Tim Advokasi Solidaritas Nasional Untuk Rempang Kecewa Terhadap Tuntutan JPU: Terdakwa Dipaksa Ngaku Bersalah!
SABANGMERAUKE NEWS, Batam - Pengadilan Negeri (PN) Batam menyidangkan Perkara Pidana Nomor: 935/Pid.B/2023/PN Btm dengan agenda pembacaan tuntutan. Perkara ini terkait bentrokan 11 September 2023 lalu dalam Aksi Bela Rempang.
Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 26 orang terdakwa dengan pidana penjara waktu tertentu secara variatif. Diantaranya satu orang dipidana 3 bulan, sepuluh orang 10 bulan, dan lima belas orang 7 bulan.
Sebenarnya, PN Batam juga dijadwalkan melakukan agenda serupa untuk Perkara Pidana Nomor: 937/Pid.B/2023/PN Btm. Sayangnya, JPU tanpa alasan yang jelas membatalkan agenda tersebut.
Direktur LBH Mawar Saron Batam, Mangara Sijabat, salah satu penasihat hukum dari 16 terdakwa dalam Perkara Pidana Nomor: 935/Pid.B/2023/PN Btm merespon tuntutan JPU dengan kekecewaan.
”JPU dalam tuntutan perkara ini hanya mengedepankan naluri untuk menuntut seseorang tanpa mempertimbangkan rasa keadilan bagi masyarakat. Yang paling kami kecewa justru penyangkalan para terdakwa dalam perkara ini dijadikan JPU sebagai hal yang memberatkan. Kalau memang tidak ada melakukan perbuatan pidana ya wajar para terdakwa menyangkalnya. Dari awal kami duga klien kami 8 terdakwa memang tidak ada melalukan pengerusakan dan pelemparan petugas, kami duga mereka ini dari awal salah tangkap. Dan kepada yang mengakui 9 terdakwa lain kami juga fair, kami meminta keringanan hukuman kepada hakim dalam pledoi tadi, yang tidak melakukan pidana masa harus kami paksa mengaku, berdosa kita,” ungkap Mangara Sijabat.
Dia menambahkan, JPU seharusnya menyadari kegagalannya membuktikan perbuatan dan kesalahan delapan orang kliennya yang sama sekali tidak melakukan pelemparan.
Adapun delapan orang tersebut tersebut, yaitu Thomas Bin Subandi, Wahfi’iyuddin Bin M. Yakop alias Yudi, Tengku Muhammad Hafizan alias Hafiz Bin Tengku Hasni Rabianwar, Hairol Bin Abu Bakar, Suhendra Bin Saamin alias Saat, Rinto Rustisa Bin Ruslan, Misranto, dan Junaidi Sidiq alias Ajun Bin Suhendra.
“Delapan orang ini seharusnya dituntut bebas oleh Jaksa Penuntut Umum. Namun Jaksa tidak berani, tidak ada satu alat bukti pun yang menunjukkan mereka melakukan tindak pidana sebagaimana didakwa Jaksa. Jaksa Penuntut Umum keliru dan telah melakukan penuntutan yang arogan dengan tuntutan 10 bulan penjara. Tapi kami harap masih ada keadilan melalui hakim nantinya,” tambah Mangara.
Nota Pembelaan Tujuh Belas Terdakwa Berjudul “Munajat Rempang untuk Keadilan”
Setelah JPU mengajukan surat tuntutannya, penasihat hukum tujuh belas orang terdakwa juga membalasnya dengan langsung membacakan Nota Pembelaan setebal 96 halaman.
Sopandi salah satu advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang saat mengatakan Nota Pembelaan ini merupakan bentuk pembelaan yang menggambarkan persoalan Rempang secara keseluruhan.
Menurutnya, peristiwa 11 September 2023 ini tidak boleh dilihat sebagai peristiwa yang berdiri sendiri, banyak kausa yang mengakibatkan peristiwa tersebut terjadi.
”Sebelumnya, kami berharap Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan yang sesuai dengan fakta yang hadir di persidangan. Sayangnya, tuntutan tersebut jauh dari yang kami harapkan bahkan jauh dari pesan Jaksa Agung yang meminta seluruh jaksa bekerja dengan hati nurani dan memperhatikan keadilan yang ada di masyarakat,” lugas Sopandi.
Sopandi juga menambahkan, tuntutan jaksa terlalu berlebihan, karena proses persidangan menunjukkan sembilan terdakwa yang mengakui perbuatannya tidak mempunyai atribusi pemidanaan yang signifikan.
Tuntutan 7 bulan penjara tidak mencerminkan perbuatan yang dilakukan terdakwa atas nama Reski Als Kiki bin alm. Utu Jahari, Herman bin Deraman, Putra Bahari, Jusar bin Abdul Jalal alias Abang, Fitto Dwiky Sandiva bin Sarwandi, Aminudin bin Amin, Liswardi alias Wardi, Ardiansyah aliaa Dedek dan Donatus Febrianto Arif.
”Tuntutan tujuh bulan penjara membuat para terdakwa berpotensi bertanggung jawab melebihi dari apa yang seharusnya. Tuntutan ini sama sekali tidak mencerminkan keadilan, sekedar memperlihatkan keangkuhan jaksa,” tambah Sopandi.
Penundaan tuntutan dalam Sidang Perkara Pidana Nomor 937/Pid.B/2023/PN Btm menunjukkan jaksa tidak profesional.
Perkara Pidana Nomor 937/Pid.B/2023/PN Btm ditunda karena JPU belum menyelesaikan berkas tuntutannya. Hal ini memperlihatkan JPU tidak sungguh-sungguh dan tidak profesional. Para terdakwa, keluarga dan publik yang menyaksikan hal ini tentu merasa kecewa.
Nofita Putri Manik selaku pengacara yang juga tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang menyebut, selain tidak menggunakan hati nurani yang tulus dalam mengajukan tuntutannya dalam perkara Nomor: 935/Pid.B/2023/PN Btm, JPU juga melakukan pekerjaan tidak sungguh-sungguh dan tidak profesional.
”Apabila menghitung proses persidangan yang sudah berlangsung sejak Desember 2023, dan pembuktian jaksa berada di proses awal persidangan, maka penundaan persidangan dalam 937/Pid.B/2023/PN Btm menunjukkan jaksa juga bekerja bertentangan dengan asas yang ditentukan Undang-undang kekuasaan kehakiman, di mana peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan,” sebut Nofi.
Menurut Nofi, kerja jaksa yang tidak sungguh-sungguh, tidak profesional, dan tidak didasarkan hati nurani ini hanya dapat dikoreksi oleh Majelis Hakim. Karenanya Majelis Hakim diminta untuk memutus kedua perkara ini dengan kejernihan hati, perenungan dan ijtihad yang baik.
“Kami berharap Majelis Hakim dapat melahirkan putusan yang sejalan dengan hakikatnya sebagai wakil Tuhan. Melahirkan putusan yang bijak dan memenuhi tuntutan keadilan. Bagi mereka yang tidak bersalah diberikan putusan bebas, dan terhadap Terdakwa lain diberikan putusan yang adil, sesuai dengan atribusi pertanggungjawaban pidananya,” tutup Nofi. (KB-09/Malik)