Marketing Fikasa Grup Mariyani Dituntut 12 Tahun, Dr Yudi Krismen: Klien Kami Justru Korban, Jaksa Abaikan Fakta Persidangan!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Tim penasihat hukum staf marketing Fikasa Grup, Mariyani menilai tuntutan jaksa terhadap kliennya berlebihan dan tanda dasar pertimbangan yang rasional. Ia menegaskan, posisi Mariyani dalam perkara surat utang (promissory note) tersebut justru sebagai korban karena ikut menanamkan uang bersama keluarganya sebesar Rp 18 miliar yang hingga kini belum pernah dikembalikan Fikasa Grup.
"Tapi, fakta persidangan itu diabaikan oleh jaksa penuntut umum. Jaksa menuntut terkesan berlebihan, tanpa menjadikan fakta-fakta persidangan objektif dan subjektif terdakwa dalam perkara tersebut," kata Dr Yudi Krismen SH, MH selaku ketua tim penasihat hukum Mariyani, Rabu (3/3/2022).
Mariyani oleh jaksa dituntut hukuman 12 tahun penjara dan pidana denda Rp 15 miliar subsider 8 bulan kurungan. Jaksa dalam tuntutannya mengenakan dakwaan alternatif pertama yakni pasal 46 ayat 1 Undang-undang Perbankan jo pasal 64 jo pasal 55 KUHPidana. Sementara dalam surat dakwaan awalnya, jaksa mengenakan dengan pasal berlapis yakni pasal 372 KUHPidana dan pasal 378 KUHPidana jo pasal 64 jo pasal 55 KUHPidana.
Dr Yudi Krismen menjelaskan dalam persidangan muncul fakta kalau Mariyani dan keluarganya juga merupakan kreditur dari Fikasa Grup yang juga dirugikan sama halnya dengan yang dialami pelapor dalam kasus ini, Archenius Napitupulu dkk. Hal tersebut dibuktikan dengan laporan kepolisian di Polda Riau, ikhwal pelaporan terhadap bos Fikasa Grup dengan nilai kerugian sebesar Rp 18 miliar.
Dr YK, panggilan populer Yudi Krismen juga menyinggung fakta kalau kliennya bukanlah penentu keputusan penyetoran uang Archenius Napitupulu ke dua perusahaan afiliasi Fikasa Grup yakni PT Wahana Bersama Nusantara dan PT Tiara Global Propertindo. Soalnya, Archenius ikut dalam program promossory note setelah bertemu dengan salah satu bos Fikasa Grup di Jakarta.
"Klien kami bukan penentu keputusan pelapor kasus ini untuk menanamkan uangnya ke Fikasa Grup. Tapi, uang diberikan setelah ada pertemuan dengan salah satu petinggi Fikasa Grup. Jadi tuduhan peran bujuk rayu dari klien kami itu telah terbantahkan dengan sendirinya," tegas Dr YK.
Selain itu, tuntutan jaksa juga mengabaikan pendapat hukum ahli yang dihadirkan penasihat hukum soal penerapan pasal 46 ayat 1 Undang-undang Perbankan. Soalnya, ahli menyebut kalau pasal 46 ayat 1 hanyalah diterapkan untuk jajaran direksi perusahaan sesuai akta pendirian perusahaan. Menurutnya, Mariyani sama sekali bukanlah pengurus Fikasa Grup namun sekadar pekerja marketing freelance semata.
"Klien kami hanya bekerja freelance. Bahkan tanpa ada surat keputusan kepegawaian dari direksi Fikasa Grup. Sehingga tanggung jawab korporasi seharusnya tak bisa dibebankan kepadanya," tegas Dr YK.
Dr YK menyayangkan jaksa yang menuntut Mariyani tanpa mempertimbangkan fakta-fakta persidangan tersebut. Sebaliknya jaksa dinilai telah menunjukkan arogansi kekuasaannya lewat tuntutan yang dinilai tidak manusiawi.
"Jaksa lewat tuntutannya kelihatan terlalu bernafsu ingin memenjarakan dan menghukum klien kami dengan hukuman yang berat. Tanpa mempertinbangkan sama sekali soal kedudukan klien kami dalam perkara tersebut. Tuntutan itu sangat tidak berdasar dan emosional sekali," kata Dr YK.
Menurutnya, dasar tuntutan jaksa seharusnya berpijak pada pertimbangan objektif dan subjektif yang adil. Pertimbangan objektif yakni sejauhmana kesalahan terdakwa dilihat dengan objektif dalam tuduhan tindak pidana yang dikenakan. Sementara, pertimbangan subjektif semestinya dinilai dari posisi dan kondisi Mariyani dalam kapasitas yang dimilikinya sehingga tindak pidana yang dituduhkan terjadi.
"Tapi jaksa mengabaikan semua pertimbangan tersebut. Padahal, itulah inti dari keadilan hukum. Jaksa jangan menuntut dengan sesuka hatinya saja, karena itu justru dapat menciderai rasa keadilan terhadap klien kami," pungkas Dr YK. (*)