Kuasa Hukum Fikasa Grup Pertanyakan Pendapat Ahli Jonker Sihombing: Dua Kasus yang Identik, Kok Beda Pendapatnya?
SabangMerauke News, Pekanbaru - Kuasa hukum terdakwa kasus surat utang (promissory note) Fikasa Grup mempertanyakan sejumlah pendapat ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara tersebut di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Salah satu pendapat ahli yang dipersoalkan yakni keterangan yang disampaikan oleh Dr Jonker Sihombing.
"Kami telah melakukan langkah pengumpulan dan telaah atas fakta-fakta persidangan yang terungkap dan diungkapkan sepanjang sidang perkara ini. Termasuk analisa informasi yang kami peroleh dari luar persidangan perkara ini. Dari situ, kami mendapati adanya inkonsistensi pendapat hukum saudara ahli Dr Jonker Sihombing yang pernah disampaikan dalam persidangan klien kami," kata Palti Simamora SH, kuasa hukum terdakwa Fikasa Grup, Rabu (23/2/2022).
Adapun terdakwa dalam kasus surat utang Fikasa Grup ini yakni '4 Salim Bersaudara' yang terdiri dari Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim dan Elly Salim. Satu terdakwa lain dalam berkas dakwaan terpisah yakni Mariyani yang merupakan sales marketing promissory note (PN) Fikasa Grup.
Palti Simamora menjelaskan, dalam persidangan kliennya pada Senin, 24 Januari 2022 lalu, ahli Dr Jonker Sihombing menyatakan kalau dokumen surat utang (promissory note) yang diterbitkan oleh PT Wahana Bersama Nusantara dan PT Tiara Global Propertindo (kedua perusahaan terafiliasi Fikasa Grup), perlu mendapatkan izin dari BI/OJK sesuai dengan pasal 46 UU Perbankan.
Palti membeberkan bahwa pendapat Dr Jonker Sihombing ternyata berbeda dengan yang pernah disampaikan oleh Dr. Jonker Sihombing saat menjadi ahli dalam kasus high yield promissory notes (HYPN) PT Indosterling Optima Investa (IOI) yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 9 Januari 2021 lalu.
Berdasarkan salinan putusan perkara tersebut, Dr Jonker menyebut bahwa Promissory Note tidak perlu ijin OJK adalah hal yang benar, karena OJK tidak mengurusi tentang promissory note tersebut. Anehnya kata Palti, untuk dokumen surat utang (promissory note) yang identik, Dr Jonker Sihombing bisa memberikan pendapat yang berbeda.
Promissory note diterbitkan sebagai bukti kesanggupan dari Fikasa Group untuk mengembalikan hutang yang telah diberikan oleh para pelapor. Promissory note tersebut merupakan bukti adanya hubungan antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Hal ini dapat dibuktikan bahwa hingga dengan bulan Maret 2020, pemberi pinjaman Fikasa Group masih menerima bunga atas pinjaman dananya.
Menurut Palti, kemacetan pembayaran bunga kepada para pemberi pinjaman dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang terpuruk akibat Pandemic Covid-19 sejak bulan Maret 2020. Ia menegaskan kegagalan pembayaran bunga dan pokok bukanlah kesengajaan dari Fikasa Group. Soalnya, jenis usaha yang dimiliki oleh Fikasa Group bergerak di bidang perhotelan dan consumer goods, sebagai perusahaan yang sangat merasakan dampak terbesar akibat pandemi Covid-19.
Palti menjelaskan, pendapat hukum Dr Jonker yang tidak konsisten dalam menilai dua perkara tersebut, diharapkan keterangannya dikesampingkan sebagai pertimbangan bagi majelis hakim yang diketuai oleh Dr Dahlan SH, MH.
Palti menegaskan dalam persidangan Fikasa Grup, pihaknya telah menyatakan keberatan atas kehadiran saksi Dr Jonker. Alasannya, Dr Jonker bukan merupakan ahli yang ada dalam berkas perkara penyidikan di Bareskrim Polri, namun sebagai ahli tambahan yang disiapkan oleh jaksa penuntut umum.
SabangMerauke News, belum dapat mengonfirmasi Dr Jonker Sihombing atas pernyataan yang disampaikan oleh kuasa hukum Fikasa Grup tersebut.
Sebagai referensi, dalam kasus HYPN PT Indosterling Optima Investa (IOI), majelis hakim PN Jakarta Pusat pada 3 Februari 2022 lalu membebaskan Direktur PT IOI, Sean William Henley dari segala tuntutan hukum (onslag van alle recht vervolging). Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan Sean William terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun bukan merupakan tindak pidana. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menegaskan kalau perkara tersebut berada dalam lingkup hukum perdata yakni tindakan ingkar janji (wan prestasi). (*)