Komisi Informasi Pertanyakan Transparansi Dana CSR Perusahaan Migas dan Kehutanan di Riau: Masa Kita Gak Boleh Tahu!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau menggelar peluncuran laporan hasil indeks kinerja keterbukaan informasi anggaran tahun 2023.
Dalam hal itu, Komisi Informasi Publik (KIP) mendorong kepada masyarakat dan lembaga terkait untuk sama-sama mengawal praktik keterbukaan informasi di sektor tata kelola Migas dan kehutanan di Provinsi Riau.
Ketua Komisi Informasi Provinsi (KIP) Riau Zufra Irwan mengatakan, tekanan pemerintah pusat terhadap upaya meningkatkan produksi migas cukup kuat.
Di sisi lain, nilai investasi yang masuk ke sektor kehutanan sangat besar, khususnya di Provinsi Riau.
Dia khawatir, jika pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Riau tidak dilakukan secara proporsional, maka masyarakat Riau justru kian menderita di rumah sendiri.
“Salah satu cara agar pengelolaan sektor migas dan kehutanan bisa proporsional adalah dengan transparansi, dan menghadirkan tata kelola informasi yang baik di sektor ini, agar masyarakat Riau juga bisa mengawal, dari mana hasil bumi kita diambil dan dibawa ke mana,” katanya.
Soal informasi di sektor Migas dan kehutanan, masyarakat Riau sejauh ini hanya bergelut dalam ketidakpastian. Apalagi, masyarakat tempatan, yang seharusnya bisa merasakan dampak dari kegiatan eksplorasi tersebut.
“Masa, kita tak boleh tahu tentang dana CSR mereka? untuk pendidikan berapa? lingkungan berapa? kesehatan berapa? Selama ini sulit sekali publik untuk mengakses informasi itu,” tuturnya.
Kendati demikian, dia menyadari bahwa kondisi ini terjadi karena minimnya pemahaman masyarakat terhadap keterbukaan informasi terutama dalam hal kontribusi perusahaan migas dan kehutanan dalam pengembangan sosial.
“Ketika sesuatu diambil dari kita, kita harus tahu kemana perginya,” sambungnya.
Sementara itu, dalam konteks pengelolaan dana publik, Zufra mengatakan, 70% sengketa di KIP terkait dengan anggaran. Hal ini menunjukkan urgensi transparansi dan akuntabilitas dalam alokasi dana publik sangat penting untuk menciptakan sebuah lembaga yang akuntabel.
Ia juga mengingatkan kepada semua badan publik di Riau, untuk patuh pada Undang-Undang KIP Nomor 14 Tahun 2008. Oleh sebab itu perlu membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Kehadiran lembaga ini dianggap krusial dalam meningkatkan transparansi dan ketersediaan informasi publik. (*)