Jawab Tudingan Wan Abubakar Soal PT BSP, Ketum LAM Datuk Seri Syahril: Saya Pelaku Sejarah, CPP Blok Itu Milik Riau!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Ketua Umum DPH Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Datuk Seri Syahril Abubakar menjawab tudingan mantan Gubernur Riau, Wan Abubakar terkait pengelolaan Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP Blok) oleh PT Bumi Siak Pusako (BSP). Syahrir menegaskan pernyataannya sama sekali tidak membuat gaduh atau menebar syak wasangka seperti yang disampaikan Wan Abubakar lewat media.
Sebaliknya, Syahril menyatakan, saran dan masukannya semata untuk perbaikan tata kelola BSP dan pembumian rasa adil bagi seluruh daerah wilayah kerja PT BSP.
"Saya kaget dituduh bikin gaduh dan menebar syak wasangka, seakan-akan saya dituduh mengadu domba. Gak ada dasarnya tuduhan itu. Padahal, kalau dipahami secara jernih dan utuh, pendapat dan saran saya sebagai pemangku adat melayu di Riau adalah untuk perbaikan pengelolaan CPP Blok agar lebih memberikan keadilan bagi seluruh daerah operasional PT BSP tersebut," kata Datuk Seri Syahril Abubakar dalam pembicaraan dengan SabangMerauke News, Selasa (1/3/2022).
Syahril menjelaskan, sangat wajar ketika selama 20 tahun Blok CPP dikelola oleh PT Bumi Siak Pusako bersama Pertamina Hulu Energi (PHE), hari ini adalah momentum untuk melakukan evaluasi agar pengelolaan ke depan lebih baik. Apalagi, pada Agustus 2022 mendatang, PT BSP telah ditetapkan sebagai pengelola tunggal CPP Blok oleh pemerintah pusat.
"Aneh kok ada yang risih dengan saran yang saya berikan. Apakah sudah dipahami secara utuh? Kok responnya sangat emosional dan tendensius. Saya tegaskan kalau saya berbicara atas nama pemangku adat melayu Riau, sebagai Ketua Umum DPH LAM Riau. Itu memang tugas LAMR untuk berbicara termasuk mengevaluasi pengelolaan kekayaan dan sumber daya alam di bumi Lancang Kuning," tegasnya.
Syahril mempertanyakan soal pernyataan Wan Abubakar yang meminta dirinya kembali belajar sejarah soal bagaimana CPP Blok direbut 20 tahun lalu. Justru, Syahril menilai Wan yang lupa akan sejarah bahwa dirinya (Syahrir) adalah merupakan salah satu pelaku sejarah, bersama dengan almarhum Datuk Seri Al Azhar dan tokoh serta mahasiswa dalam merebut CPP Blok. Sehingga, jika bicara soal sejarah CPP Blok, Syahril sebagai pelaku sejarah merasa mahfum dan paham 100 persen.
"Saya pelaku sejarahnya, kok saya pula disuruh belajar sejarah. Rapat-rapat pergerakan merebut CPP Blok awalnya digelar di LAM Riau saat itu saya sebagai Sekretaris Umum. Justru, kala itu di internal LAMR ada yang kurang mendukung, tapi saya jalan terus. Sampai akhirnya rapat dipindahkan ke tempat lain. Saat itu, semua elemen termasuk mahasiswa bersatu memperjuangkan CPP Blok. Sungguh naif kalau pelaku sejarah disuruh belajar sejarah. Mungkin Pak Wan lupa ya," kata Syahril.
Ia menjelaskan, pengelolaan CPP Blok oleh PT BSP harus didudukkan secara adil. Ia tak ingin ada dominasi daerah tertentu yang merasa paling berkuasa dan memonopoli pengelolaan dan menikmati hasil dari CPP Blok.
Menurutnya, ada sejumlah daerah kabupaten/ kota yang menjadi wilayah kerja PT BSP. Yakni Kabupaten Siak, Bengkalis, Kampar, Rokan Hulu, Pelalawan, Rohil dan Dumai sebagai terminal akhir pengiriman minyak. Namun kata, Syahril pada kenyataannya sejumlah daerah tersebut tidak menikmati hasil dari eksploitasi minyak tersebut.
"Dalam persoalan tersebutlah saya berpendapat perlu tata kelola yang lebih berkeadilan bagi seluruh daerah wilayah kerja PT BSP. Ini menegaskan kalau CPP Blok itu adalah milik Riau, milik kita Melayu satu bersaudara. Bukan milik kabupaten tertentu atau dominasi kabupaten tertentu. Inti pendapat saya adalah itu. Jadi bukan memecah belah, namun bagaimana agar dapat dirembukkan kembali sehingga pengelolaan PT BSP ini berkeadilan bagi seluruh daerah, bagi Riau," tegas Syahril yang merupakan keturunan Datuk Lima Puluh, salah satu pembentuk Kesultanan Siak.
Atas dasar fakta tersebut, Syahril meminta agar kepemilikan saham mayoritas PT BSP dimiliki oleh Provinsi Riau. Pertimbangan pokoknya yakni wilayah kerja PT BSP terletak di lintas kabupaten/ kota di Riau. Sehingga kata Syahril, otoritas yang paling berwenang dalam mengaturnya adalah Pemprov Riau yang seharusnya menjadi pemegang saham mayoritas PT BSP.
"Fakta bahwa wilayah kerja PT BSP itu lintas kabupaten/ kota. Sehingga kewenangan pengelolaannya harus ditarik oleh Pemprov Riau. Sehingga sangat tepat Pemprov Riau menjadi pemegang saham mayoritas. Regulasinya memang begitu. Pak Wan sebagai mantan Gubernur pasti paham soal mekanisme tersebut," jelas Syahril.
Syahril heran mengapa sejumlah kabupaten/ kota tidak menerima laba/ deviden dari PT BSP meski daerahnya merupakan wilayah kerja PT BSP. Alasan tidak adanya kepemilikan saham sejumlah daerah di dalam PT BSP seharusnya bisa dicarikan solusinya.
"Ini tadi yang saya sebut rasa keadilan itu. Saya rasa wajar kalau LAMR bicara soal itu. Karena ini kan menyangkut marwah Riau secara umum. LAMR bersikap agar dilakukan perubahan tata kelola sehingga lebih adil dan bermanfaat," pungkas Syahril.
Sebelumnya, mantan Wakil Gubernur Riau Drs H Wan Abu Bakar meminta Ketua Dewan Pengurus Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Syahril Abubakar mendukung PT Bumi Siak Pusako (BSP) untuk mengelola Blok CPP. Wan Abubakar menyebut pernyataan Syahril menimbulkan gaduh dan syak wasangka di antara pemangku kebijakan di provinsi Riau.
Hal itu dikemukakan Wan Abubabakar menanggapi pernyataan Syahril di media yang menyarankan CPP Blok dikelola Pemprov Riau. Semestinya, kata Wan Abu Bakar, Syahril bisa mendinginkan dan berusaha mencarikan jalan terbaik bagi BUMD di negeri ini.
"Syahril harus berpikir secara profesional. Harus diselidiki dulu apa masalahnya, jangan langsung klaim PT BSP tidak mampu. Dia harus kembali belajar sejarah, bagaimana selama hampir 20 tahun PT BSP mengelola Wilayah Kerja CPP. Sudah banyak ilmu dan pengalaman yang didapat dalam mengelola ladang minyak di bumi Melayu ini. Apakah dia tahu, berapa banyak pekerja yang berasal dari PT BSP di BOB PT BSP-Pertamina Hulu. Jadi jangan asal bicara jika tidak tahu apa masalahnya," sebut Wan, pekan lalu. (*)