PSI Mendadak Usulkan Jokowi Jadi Ketua Koalisi, Pengamat: Kalau Tak Jadi Presiden, Belum Tentu Prabowo Mau Diatur Lagi!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Pengamat politik sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro (Undip) Wijayanto meyakini, Partai Solidaritas Indonsia (PSI) memiliki tujuan tertentu di balik usulan menjadikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai ketua koalisi partai politik.
Menurutnya, PSI saat ini baru partai kecil yang belum mendapatkan suara cukup untuk masuk ke dalam pemerintahan. Dengan usulan ini, PSI mungkin berharap dapat memberikan pengaruhnya.
“Ini adalah manuver PSI untuk punya peran supaya dia bargain-nya lebih besar. Mereka pengen punya pengaruh (dalam koalisi)," ungkapnya, dikutip dari Kompas.com, Selasa (12/3/2024).
Bahkan, Wijayanto menilai PSI percaya diri dengan usulan itu, karena mengaku sebagai partai pendukung Jokowi yang dipimpin oleh Kaesang Pangarep.
Tanpa usulan, ia menyebutkan bahwa Jokowi sebenarnya kini telah memimpin Koalisi Indonesia Maju meski tidak resmi menjadi ketua koalisi.
Pasalnya, Jokowi aktif menunjukkan dukungan terhadap capres-cawapres yang diusung koalisi tersebut. Dukungan itu bahkan diakui Prabowo Subianto dalam salah satu pidatonya.
“Secara ril politik hari ini, Presiden Jokowi memang sudah di atasnya Koalisi Indonesia Maju. Partai-partai itu siapa pemimpinnya? Presiden Jokowi," ujar Wijayanto.
Dia menambahkan, Jokowi selama ini juga menjadi tokoh di balik manuver-manuver politik yang dijalankan untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo-Gibran selama proses Pemilu 2024.
Misalnya, revisi perubahan aturan batas usia cawapres oleh Mahkamah Konstitusi dan pelaksanaan program bantuan sosial (bansos) yang dibuat oleh pejabat negara di bawah kepemimpinannya.
“Secara de facto, Jokowi sudah memimpin koalisi ini meskipun tidak secara de jure. De facto itu stabil politik, de jure itu itu legal formal," tegasnya.
Wijayanto mengatakan, usulan Jokowi menjadi ketua koalisi dalam pemerintahan berikutnya bukan hal yang umum terjadi.
"Sistem ini tidak dikenal dalam tata kelola negara kita. Biasanya ketua koalisi parpol adalah orang yang berkuasa (dalam pemerintah)," tambah dia.
Jokowi, lanjutnya, saat ini punya kekuasaan terhadap partai karena masih menjadi presiden. Jika sudah lengser dari pemerintahan, kuasanya berpotensi berhenti.
Pasalnya, mantan Wali Kota Solo itu bukan merupakan ketua partai dalam pemerintahan. Karena kondisi itu, dia menganggap bahwa Prabowo kemungkinan tidak mau diatur oleh Jokowi yang sudah tidak memiliki kekuasaan lagi.
"Pengaruhnya ditentukan oleh Jokowi punya kekuasaan. Kalau dia tidak punya partai, pengaruhnya kecil. Kalau Jokowi mengambil alih partai tertentu sebagai ketua, dia lebih kuat," imbuh Wijayanto.
Seperti diketahui, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menilai Presiden Joko Widodo semestinya menjadi sosok yang berada di atas semua partai.
Menurut Grace, Jokowi bisa jadi sosok yang mampu mempersatukan dan menjembatani kepentingan partai politik (parpol). Hal itu, kata Grace, penting untuk menyongsong cita-cita Indonesia Emas 2045.
Grace mengatakan usulan tersebut juga diutarakan Ketua Dewan PSI Jeffrie Geovannie agar Jokowi dapat memimpin kaolisi partai politik yang memiliki kesamaan visi menuju Indonesia Emas.
"Saya pikir ide bagus juga, Pak Jokowi mungkin bisa jadi ketua dari koalisi partai-partai."
"Semacam barisan nasional, partai-partai mau melanjutkan atau punya visi yang sama menuju Indonesia emas," kata Grace dilansir WartakotaLive.com, Selasa (12/3/2024).
Menurutnya, tidaklah mudah untuk mencari sosok seperti Jokowi, yang bisa menjembatani semua partai politik dan perkataannya dapat mempersatukan partai-partai tersebut.
“Enggak banyak sih saya pikir yang dengan orang rela ya untuk menerima dan hari ini saya pikir Pak Jokowi satu-satunya orang," ungkap Grace.
Meski demikian, Grace mengaku masih belum ada pembicaraan lebih lanjut tentang hal ini.
“Itu kan masih usulan ya, detailnya kita belum tahu juga, kan perlu dibicarakan juga. Ini kan banyak partai, banyak kepentingan, banyak kepala, jadi akan seperti apa dinamikanya belum tahu," ujarnya. (*)