Wow! Sinar Mas Grup Dituding Olah Kayu Ilegal dari Indragiri Hilir, Ini Modusnya Menurut Jikalahari
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Sinar Mas Group diduga telah melakukan aktivitas menadah, menampung, atau mengolah bahan baku hasil hutan yang berasal dari sumber ilegal. Dugaan berasal dari temuan penebangan hutan alam seluas 376,80 hektare di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
"Artinya, pabrik Sinar Mas Group di Riau yaitu PT Indah Kiat Pulp and Paper (PT IKPP) yang memproduksi kertas dan tisu ternyata masih menggunakan kayu ilegal atau haram,” kata Koordinator Jikalahari, Made Ali, saat membagikan hasil investigasi tersebut di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, dilansir Tempo.co, Kamis (29/2/2024).
Made menuturkan kalau tim dari Jikalahari telah mendatangi lokasi areal bukaan atau penebangan hutan alam yang dimaksud itu pada 12 Februari 2024. Areal terdiri atas 60,36 hektare Fungsi Hutan Produksi dan 316,44 hektare di areal hutan untuk penggunaan lain (APL)
Saat itu, kata Made, para pekerja dan alat berat sedang tidak beroperasi. Namun, Made menyebutkan, terlihat sejauh mata memandang hutan alam telah dibabat habis. Terutama untuk areal bukaan di lahan APL yang telah rapi digantikan barisan tanaman akasia muda.
"Termasuk terjadi pembukaan kanal baru atau mengeruk gambut yang seharusnya dilindungi," kata Made menambahkan.
Pada lokasi yang termasuk lahan APL itu, tim Jikalahari menemukan pada areal bukaan sudah seluruhnya ditanami pohon akasia berumur sekitar dua minggu. Areal ini termasuk wilayah Desa Belantaraya, Kecamatan Simpang Gaung, Indragiri Hilir.
Dari pantauan drone yang dilakukan, penanaman hutan homogen disebut Made tampak rapi, berbentuk blok yang dipisahkan kanal. Terlihat pula dua kamp menggunakan tenda terpal biru, diduga bekas untuk para pekerjanya.
Di lokasi kedua yang termasuk Fungsi Hutan Produksi, disebutkan Made, tepat berada di sempadan area konsesi PT Riau Indo Agropalma atau RIA, anak perusahaan Sinar Mas Group. Di antara keduanya hanya dibatasi kanal selebar 6 meter. Di lokasi ini pula tim menemukan onggokan log kayu sisa dengan panjang sekitar 10 meter, diameter sekitar 40 cm, serta sisa-sisa pohon lain yang berserakan.
Pada lokasi kedua yang termasuk wilayah Desa Simpang Gaung dan Desa Pungkat, Kecamatan Simpang Gaung, ini juga ditemukan sisa tegakan hutan alam yang belum ditebang dengan tinggi lebih dari 20 meter.
"Lokasi bukaan ini berada di antara PT RIA dan eks PT Bhara Induk yang izinnya sudah dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 5 Januari 2022,” kata Made.
Dugaan Modus Kerja Sama dengan Hutan Rakyat
Juru kampanye Jikalahari, Arpiyan Sargita, menambahkan, hasil penelusuran tim menemukan pekerjaan alat berat yang menebang kayu alam dan mengeruk kanal di luar area konsesi PT RIA dilakukan atas nama Koperasi Tani Sejahtera Mandiri (KTSM) Desa Belantaraya. Menurut Arpiyan, KTSM bekerja sama dengan PT Arara Abadi, diduga mitra dan pemasok bahan baku pulp and paper kelompok Sinar Mas, melalui surat kerja sama berjudul 'Nota Kerja Sama atas Hutan Rakyat'.
Surat sebanyak dua halaman itu ditandatangani oleh pihak pertama yakni Arara Abadi yang diwakili Edie Haris MZ selaku direktur. Kemudian dari pihak kedua, KTSM, ditanda tangani oleh Arbain selaku ketua, Roni Hartono selaku sekretaris, dan M. Khazam, bendahara, serta diketahui oleh Hasbullah selaku Kepala Desa Belantaraya.
Arpiyan mengungkapkan isi surat itu antara lain menyebutkan KTSM pemilik lahan di Desa Belantaraya melakukan kerja sama pemanfaatan lahan Hutan Rakyat seluas 1.544 hektare. “Kayu alam akan ditampung oleh PT Arara Abadi, lantas PT Arara Abadi akan memasukkan ke pabrik pulp and paper PT IKPP,” kata Arpiyan.
Menurut dia, KTSM yang memiliki izin Hutan Rakyat atau Hutan Hak telah menyalahi ketentuan dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial. Bunyi Pasal 1 angka 10 di dalamnya menyebutkan Hutan Rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak milik.
“Artinya, Hutan Rakyat atau Hutan Hak berada di luar kawasan hutan atau areal penggunaan lain. Hutan Hak wajib memiliki izin yang diterbitkan oleh ATR BPN berupa SHM,” kata Arpiyan.
Alat berat milik PT Arara Abadi yang bekerja sama dengan KTSM juga ditemukan menebang kayu alam hingga ke kawasan hutan dengan Fungsi Hutan Produksi yang berbatasan dengan PT RIA. "Padahal izin Hutan Hak tidak boleh menebang kayu di kawasan hutan,” kata Arpiyan menambahkan.
Made menyimpulkan temuan tim Jikalahari bahwa aktivitas PT Arara Abadi bersama KTSM yang telah menebang kayu alam di kawasan hutan, lalu kayu alam tersebut ditampung oleh PT Arara Abadi adalah ilegal. Dia kali ini merujuk Pasal 171 ayat (1) huruf d dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tanun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Bunyinya: Pemegang perizinan berusaha pengolahan hasil hutan dilarang menadah, menampung, atau mengolah bahan baku hasil Hutan yang berasal dari sumber bahan baku yang tidak sah (ilegal).
Dampaknya, menurut Made, PT Arara Abadi dapat dikenai sanksi administrasi berupa teguran tertulis, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha/operasional kegiatan dan pencabutan perizinan berusaha. Selain juga sanksi administrasi, denda, dan pembekuan perizinan.
Berdasarkan temuan tersebut, Made mengatakan, Jikalahari mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya memberi sanksi administratif berupa pencabutan perizinan berusaha. KLHK juga dipandang perlu mengawasi dan mengevaluasi Hutan Hak yang dijadikan obyek kerja sama dengan korporasi tanaman industri untuk pulp and paper.
"Sebab diam-diam hutan alam ditebang oleh pihak ketiga. Ini modus korporasi dengan mudah lepas dari tanggungjawab bila terjadi kejahatan," kata Made Ali.
Atas dugaan mengolah bahan baku hasil hutan yang berasal dari sumber bahan baku ilegal itu, Managing Director Sinarmas, Saleh Husin, tak merespons permintaan klarifikasi hingga berita ini dibuat. Termasuk permintaan konfirmasi untuk hubungan perusahaan dengan PT Arara Abadi dan modus kerja sama yang dicurigai. (*)