Kerugian Kerusakan Lingkungan Tambang Timah Rp 271 Triliun, Kejagung Sasar Tanggung Jawab KLHK dan Kementerian ESDM
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Diketahui kasus tersebut juga turut menyebabkan kerugian lingkungan.
Dari verifikasi lapangan yang dilakukan ahli, kegiatan penambangan tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang nilainya mencapai Rp 271 triliun.
Ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Bambang Hero Saharjo mengatakan, angka tersebut merupakan perhitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan.
"Di kawasan hutan sendiri kerugian lingkungan ekologisnya itu Rp 157,83 T, ekonomi lingkungannya Rp 60,276 T, pemulihannya itu Rp 5,257 T. Totalnya saja untuk yang di kawasan hutan itu adalah 223.366.246.027.050," rincinya.
"Dan kemudian yang non kawasan hutan biaya kerugian ekologisnya Rp 25,87 Triliun dan kerugian ekonomi lingkungannya Rp 15,2 T dan biaya pemulihan lingkungan itu adalah Rp 6,629 T. Jadi total untuk untuk yang nonkawasan hutan APL adalah 47,703 triliun," tambahnya.
Lebih jauh, Bambang mendata total luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung sekitar 170.363.064 hektar. Namun, luas galian yang memiliki izin usaha tambang atau IUP hanya 88.900,462 hektare.
“Dan dari luasan yang 170 ribu (hektare) ini ternyata yang memiliki IUP itu hanya 88.900,661 hektare, dan yang non-IUP itu 81.462,602 hektare," ujar dia.
Perhitungan ini dilakukannya merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.
Kemudian, Kejagung mengatakan bakal mengusut pihak lain yang terkait dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah ini.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) pada Kejagung, Kuntadi mengatakan, pihak terkait yang tengah didalami adalah pihak regulator di antaranya dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Terkait bagaimana pengawasan dan pertanggunjawaban, sampai saat ini masih kami dalami pihak mana yang terlibat dalam peristiwa hukum ini, apakah ada pembiaran atau ada perbuatan jahat yang didalamnya termasuk KLHK dan sebagainya," kata Kuntadi dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin (19/2/2024).
Menurut Kuntadi, tim penyidik masih berproses melakukan pendalaman keterlibatan pihak lainnya.
"Terkait Kementerian ESDM, saya rasa pertanyaanya sama semua pihak yang akan kami pandang perlu dimintai keterangan, pasti kami mintai," ujarnya.
Kuntadi mengatakan, Kejagung hingga kini telah menetapkan 11 tersangka dalam perkara ini, di antaranya ada dua eks pejabat PT Timah Tbk dan pihak swasta.
“Sejauh ini kami masih menyentuh pejabat di lingkungan PT Timah Tbk, tentu kami akan mengevaluasi bagaimana dengan regulator, tunggu saja," katanya.
Diketahui, total sudah ada 11 tersangka kasus korupsi yang ditahan dalam kasus ini. Kejagung juga menetapkan satu tersangka terkait dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Dua tersangka dari PT Timah Tbk yang sudah ditahan adalah MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 dan tersangka EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017-2018.
Para tersangka diduga terlibat melakukan perjanjian kerja sama fiktif dengan PT Timah Tbk. Perjanjian kerja sama itu dijadikan landasan bagi para tersangka untuk membuat perusahaan boneka guna mengambil biji timah di Kawasan Bangka Belitung. (*)