KPK Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Kemenaker Saat Cak Imin Jadi Menteri, Bantah Terkait Politik
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - KPK menetapkan tiga tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) tahun anggaran 2012.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memastikan, proses hukum ini tidak terkait dengan kontestasi Pemilu 2024. Ia bilang, KPK mengumumkan para tersangka setelah pengusutan perkara masuk tahap penyidikan dan telah mendapat alat bukti yang cukup.
Adapun tersangka antara lain, mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Ketenagakerjaan periode 2011 – 2015 Reyna Usman (RU), ASN Kemnaker yang juga Pejabat Pembuat Komitmen I Nyoman Darmanta (IND), dan Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia (KRN).
Adapun, RU dan IND telah ditahan KPK mulai hari ini. Sedangkan, Karunia belum menghadiri panggilan KPK. Sebab itu, KPK meminta Karunia kooperatif hadir dalam penjadwalan pemanggilan KPK berikutnya.
“Tim penyidik menahan tersangka (RU dan IND) masing – masing 20 hari pertama terhitung tanggal 25 Januari sampai dengan 13 Februari 2024 di Rutan KPK,” ujar Alex dalam konferensi pers, Kamis (25/1/2024).
Adapun konstruksi perkara ini bermula ketika RU selaku Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Ketenagakerjaan mengajukan anggaran Rp 20 miliar pada tahun 2012 untuk melakukan pengadaan sistem proteksi TKI.
RU kemudian menunjuk IND menjadi penjabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan tersebut.
Sekitar Maret 2012, atas inisiatif dari RU melakukan pertemuan dengan yang dihadiri IND dan KRN selaku Direktur PT AIM yang kemudian diperintih RU terkait harga prakiraan sendiri (HPS). HPS tersebut disepakati menggunakan data tunggal dari PT AIM.
Untuk proses lelang yang sejak awal telah dikondisikan pihak pemenangnya perusahaan milik KRN. Pengkondisian pemenang lelang diketahui IND dan RU.
Ketika kontrak pekerjaan dilaksanakan, setelah dilakukan pemeriksaan dari tim penerima hasil pekerjaan didapati adanya item – item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan perintah kerja. Di antaranya komposisi hardware dan software.
Atas persetujuan IND selaku PPK dilakukan pembayaran 100% ke PT AIM meskipun faktanya di lapangan hasil pekerjaan belum sepenuhnya mencapai 100%.
Kondisi faktual dimaksud di antaranya belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software yang menjadi basis utama penempatan TKI di Malaysia dan Arab Saudi.
“Berdasarkan perhitungan dari BPK RI, dari pengadaan barang dan jasa diduga mengakibatkan kerugian negara sejumlah Rp 17,6 miliar,” ucap Alex. (*)