraktik atas kematian VAN.
"Semua prosedur dilakukan sesuai dengan SOP dan berdasarkan persetujuan dari pihak pasien. Tidak ada kesalahan dalam pemberian obat atau resep seperti yang diduga oleh keluarga pasien. Semua proses dilakukan dengan koordinasi yang baik dan tidak hanya berdasarkan keputusan dari satu dokter saja," terang Annisa.
Kronologi Versi Orangtua Bayi
Sebelumnya diwartakan, seorang bayi berusia 1 bulan, VAN meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Provinsi Riau. Orangtua bayi mungil tersebut menilai kematian sang anak akibat dugaan kesalahan penanganan medis, utamanya dugaan salah obat.
BA, orangtua bayi VAN menuturkan anaknya dinyatakan meninggal dunia oleh pihak rumah sakit pada Kamis (7/3/2024) lalu.
BA menceritakan, VAN pada Senin (4/3/2024) mengalami demam ringan dan mata sebelah kanannya gatal-gatal. Keesokan harinya, tepatnya Selasa (5/3/2024) malam, VAN dibawa ke klinik dokter anak karena kondisi matanya sudah mulai membengkak. Namun, karena keterbatasan alat, oleh dokter anak di klinik tersebut, BA diarahkan membawa VAN ke RSUD Arifin Achmad.
"Kemudian saya bersama istri dan anak saya malam itu juga langsung ke RSUD Arifin Achmad," ujar BA kepada SabangMerauke News, Kamis (14/3/2024).
Bayi VAN tiba di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Arifin Achmad sekitar pukul 9 malam. Sejam kemudian, setelah diobservasi dokter, VAN dipasang infus.
Menurut BA, terhitung hingga jam 4 subuh, sudah beberapa dokter secara bergantian memeriksa VAN. Ia heran hasil diagnosa awal dari tiap dokter yang memeriksa justru berbeda-beda.
"Diagnosa dokternya berbeda-beda. Katanya kena gigit hewanlah. Kemudian ganti dokter lagi katanya herves. Terakhir kata dokternya ada bekas luka jadi kena keringat," ujar BA.
Esok harinya, Rabu (6/3/2024) sore, akhirnya bayi VAN mendapatkan kamar rawat inap, setelah 18 jam lebih berada di IGD menunggu mendapatkan kamar rawat inap. Kata BA, infus masih terpasang pada bayi VAN.
Menurut BA, sore itu pihak tenaga medis menyebut kalau dokter yang ready bertugas hanya dokter umum, sementara dokter spesialis anak sudah pulang.
"Besok aja ke poli anak," tutur BA orang tua bayi menirukan ucapan dokter umum yang berbicara kepada dirinya.
BA menjelaskan, sekitar pukul 4 sore, perawat RSUD masuk ke kamar menemui dirinya untuk memberikan resep obat dari dokter. Perawat tersebut menyarankan BA membeli obat di apotek RSUD Arifin Achmad. Namun ternyata stok obat yang diberikan perawat itu habis di apotek rumah sakit.
Karena obat yang diberikan perawat habis di apotek rumah sakit, sang perawat tersebut mengarahkan BA untuk mencari di apotek umum di luar rumah sakit. BA lantas membeli obat dari salah satu apotek ternama di Pekanbaru.
Tiba di rumah sakit, BA menyerahkan obat yang dibelinya kepada perawat. Namun, perawat tersebut justru memberi petunjuk kepada BA cara pemberian obat untuk VAN.
"Perawat langsung mengambil alat suntik tanpa jarum dan mempraktekkan kepada saya cara pemberian obat. Dosisnya 1,7 cc, diminum 4 kali sehari dengan cara disuntikan ke mulut bayi," kata BA.
"Jadwal minum obat yang disarankan perawat yakni pukul 18.00 WIB, pukul 24.00 WIB, pukul 06.00 WIB dan pukul 12.00 WIB," cerita BA.
Namun, bukannya membaik dan sembuh, keesokan harinya, Kamis (7/3/2024), bayi VAN meninggal dunia di ruang rawat inap rumah sakit.
BA menduga, kematian bayinya VAN diduga akibat pemberian obat tersebut. Soalnya, belakangan diketahui pada kotak kemasan, obat yang diberikan tertulis untuk anak berusia 1 tahun ke atas. Sementara, bayi VAN baru berumur 1 bulan 7 hari.
"Kami menduga (kematian) ini karena faktor obat dan adanya dugaan kesalahan penanganan medis," kata BA. (KB-03/Adri Sudiyanto)