Inilah Alasan dan Kronologi Rusia Perangi Ukraina
SabangMerauke News - Krisis di Ukraina mencapai klimaks setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer di negara tetangganya itu. Putin menyebut ingin demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina, demi melindungi orang-orang yang telah menjadi sasaran genosida rezim Kyiv.
Ketegangan antara Rusia dan Ukraina, sebenarnya telah berlangsung lama.
Sebagai bekas republik Soviet dan di dua wilayah yang pernah di bawah kuasa kekaisaran Tsar, Ukraina memiliki ikatan sosial dan budaya yang mendalam dengan Rusia. Bahkan sebagian wilayah Ukraina masih menggunakan bahasa Rusia.
Rusia pernah menyerbu Ukraina pada tahun 2014 ketika kelompok separatis yang didukung oleh Presiden Putin, merebut sebagian besar wilayah timur Ukraina. Saat itu, Rusia telah mencaplok Krimea.
Rusia menyerang Ukraina ketika presidennya yang pro-Rusia digulingkan pada awal 2014. Perang di timur itu telah merenggut lebih dari 14.000 nyawa.
Rusia dan Ukraina telah menandatangani perjanjian damai Minsk untuk menghentikan konflik bersenjata di Ukraina timur, termasuk wilayah Donbas. Tetapi karena konflik terus berlanjut, Rusia mengatakan akan mengirim penjaga perdamaian ke wilayah di mana konflik sedang terjadi. Barat mencurigai hal tersebut sebagai dalih Moskow untuk menduduki wilayah berdaulat.
Situasi mulai tidak terkendali lagi pada awal 2021. Pada Januari tahun lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak Presiden AS Joe Biden untuk membiarkan Ukraina bergabung dengan NATO.
Ini membuat marah Rusia, dan mulai mengirim 100.000 pasukan di dekat perbatasan Ukraina. Rusia mengklaim pengiriman pasukan itu untuk latihan pada April 2021 dan meningkatkannya selama Juni 2021. Pada Desember 2021, AS mulai meningkatkan pengerahan pasukan Rusia dan Presiden Biden memperingatkan sanksi berat jika Rusia menginvasi Ukraina.
Rusia telah menuntut agar Barat memberikan jaminan yang mengikat secara hukum bahwa NATO tidak akan mengadakan kegiatan militer apa pun di Eropa Timur dan Ukraina. Vladimir Putin menuduh Ukraina adalah sekutu Barat dan dia tidak akan pernah mengakui Ukraina menjadi negara yang sah.
Ketegangan baru antara Rusia dan Ukraina terjadi di awal 2022, yang juga berdampak buruk bagi Uni Eropa. Itulah sebabnya Uni Eropa yang sebagian besar merupakan penandatangan NATO telah bergabung dengan AS dalam mengumumkan sanksi terhadap entitas Rusia.
Beberapa minggu yang lalu pada bulan Februari 2022, dalam waktu terpisah, Presiden Prancis Emmanuel Macron serta Kanselir Jerman terbang ke Moskow untuk berbicara dengan Presiden Putin guna mengurangi ketegangan.
Gedung Putih sebenarnya siap melakukan diplomasi melalui sebuah pernyataan pada Minggu, 20 Februari 2022, setelah Paris menyarankan untuk menyelesaikan konflik secara damai. Tetapi konflik makin panas setelah Putin pada pidato Senin 21 Februari 2022, mengakui deklarasi dua wilayah Ukraina Timur, Donetsk dan Luhansk.
Konflik Rusia Ukraina kian membara setelah Putin mengumumkan operasi militer di negara tetangganya itu pada hari Kamis, 24 Februari 2022, dan meminta tentara di sana meletakkan senjata. Hal ini menentang kemarahan Barat dan seruan global untuk tidak melancarkan perang. (*)