Heboh Bank Riau Kepri Diduga Bayar Jasa Pengacara Tetap Rp 1,45 Miliar Setahun, Begini Duduk Masalahnya
SabangMerauke News, Pekanbaru - Bank Riau Kepri (BRK) kembali menjadi sorotan. Kali ini, bank pelat merah milik jajaran pemda di Riau dan Kepri ini diributkan oleh penunjukkan jasa kantor hukum (pengacara) tetap dengan tarif yang disebut-sebut nominalnya cukup besar.
BRK dilaporkan telah menetapkan Anang Iskandar Syndicate (AIS) Law Firm sebagai pengacara tetap sejak tiga bulan lalu. Anang Iskandar dikenal sebagai mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri periode 2015-2016 lalu. Sebelumnya, Komjen (Purn) Anang Iskandar menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
BACA JUGA: Beredar Daftar Kepala Cabang Bank Riau Kepri Diduga Penerima Suap Fee Ilegal dari Broker PT GRM
Berdasarkan dokumen surat yang diperoleh SabangMerauke News, besaran jasa hukum yang diterima oleh AIS Law Firm dari BRK yakni Rp 725 juta untuk termin pertama. Kemungkinan, ini adalah pencairan untuk periode kerja enam bulan pertama. Sehingga jika kontraknya selama setahun, jasa AIS bernilai Rp 1,45 miliar.
Dalam dokumen pengajuan invoice tertanggal 3 November 2021 lalu tersebut, surat diteken oleh Direktur AIS Law Firm, Rini Prihandini SH. Surat ditujukan kepada Direktur Utama BRK, Andi Buchori. SabangMerauke News bulan lalu di Pekanbaru pernah berbicara dengan Rini dan mengakui kalau AIS Law Firm telah ditunjuk sebagai pengacara tetap BRK.
Beredar kabar kalau selain menggandeng AIS Law Firm sebagai pengacara tetap, Bank Riau Kepri juga menggunakan jasa kantor hukum Dr Yusuf Daeng yang berdomisili di Pekanbaru.
Saat dikonfirmasi, Yusuf Daeng mengaku baru sekitar 3 bulan menjadi kuasa hukum BRK.
"Soal mekanisme dan prosedur pemilihan kantor hukum saya, lebih baik ditanyakan ke pihak BRK," terang Yusuf Daeng yang enggan menyebut tarif jasa hukum kantornya yang diberikan oleh BRK.
BRK Pernah Negosiasi Harga
Bank Riau Kepri dilaporkan pernah mengajukan negosiasi soal besaran tarif jasa hukum AIS Law Firm tersebut. Lewat sepucuk surat bertanggal 4 Oktober 2021, Pemimpin Divisi Umum BRK, Ikhwan mengirim surat ke AIS Law Firm. Tidak diketahui secara pasti berapa tawaran negosiasi harga yang diajukan oleh BRK.
Namun, pada 6 Oktober 2021, Rini membalas surat Ikhwan tersebut. Poinnya, penawaran harga sebesar Rp 1,5 miliar yang diajukan AIS adalah harga terbaik dan merupakan sebagai bentuk perkenalan dengan BRk. Rini dalam surat itu menyebut kalau AIS juga mematok tarif yang sama untuk klien lain di wilayah Jabodetabek. Selain itu, AIS disebut sebagai kantor hukum yang memberikan sejumlah layanan lengkap berskala nasional.
Dikonfirmasi, Selasa (22/2/2022), Rini menyatakan kalau selain AIS ada dua kantor hukum lain yang melakukan penawaran kepada BRK. Ia juga tidak menyebut secara pasti berapa tarif jasa pengacara tetap (retainer) yang diberikan kepada BRK. Menurutnya, kontrak perjanjian dengan BRK tidak dilakukan per enam bulan. Ia membenarkan kalau biaya sebesar Rp 725 juta adalah jasa pengacara tetap untuk termin pertama.
"Perjanjian kami tidak per enam bulan," terang Rini via pesan WhatsApp.
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko BRK, Fajar Restu Febriansyah pekan lalu menyatakan kalau pengangkatan AIS sebagai pengacara tetap BRK sudah melalui prosedur. Namun, mantan Pemimpin Divisi Hukum BRK ini tidak menjawab pertanyaan apakah pemilihan AIS lewat mekanisme lelang atau penunjukan langsung (PL).
"Sudah sesuai prosedur," terang Fajar lewat pesan WhatsApp.
Dalam catatan SabangMerauke News, BRK tahun lalu pernah mengangkat Topan Meiza Romadhon (TMR) Law Firm sebagai pengacara tetapnya. Seorang sumber menyebut tarif jasa hukum TMR yang diberikan oleh BRK sebesar Rp 250 juta setahun (sebelumnya ditulis Rp 750 juta per tahun).
Belakangan kontrak dengan TMR putus, diduga pasca geger kasus fee ilegal asuransi kredit yang menjerat 3 mantan kepala cabang BRK yang kini meringkuk di sel tahanan. Ketiganya terbukti bersalah menerima uang dari broker PT Global Risk Management (GRM) yang dilarang oleh ketentuan perbankan. Kasus ini kini sudah baik ke tingkatan kasasi di Mahkamah Agung. (*)