Berhasil Turunkan Stunting 14,5 Persen Dekati Target Nasional, BKKBN Minta Kabupaten Lain Contoh Kampar
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengapresiasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar dan pemangku kepentingan, serta perusahaan, dalam menurunkan prevalensi stunting dari tahun 2021 sebesar 25 persen turun menjadi 14,5 persen tahun 2022.
Hal ini disampaikan saat Pemerintah Provinsi Riau gelar Gebyar Audit Kasus Stunting (AKS) Tahun 2024 serentak di seluruh kabupaten kota, berpusat di Kabupaten Kampar.
Diketahui, di tahun 2019 sebanyak 32,99 persen, tahun 2020 23,7 persen, tahun 2021 25,7 persen, dan terakhir data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menyatakan angka prevalensi stunting di Kabupaten Kampar sebesar 14,5 persen mendekati target nasional di angka 14 persen.
Hasto, Keynote Speechnya pada acara Gebyar Audit Kasus Stunting mengatakan, dengan adanya acara ini seluruh pihak bisa lebih memahami apa makna sebenarnya Audit Kasus Stunting.
“Itulah makna besar AKS. Bukan audit uang, bukan kinerja, tetapi lebih banyak kepada kasus stuntingnya. Saya senang AKS benar-benar di launching dengan sangat baik sehingga bisa dipahami oleh semuanya,” ujar dokter Hasto.
Menurut dokter Hasto, audit ini maknanya mencari apa underlying problem yang mendasari stunting. Sehingga satu persatu kasus stunting akan teridentifikasi dan ditindaklanjuti dengan rekomendasi intervensi yang tepat sasaran sesuai permasalahannya.
Dari hasil AKS tersebut akan bisa membedakan penyebab stunting yang terjadi antara kabupaten satu dengan Kabupaten lainnya, kata Dokter Hasto.
“Tadi saya diskusi dengan Dinas Kesehatan (Provinsi Riau), TBC di sini juga masih cukup banyak, bisa menjadi underlying problem nya. Dengan audit ini ada beberapa pakar yang dihadirkan, akhirnya akan bisa menentukan penyebab-penyebab stunting di provinsi maupun kabupaten/kota,” tambahnya.
Di Kampar sendiri terdapat 44 Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS) yang berasal dari berbagai pihak, baik perusahaan, lembaga bahkan pribadi, sehingga seluruh anak yang masih stunting sudah mempunyai BAAS.
“Saya sudah keliling ke seluruh Indonesia, yang 'ngeroyok' stunting seperti di Kampar ini saya belum lihat. Ngeroyok stuntingnya ini serius sekali. Semua memberikan dukungan. Dan optimis sangat karena gotong royongnya betul banyak,” puji dokter Hasto.
Dr. Hasto mengungkapkan, Presiden Jokowi menargetkan akhir 2024 angka stunting harus mencapai target 14 persen secara nasional.
Namun menariknya, di Kabupaten Kampar jangankan akhir 2024, akhir 2022 lalu sudah mencapai 14 persen.
Menurut dokter Hasto, kerja keras dan upaya yang dilakukan Tim Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Kampar sungguh luar biasa.
“Tentu berkat dukungan yang digerakkan pak Bupati dan pak Sekda. Saya melihat pak Sekda sejak beberapa tahun lalu sudah menggerakkan, termasuk juga mitra-mitra. Saya terima kasih sekali kepada para mitra," terangnya.
Sementara, PJ Gubernur Riau yang diwakili Asisten 3 Setda Provinsi Riau, Elli Wardani mengatakan bahwa hasil AKS di Provinsi Riau pada 2023 di 12 kabupaten/kota masih menemukan kasus stunting yang perlu diintervensi.
“Secara umum hasil AKS tahun 2023 masih ditemukan. Ibu hamil yang terpapar asap rokok, ibu hamil dengan masalah psikologis emosional, bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif, balita dengan infeksi berulang, serta ibu nifas yang belum mendapatkan pelayanan KB dan tidak memberikan Inisiasi Menyusui Dini,” terangnya merinci tantangan yang dihadapi.
Gebyar AKS ini, menurut Elli, juga menjadi upaya meningkatkan kualitas pelaksanaan AKS di Provinsi Riau tahun 2024 untuk lima pendekatan. Yakni, memastikan penentuan keluarga dan individu target sasaran audit dilaksanakan dengan baik dan benar.
Berikutnya, memastikan setiap keluarga dan individu target sasaran audit masuk dalam daftar target sasaran intervensi pasca audit; Memastikan setiap keluarga dan individu target sasaran memperoleh pelayanan program intervensi pasca audit.
Selanjutnya, memastikan setiap keluarga dan individu target sasaran memanfaatkan program intervensi yang dibutuhkan sesuai dengan kriteria program; dan memastikan semua pelaksanaan program intervensi tercatat dan terlaporkan sesuai kebutuhan moda pelaporan dan tepat waktu. (*)