Pemda Kepulauan Meranti Cari Solusi Atasi Kesulitan Pengusaha Soal Tarif Pajak Hiburan 40 Persen
SABANGMERAUKE NEWS, Selatpanjang - Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kepulauan Meranti merespons banyaknya kritik dan keberatan dari pelaku usaha terkait kenaikan pajak hiburan sebesar 40 hingga 75 persen.
Sebelumnya, pihak pengusaha hotel, restoran dan tempat hiburan yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) telah bertemu Bupati dan akan hearing bersama DPRD untuk mengeluhkan kenaikan Pajak Bumi Bangunan hingga 100 persen dan retribusi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan dan kesenian khsusus yang tidak relevan dengan situasi dan kondisi Kepulauan Meranti yang bukan kota tujuan pariwisata.
Selain itu, banyak pengusaha yang protes dan keberatan dengan tarif tersebut menganggap bisa mematikan dunia usaha hiburan.
"Kenaikan pajak yang 40 persen itu menyesuaikan kebijakan dari pemerintah pusat, terkait hal itu saya sudah minta Bapenda untuk menampung keluhan terkait kenaikan tersebut," kata Plt Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) Asmar.
Asmar membenarkan pelaku usaha hiburan di Kepulauan Meranti sudah banyak yang menyampaikan keluhan terkait tarif pajak hiburan yang naik mulai dari 40 hingga 75 persen.
"Saya sudah dengar keluhan semua. Kami tentunya memberikan solusi yang terbaik dan sedang digodok Bapenda," ucap Asmar.
Sementara itu, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) juga sudah membahas soal keluhan pelaku usaha hiburan beberapa waktu lalu.
Plt Kepala Bapenda Kepulauan Meranti, Susanti mengatakan pihaknya sudah memberikan penjelasan terkait hal tersebut kepada wajib pajak. Di mana implementasi kebijakan itu merupakan amanat Undang-Undang No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Sejalan dengan amanat UU HKPD tersebut, pemerintah daerah juga telah menetapkan peraturan daerah (perda) untuk menjalankan pengenaan tarif pajak hiburan khusus jasa tertentu tersebut yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kepulauan Meranti Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang disahkan pada 4 Januari 2024 lalu.
"Terkait penerapan kenaikan pajak yang disebut sebagai PBJT dalam UU HKPD ini merupakan regulasi yang lahir dari kesepakatan dengan DPR dan pemerintah. Memang ini sudah menjadi isu nasional, tetapi kalau memang itu sudah jadi keputusan kita harus laksanakan. Terkait dengan permintaan PHRI kita tetap cari solusi terbaik seperti apa," kata Susanti, Senin (18/3/2024).
"Yang perlu ditegaskan adalah, kebijakan ini bukan kebijakan daerah dan kita hanya menjalankannya saja. Setelah sebelumnya sempat mengajukan keberatan lalu kita jelaskan, Alhamdulillah akhirnya mereka paham dan mau mengikuti aturan tersebut dan membayarnya, karena pajak yang dibayarkan ini nantinya juga untuk pembangunan," kata Susanti lagi.
Dijelaskan bahwa memang ada justifikasi dari pelaku usaha disampaikan kepada kepala daerah untuk meminta fasilitas insentif.
Dikatakan pemberian insentif fiskal pajak daerah, khususnya pajak hiburan tertentu sesuai dengan Pasal 99 dan Pasal 101 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 tahun 2023. Pasal tersebut menyebutkan kepala daerah bisa mengeluarkan kebijakan pemberian insentif fiskal kepada pelaku usaha hiburan tertentu.
Kendati demikian, Kepulauan Meranti tidak termasuk daerah yang bisa memanfaatkan insentif fiskal pajak. Ada empat pertimbangan atau penilaian yang harus dilakukan pemda kepada pengusaha jasa layanan hiburan.
Pertama, pemda perlu menilai kemampuan membayar Wajib Pajak dan/atau wajib retribusi. Apabila pengusaha selaku Wajib Pajak belum mampu secara usaha ditetapkan dengan tarif 40 persen, maka kepala daerah bisa memberikan insentif fiskal tersebut.
Kedua, pemda harus mempertimbangkan kondisi tertentu objek pajak, seperti objek pajak yang terkena bencana alam, kebakaran, dan/atau penyebab lainnya yang terjadi bukan karena adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang bertujuan untuk menghindari pembayaran pajak.
Ketiga, pengusaha merupakan pelaku usaha mikro dan ultra mikro, dibuktikan dengan izin usahanya. Keempat, pengusaha tersebut mendukung kebijakan pemda dalam mendukung program prioritas. Misalnya, membantu pemerintah menarik wisatawan masuk ke daerah tersebut.
Terkait dengan adanya keringanan yang akan diberikan, Susanti menyebut pihaknya segera membahas kenaikan pajak hiburan tersebut bersama DPRD. Namun, dia belum membeberkan kapan pembahasan tersebut akan berlangsung.
Agenda rapat itu diajukan oleh pihak PHRI yang meminta untuk mengkoreksi kenaikan pajak hiburan yang mencapai 40-75 persen agar jangan sampai memberatkan pelaku usaha
"Agar usaha ini tetap berkesinambungan dan tidak keberatan membayar pajak yang telah ditetapkan, kita menunggu dipanggil rapat bersama dengan DPRD. Karena Bapenda hanya menjalankan saja dan tentunya yang membuat keputusan adalah kesepakatan yang dilakukan antara eksekutif dan legislatif. Jika ini tidak dijalankan, tentunya kita sudah menyalahi undang-undang," pungkasnya. (adv)