Limbah B3 Blok Rokan Jangan Jadi Bancakan Proyek, LPPHI: SKK Migas Jangan Paksakan Kehendak!
SabangMerauke News, Riau - Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) menghimbau SKK Migas untuk hati-hati dalam memutuskan pilihan teknologi pemulihan limbah Tanah Terkontaminsi Minyak (TTM) bahan berbahaya beracun (B3) warisan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Wilayah Kerja (WK) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Blok Rokan. SKK Migas seyogyanya memilih teknologi yang handal dan efektif serta berbiaya murah.
Dipilihnya teknologi yang handal dan berbiaya murah serta dikerjakan di WK Migas Blok Rokan harus menjadi rekomendasi SKK Migas kepada PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Mengingat, LPPHI sebagai Penggugat di PN Pekanbaru dalam kasus limbah TTM B3 di Blok Rokan terhadap Para Tergugat, masing-masing CPI, SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Dinas LHK Provinsi Riau, pada proses mediasi 28 Oktober 2021 telah menyarankan proses pemulihan limbah TTM B3 di WK Blok Rokan harus dipulihkan dengan metode sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 6 tahun 2021 dan dilaksanakan di area WK Migas Blok Rokan.
Saat itu, LPPHI sudah menyatakan bahwa memulihkan segera limbah B3 adalah perintah Undang Undang dan harus segera dilaksanakan, tetapi harus menggunakan metode pemulihan yang efektif dan berbiaya murah. Bukan untuk kepentingan segelintir oknum pejabat yang diduga berkongkalikong dengan pengusaha tertentu.
Intinya, akibat perbuatan operasi CPI, telah menghasilkan limbah B3 sekitar 10 juta meter kubik dan harus dipulihkan segera dengan tehnologi yang baik dan biaya yang murah serta pemulihan limbah B3 harus bisa diselesaikan di area WK Migas Blok Rokan di Provinsi Riau, bukan dibawa keluar dari Riau.
Karena, cara pemulihan limbah TTM B3 dengan membawa jauh dari Riau, selain berisiko tercecer di perjalanan dan ternyata dari biayanya bisa tiga kali lipat daripada jika limbah TTM B3 dipulihkan di WK Migas Blok Rokan.
Pada saat mediasi itu, LPPHI telah mengajukan metode pemulihan yang sesuai aturan perundang-undangan dan berbiaya murah, yaitu dengan menginjeksikan limbah B3 ke dalam reservoar. Metode ini diajukan karena fasilitasnya sudah ada di Duri dan telah digunakan oleh CPI selama 17 tahun lebih, yaitu sejak tahun 2000 hingga tahun 2017.
Bahkan untuk membuktikan metode injeksi itu paling efektif dari sisi lingkungan hidup dan berbiaya murah, pada 3 Desember 2005 hingga 12 Desember 2005 pimpinan BP Migas dan Kementerian Lingkungan Hidup telah berkunjung THUMS Production Fasility di Long Beach California Amerika, yaitu tempat menginjeksi limbah TTM B3 dari perusahaan minyak yang ada di California, termasuk berkunjung ke Departemen Oil Gas Geotermal Resources (DOGGR). (bukti foto terlampir)
Kemudian, metode lain yang diusulkan adalah landfill (penimbunan) yang dibangun di area WK Migas Blok Rokan agar biayanya murah, bukan dibawa ke Cileungsi, Bogor.
Kemudian ditambah dengan usulan metode bioremediasi yang bisa menurunkan nilai Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) menjadi 0,01% dalam waktu 60 hari, bukan dengan metode bioremediasi abal-abal.
Sedangkan metode pembakaran di pabrik semen harus dihindari, karena selain hasil pembakaran itu mengeluarkan zat berbahaya ke udara, ternyata hasil pembakaran itu masih ada residunya yang harus dibawa ke tempat lain untuk dimusnahkan. Maka metode ini termasuk berbiaya mahal dan tidak sesuai dengan program Presiden sebagai Presidenai G20 yang sepakat menurunkan emisi karbon.
Oleh sebab itu, LPPHI kembali menghimbau SKK Migas agar taat terhadap aturan perundang-undangan dan harus memilih teknologi yang handal dan murah, bukan menghambur-hamburkan uang negara.
Jika SKK Migas tetap memaksa kehendak dalam menetapkan kebijakan yang berpotensi merugikan negara, maka LPPHI akan melakukan upaya hukum terukur untuk menyelamatkan uang negara.
Ikan Tercemar
Selain itu, pada pesidangan di PN Pekanbaru pada 2 Februari 2022, LPPHI juga mengajukan bukti berupa Hasil Analisis Histomorfologi Pada Ikan di di Blok Rokan yang diduga Terkontaminasi Minyak Mentah dari PT CPI yang dibuat dan ditandatangani oleh Ahli Ekotoksikologi Prof. DR. Ir. Etty Riani, MS, yang merupakan Guru Besar Tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB).
LPPHI menyatakan, bukti tersebut membuktikan atau menerangkan bahwa telah diambil dan dianalisa histomorfologi terhadap Ikan Gabus, Ikan Belida, Ikan Nila dan Ikan Lele. Hasil analisa itu menyatakan semua organ ikan bermasalah. Dari 33 organ yang dianalisa, sebanyak 29 organ rusak dan hanya 4 organ yang tidak memperlihatkan masalah, yaitu usus gabus, limpa lele, usus patin dan insang patin. (*)