Waduh! Telan Dana Rp40 Miliar, Sentra IKM Sagu Kepulauan Meranti Justru Berhenti Beroperasi Karena Hal Ini
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - UPT Sentra IKM (Industri Kecil dan Menengah) Sagu milik pemerintah daerah yang terletak di Desa Sungai Tohor, Kecamatan Tebingtinggi Timur, saat ini berhenti beroperasi untuk sementara waktu.
Pembangunan Sentra IKM Sagu itu dilaksanakan secara bertahap dimulai pada tahun 2017, 2018 dan 2019 dengan total biaya Rp40 milyar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Industri Kecil dan Menengah dan diresmikan pemakaiannya pada tahun 2021.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kepulauan Meranti, Marwan mengatakan, UPT Sentra IKM Sagu hadir sebagai sebuah solusi agar para UMKM tetap berproduksi dengan membeli bahan baku tepung sagu dari Sentra IKM dengan harga relatif murah dibandingkan dengan sagu yang biasanya dibeli dari kilang swasta yang sudah mencapai setengah juta rupiah perkarung.
"Untuk saat ini UPT Sentra IKM berhenti beroperasi untuk sementara waktu setelah beberapa waktu lalu ada pihak ketiga yang menjadi pengelolanya. Saat ini kita berencana mencari investor baru sambil menunggu penghitungan dari tim appraisal," kata Marwan, Rabu (24/1/2024).
Pada awalnya sentra itu akan dikelola BUMD PT Bumi Meranti bekerjasama dengan BUMDes dan pelaku usaha sagu setempat.
Dengan beroperasionalnya sentra IKM Sagu, diperlukan pasokan bahan baku berupa sagu basah terutama dari kilang-kilang sagu masyarakat yang ada di sekitar sentra IKM sagu. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan para pelaku usaha kilang-kilang sagu yang ada di sekitar sentra untuk memasok bahan baku ke sentra pada saat dilakukan kajian penyusunan pola pengembangan sentra IKM sagu terpadu oleh Kementerian Perindustrian RI Direktorat Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) pada tahun 2017.
"Awal dibangunnya Sentra IKM Sagu ini dikelola oleh BUMD, namun di saat Sentra siap beroperasi BUMD nya malah mati suri. Setelah berapa lama pengelola kilang Sagu di sekitar membentuk koperasi untuk mengelola Sentra IKM dimana bahan bakunya dari kilang yang mereka kelola sendiri, namun belakangan mereka malah menjualnya ke pengepul untuk dibawa ke Malaysia," kata Marwan lagi.
Disebutkan, adanya persaingan yang tidak sehat oleh pengepul sehingga terjadinya perang harga yang menyebabkan harga tepung sagu basah menjadi tinggi. Hal itu berakibat kepada UPT Sentra IKM Sagu milik pemerintah daerah tidak mampu membeli sehingga kekurangan pasokan bahan baku.
Adapun kebutuhan bahan baku sagu basah untuk operasional sentra IKM sagu terpadu sekitar 600 ton perbulan, namun terkadang hanya mendapatkan sagu basah sekitar 140 ton perbulan dari kilang-kilang sagu di sekitar sentra karena banyak diekspor ke Malaysia oleh tengkulak.
Dijelaskan, sebenarnya harga yang dibeli oleh UPT Sentra IKM sudah berada diatas harga yang ditetapkan provinsi. Namun kondisi itu tetap kalah dengan tengkulak tersebut.
"Harga yang kami beli itu sebenarnya sudah berada diatas harga yang ditetapkan oleh provinsi yakni hanya berkisar Rp 2.200 namun kilang milik masyarakat lebih cenderung menjualnya ke tengkulak dengan harga yang ditetapkan sepihak. Kalau kita paksakan mengikuti permainan mereka bisa gulung tikar juga. Lagi pula masyarakat pemilik kilang juga sering diberikan pinjaman uang terlebih dahulu sehingga ada semacam terhutang budi," ungkap Marwan.
"Mereka para pemilik kilang yang berada di sekitar Sentra sangat tidak komitmen, kita memang tidak menyalahkan mereka, karena mungkin mereka juga ingin cari harga jual yang lebih mahal. Tetapi konsepnya kan sudah beda, jika tepung sagu yang kita produksi untuk kebutuhan UMKM, berbeda dengan para cukong yang membelinya dengan harga rupiah dan menjualnya kembali dengan harga ringgit tanpa mengolahnya terlebih dahulu," imbuhnya.
"Pengelolaan di Sentra IKM Sagu ini kita bukan ingin mencari keuntungan yang berlebihan, namun bagaimana hasil ala kita tak dibawa keluar, tetapi akhirnya los juga, padahal sudah kita berikan hak untuk mereka mengelolanya," sambungnya.
Bahkan untuk menghentikan praktik tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, sudah pernah menyurati Bea dan Cukai Selatpanjang terkait permohonan pembatasan ekspor tepung sagu basah ke Negeri Jiran, Malaysia.
Selang beberapa tahun ada pihak ketiga dalam hal ini CV Juti yang ingin mengelola Sentra IKM dan mengolah Sagu basah menjadi tepung sagu kering. Tidak hanya itu, mereka juga menggulirkan pinjaman bagi pengelola kilang Sagu sekitar.
"Setelah satu tahun mangkrak, pihak ketiga dalam hal ini CV Juti berminat mengelola Sentra Sagu dan juga menggulirkan pinjaman kepada pengelola kilang di sekitar Sentra. Waktu itu mereka yang membiayai operasional pengolahan Sagu dan untuk listrik disubsidi oleh Pemda dan waktu itu untuk PAD diloskan," ujar Marwan.
Disampaikan Marwan, keinginan CV Juti untuk mengelola Sentra IKM untuk menjawab keresahan para UMKM yang mengeluh tidak ada bahan baku Sagu karena dibawa semua ke Cirebon. Dalam hal ini, para pemilik kilang sudah melakukan kerjasama dengan usaha dagang di Jawa Barat.
"CV Juti yang berkeinginan mengelola Sentra IKM juga untuk menjawab keresahan para UMKM yang tidak mendapatkan bahan Sagu karena dibawa semuanya ke Cirebon, sementara untuk pasar lokal kosong dan waktu itu sempat ada aksi demo," ucapnya.
Satu tahun beroperasi, CV Juti akhirnya menyerah karena modalnya tidak begitu banyak untuk mengelola Sentra IKM.
"Untuk mengelola Sentra IKM Sagu ini modalnya terbilang besar. Perhitungan kasarnya untuk membeli bahan baku Sagu basah dari kilang kecil di sekitarnya sebanyak 600 ton ditambah dengan biaya operasional lainnnya jumlahnya mencapai Rp6 miliar," jelasnya.
Meskipun anggaran investasinya besar, namun banyak keuntungan yang didapatkan. Dimana seluruh produksinya sudah mendapatkan izin BPOM, Halal dan juga sudah memenuhi standar dengan sertifikasi HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Poin).
"Meskipun modalnya tiga kali lipat dari kilang Sagu biasa, namun ada banyak keuntungan yang didapatkan, diantaranya izin BPOM, Halal dan sertifikat HACCP dan dengan mesin berteknologi tinggi sehingga hasilnya sangat bagus," jelasnya lagi.
Untuk pengelolaan kedepannya nanti, Pemda Kepulauan Meranti akan melakukan lelang kepada pihak yang ingin mengelola.
"Sambil menunggu tim appraisal agar bisa dikelola lagi, dimana aset yang ada dihitung terlebih dahulu agar ada PAD yang dihasilkan. Kedepannya kita laksanakan lelang bagi siapa yang mengujinya atau bisa langsung kita tunjuk BUMD untuk mengelolanya," pungkasnya. (R-01)