Misteri Korupsi 6 Kegiatan Setdakab Kuansing
Aneh! Pejabat Kuansing Suruh Petugas Cleaning Services Setor Uang ke Bank Atas Nama Musliadi
SABANGMERAUKE, Riau - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dengan terdakwa mantan Bupati Kuansing, Mursini, Selasa (9/11/2021) perlahan membuka tabir perkara. Tuduhan adanya pengembalian uang atas nama dua mantan anggota DPRD Kuansing periode 2014-2019, Musliadi dan Rosi Atali kian kabur. Fakta persidangan menunjukkan tudingan kepada kedua mantan wakil rakyat itu sumir. Meski demikian, teka teki dan misteri masih bersiliweran dalam perkara ini.
Musliadi dan Rosi dihadirkan sebagai saksi dalam sidang yang berlangsung mulai pukul 7 malam tadi. Selain itu, dua pejabat dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing juga dihadirkan. Keduanya yakni Dwiyanti Muharli yang merupakan Kabid Akuntansi dan Kasubid Pengelolaan Kas Daerah, Rachma Juwita Purba. Dua saksi lain yakni bernama Ina yang merupakan petugas kebersihan (cleaning service) Setdakab Kuansing serta Roza honorer bagian umum Setdakab Kuansing.
Kehadiran dua pejabat BPKAD Kuansing itu untuk dikonfrontir dengan Musliadi dan Rosi. Soalnya, dalam persidangan dua pekan lalu, Musliadi dan Rosi membantah melakukan pengembalian uang ke kas daerah.
Musliadi dalam surat dakwaan Mursini dituduh mengembalikan uang sebesar Rp 500 juta. Uang itu disebut dikembalikan dalam dua tahap yakni Rp 300 juta dan Rp 200 juta.
Sementara, Rosi Atali dituding mengembalikan uang sebesar Rp 130 juta. Pemberitaan media selama ini menyebut uang yang disebut dikembalikan Rosi sebesar Rp 150 juta.
Pemeriksaan terhadap Ina yang merupakan petugas kebersihan (cleaning service) cukup mengagetkan. Pasalnya, Ina mengaku diperintah oleh mantan Kabag Umum Setdakab Kuansing, M. Saleh untuk menyetor uang ke Bank Riau Kepri Kuansing.
Kala itu, Ina dipanggil oleh Saleh yang berada di parkiran kantor pemda. Di dalam mobil, Ina diberikan uang sebesar Rp 300 juta. Sepucuk kertas berisi catatan ikut diberikan Saleh kepada Ina. Wanita ini menyatakan isi catatan tersebut adalah kalimat isian dalam formulir (slip) penyetoran uang.
Kepada majelis hakim yang diketuai Dr Dahlan SH, MH, Ina menyatakan catatan kecil tersebut berisi tulisan isian formulir slip setoran "Pengembalian Uang Pengesahan APBD Kuangsing 2017 atas Nama Musliadi". Perintah itu dilaksanakan oleh Ina. Setelah menyetor uang, ia menyerahkan formulir slip setoran kepada Saleh.
"Saya dipanggil Pak Saleh ke mobil yang sedang parkir di halaman kantor. Kemudian Pak Saleh menyuruh saya menyetor uang Rp 300 juta. Ada kertas berisi catatan kecil untuk mengisi slip setoran. Di situ ada tulisan pengembalian pengesahan APBD murni 2017 atas nama Musliadi. Slip nya saja kasih lagi ke Pak saleh," kata Ina.
Kesaksian Roza juga mirip dengan Ina. Saat bersamaan dengan pemanggilan Ina, ternyata Saleh juga memanggil Roza. Roza diminta menyetorkan uang sebesar Rp 130 juta. Kali ini catatan kecil berisi informasi isian formulir (slip) setoran yang berisi "Pengembalian Uang Pengesahan APBD 2017 atas nama Rosi Atali".
"Saya juga diperintah Pak Saleh. Disuruh setor uang ke bank Rp 130 juta," kata Roza.
Saleh telah berstatus sebagai narapidana dalam perkara ini. Ia masuk dalam rombongan 5 orang mantan pejabat Setdakab Kuansing yang sudah dijatuhi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Bersamanya, mantan Plt Sekdakab Kuansing, Muharlius juga sudah menjalani masa hukuman. Ketiga mantan pejabat lainnya yakni Hetty Herlina dan Yuhendrizal yang merupakan PPTK kegiatan dan mantan Bendahara Pengeluaran Rutin, Verdi Ananta.
Perkara ini disebut dengan kasus dugaan korupsi 6 kegiatan di Setdakab Kuansing tahun anggaran 2017. Mursini merupakan terdakwa keenam dalam kasus ini. Total anggaran sebesar Rp 13 miliar lebih dan perhitungan kerugian negara mencapai Rp 7 miliar.
Dalam sidang tadi malam, hakim juga mengorek keterangan dari Musliadi soal setoran atas nama dirinya sebesar Rp 300 juta yang diperintahkan M. Saleh untuk disetorkan oleh Ina. Musliadi mengaku tidak mengetahui sama sekali adanya setoran pengembalian uang atas nama dirinya tersebut.
"Demi Allah, saya tidak pernah tahu soal itu. Saya juga tidak pernah mengembalikan uang ke kas daerah," kata Musliadi.
Tentang uang sebesar Rp 200 juta yang dalam bukti setoran (slip) Bank Riau Kepri Kuansing tertulis disetor oleh Musliadi, mantan Ketua Komisi A DPRD Kuansing ini pun membantahnya. Ia lagi-lagi menegaskan tidak pernah menyetorkan uang sebesar Rp 200 juta ke Bank Riau Kepri.
"Saya kaget ada slip setoran atas nama saya itu. Padahal saya sama sekali tidak pernah menyetor ke bank uang itu. Silahkan dicek ke bank dan dilihat CCTV-nya. Saya tak pernah menyetor uang itu," tegas Musliadi.
Hal yang sama juga ditanyakan kepada Rosi Atali yang namanya tercantum dalam slip setoran uang sebesar Rp 130 juta yang disetorkan Roza atas perintah Saleh. Rosi mengaku sama sekali tidak mengetahui adanya pengembalian uang tersebut.
"Saya tidak pernah mengembalikan uang, Yang Mulia. Saya pun tidak tahu kok nama saya ada di slip setoran uang ke Bank Riau Kepri itu," tegas Rosi.
Alasan Tak Lapor Polisi
Ketua majelis hakim, Dr Dahlan SH, MH kemudian mencecar pengembalian uang sebesar Rp 300 juta dan Rp 130 juta atas nama Musliadi dan Rosi Atali. Menurut hakim Dahlan aneh jika Saleh mau begitu saja menyerahkan uang sebesar total Rp 430 juta untuk disetorkan ke Bank Riau Kepri sebagai pengembalian uang untuk kedua mantan wakil rakyat itu.
"Kan aneh ada orang (Saleh, red) yang mau begitu saja mengasih uangnya. Bukan uang kecil itu. Bisa beli mobil itu uang sebanyak itu. Apakah kalian memang tidak pernah menerima uang sebelumnya dari Saleh?" tanya hakim Dahlan.
Musliadi dan Rosi Atali menyatakan kalau mereka sebelumnya tidak pernah berurusan soal uang kepada Saleh.
Hakim Dahlan pun mempertanyakan mengapa Musliadi dan Rosi Atali tidak melaporkan Saleh ke polisi karena mengatasnamakan mereka berdua dalam pengembalian uang ke bank. Menurut Dahlan, jika merasa dirugikan seharusnya Musliadi dan Rosi menuntut Saleh karena sudah menyeret-nyeret keduanya ke perkara hukum.
"Kalian berdua ini bisa kena jerat juga. Bisa terima suap kalian dituduh karena setoran pengembalian uang ini. Tapi, kok kalian tidak melaporkan Saleh ke polisi?" tanya Dahlan.
Musliadi mengaku sempat mempertanyakan ke Saleh mengapa namanya dibawa-bawa dalam urusan pengembalian uang. Namun ia tak bisa melaporkan ke polisi perbuatan Saleh tersebut. Soalnya, ia tak memiliki barang bukti berupa slip setoran ataupun surat tanda setor (STS) atas nama dirinya ke Bank Riau Kepri dan ke kas daerah. Belakangan Saleh kadung ditahan oleh Kejari Kuansing sehingga Musliadi mengaku tak bisa lagi berkomunikasi dengan Saleh.
Musliadi juga mengaku sudah meminta slip setoran dan STS tersebut kepada seorang jaksa bernama Galih Aziz. Namun sang jaksa disebut Musliadi tak mau memberikan dokumen tersebut.
"Jangankan memberikan dokumen itu, memfoto saja saya tak dikasih izin," kata Musliadi.
Langkah lain ditempuh Musliadi untuk mendapatkan dokumen slip setoran dan STS atas nama dirinya itu ke BPKAD dan Inspektorat Kuansing. Namun saat meminta dokumen itu ke kedua instansi tersebut, Musliadi mengaku dicuekin.
"Saya dicuekin. Mungkin karena saya tidak lagi menjabat anggota DPRD Kuansing," kata Musliadi dengan nada hampir menangis.
Rosi Atali pun menyatakan pengalaman yang sama. Niatnya mencari dokumen tersebut tidak bisa ia dapatkan dari BPKAD.
"Barangkali memang karena saya tak jadi anggota Dewan lagi," kata Rosi.
Musliadi mengaku baru tahu adanya slip setoran dan STS atas nama dirinya saat diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Kejari Kuansing. Ia kaget saat melihat dokumen itu ditunjukkan oleh jaksa penyidik.
"Saya baru tahu ada STS atas nama saya saat diperiksa penyidik kejaksaan," kata Musliadi.
Pejabat BPKAD hanya Buat Daftar Rekap
Sebelumnya, majelis hakim dalam sidang yang sama malam tadi sudah memeriksa Rachma Juwita Purba yang menjabat sebagai Kasubid Pengelolaan Kas Daerah Kuansing. Wanita ini pun mengaku tidak tahu soal sumber uang yang disetor atas nama Musliadi dan Rosi Atali ke Bank Riau Kepri sebagaimana diperintahkan oleh Saleh untuk disetor oleh Ina dan Roza.
Rachma pun tidak mengetahui bagaimana cara pengembalian uang itu dilakukan. Menurut Rachma, dirinya hanya mendapatkan berkas slip setoran uang ke Bank Riau Kepri, lalu dibuatkan laporan dalam bentuk surat tanda setor (STS). Lebih dari itu, Rachma mengaku tidak tahu soal siapa orang-orang yang mengembalikan tersebut, termasuk yang menyetorkan ke bank.
"Saya hanya terima slip setoran uang dari Pak Saleh. Saya tak tahu sumber uangnya dan siapa yang menyetorkan. Tugas saya membuat STS nya," kata Rachma kepada majelis hakim.
Kabid Akuntansi BPKAD Kuansing, Dwiyanti Muharli Yurlis pun menyatakan hal hampir sama dengan Rachma. Dwiyanti mengaku sebagai penghubung antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dalam Pemkab Kuansing. Saat itu menurut Dwiyanti, BPK sedang melakukan pemeriksaan tahunan yang dokumennya disebut sebagai laporan hasil pemeriksaan (LHP).
Ketika itu kata Dwiyanti, pihak BPK Perwakilan Riau meminta agar Pemkab Kuansing mengembalikan uang sebesar Rp 1,5 miliar ke kas daerah. Hal itu berdasarkan hasil pra pemeriksaan LHP. Dengan dikembalikannya uang itu, Pemkab Kuansing bisa mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Namun, Dwiyanti mengaku tidak mengetahui soal adanya pengembalian uang atas nama Musliadi dan Rosi Atali. Disebutkan Dwiyanti bahwa pengembalian uang sebesar Rp 1,5 miliar itu terdiri dari 30 item temuan. Di antaranya yang paling besar adalah pengembalian dana operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah Kuansing.
Dakwaan Jaksa Menyebut Uang Percepatan Pengesahan APBD
Surat dakwaan jaksa penuntut terhadap mantan Bupati Kuansing, Mursini menyebut adanya aliran uang sebesar Rp 500 juta untuk Musliadi dan sebesar Rp 150 juta untuk Rosi Atali. Selain itu, nama mantan Ketua DPRD Kuansing Andi Putra juga terseret karena disebut menerima uang sebesar Rp 90 juta melalui seorang bernama Rino.
Menurut jaksa penuntut, pemberian uang itu terkait dengan usaha untuk percepatan pengesahan APBD Kuansing tahun anggaran 2017. Disebutkan kalau Saleh menerima perintah dari Mursini untuk menyerahkan uang kepada sejumlah anggota Dewan yang disebut dalam surat dakwaan.
Namun Mursini saat diperiksa oleh kejaksaan telah membantah adanya perintah dari dirinya memberikan uang kepada anggota Dewan untuk percepatan pengesahan APBD 2017. Andi Putra yang kini ditahan KPK dalam kasus suap HGU PT Adimulia Agrobadi juga membantah menerima uang sebesar Rp 90 juta sebagaimana disebut dalam dakwaan jaksa. (*)