Organisasi Lingkungan Bantah Klaim Gibran Soal Panen Food Estate: Gak Pernah Panen, Cuma Hutan Dibabat!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Saat debat calon wakil presiden (cawapres) kedua, Gibran Rakabuming Raka menyebut program lumbung pangan atau food estate di Kabupaten Gunung (Gumas), Kalimantan Tengah, berhasil memproduksi singkong dan jagung.
Hal itu disampaikan Gibran saat menanggapi berbagai kritik dari cawapres nomor urut 3 Mahfud Md terhadap program food estate yang gagal dalam debat cawapres kedua di JCC, Jakarta, Minggu (21/1/2024).
"Saya tegaskan sekali lagi pak. Memang ada yang gagal, tapi ada yang berhasil juga, yang sudah panen misalnya di Gunung Mas, Kalteng itu sudah panen jagung, singkong, itu pak. Cek saja nanti ininya, cek saja datanya," kata Gibran.
Klaim sukses yang disampaikan Gibran, menuai respons dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Centre for Strategic and International Studies (CSIS), dan Greenpeace. Begini kata mereka.
Walhi: Food estate Gunung Mas gagal
Direktur Walhi Kalimantan Tengah Bayu Herinata mengatakan hingga hari ini belum ada panen di food estate yang telah dikerjakan pemerintah di sana.
"Food estate gagal, terlebih yang food estate singkong di Gunung Mas. Singkong di sana gagal tumbuh. Lalu diganti jagung, itu juga maksimal tumbuhnya dan belum ada panen sampai hari ini," ujar Bayu, Senin (22/1/2024).
Food estate di Gunung Mas awalnya ditanami singkong oleh Kementerian Pertahanan yang dipimpin oleh Prabowo Subianto. Namun, tanah di sana ternyata tidak cocok dengan singkong, sehingga singkong yang ditanam di sana tidak bisa tumbuh sehingga gagal panen.
Padahal, hutan sudah terlanjur dibabat yang menyebabkan kerusakan lingkungan serta bencana banjir di daerah sekitar lahan food estate.
Belakangan, kata Bayu, lahan yang sempat mangkrak itu lantas ditanami jagung. Penanaman jagung di sana pun terkesan dipaksakan karena ditaman dalam polybag sehingga membutuhkan biaya tambahan.
"Karena gagal maka dibuat justifikasi, mengganti dengan jagung yang ditanam dalam polybag, supaya terlihat berhasil,” ujarnya.
Menurut Bayu, Gibran menepis kegagalan itu dengan menggunakan informasi yang tidak jelas kebenarannya dan tidak sesuai fakta di lapangan.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, program food estate yang digagas pemerintahan Jokowi jelas-jelas gagal.
“Kami tidak pernah menemukan fakta keberhasilan food estate," katanya. Maka, jika dilanjutkan, proyek lumbung pangan ini hanya akan menambah pemborosan anggaran serta kerusakan lingkungan.
Greenpeace: Tak pernah lihat keberhasilan
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Iqbal Damanik menyebut, sudah tiga kali mendatangi lokasi food estate di Gunung Mas dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Hasilnya, mereka tidak pernah melihat keberhasilan proyek tersebut di sana.
"Kami tidak melihat ada sedikitpun keberhasilan (food estate) di sana,” ujar Iqbal, Senin (22/1/2024).
Iqbal mengatakan bahwa proyek food estate di Gunung Mas, Kalimantan Tengah oleh Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo telah menyebabkan deforestasi dan bencana.
"Food estate mendorong terjadinya deforestasi dan itu harus dihentikan, termasuk menjadi kebakaran hutan dari pembukaan lahan gambut," ucapnya.
Iqbal juga mengatakan, singkong yang ditanam di sana tidak tumbuh dengan baik bahkan banyak yang mati.
Perkebunan singkong yang mengorbankan hutan itu tidak berproduksi. Sehingga, katanya, proyek tersebut hanya menyisakan kerugian keuangan negara, kerusakan hutan, dan penderitaan masyarakat saja tanpa menghasilkan apa-apa.
Ke depan, Iqbal menekankan bahwa proyek food estate bukan langkah yang tepat untuk dilanjutkan, mengingat belum ada satu pun proyek food estate yang benar-benar berhasil di Indonesia.
“Karena selama ini pangan dan pertanian kita ditopang oleh modal sosial petani untuk lebih berhasil,” kata dia.
CSIS: Tidak berhasil karena perencanaan lemah
Peneliti Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan mengatakan food estate tidak berhasil karena ditanam di lahan yang tidak cocok untuk singkong.
Belakangan pemerintah mengganti menanam jagung namun menggunakan planter bag atau polybag supaya tanaman bisa hidup.
Menurutnya, food estate tidak berhasil karena lemah perencanaan. Program tersebut dilakukan secara serampangan, minim perencanaan, tanpa melihat apakah lahan yang akan diolah cocok dengan jenis tanaman yang bakal ditanam.
Deni mengatakan, keputusan pemerintah untuk menanam jagung lewat platter bag merupakan siasat untuk mengatasi lahan yang tidak bisa ditanami.
Dengan cara itu, lanjut Deni, jagung memang bisa tumbuh tapi biaya penanaman dan perawatan jadi sangat mahal.
“Ini istilahnya sawah palsu. Karena terlanjur terbuka lahannya daripada gagal, ya itu solusinya (menanam di planter bag) tapi costly (mahal),” ujarnya.
Deni menyebut, memang perluasan lahan pertanian diperlukan mengingat tanah di Pulau Jawa semakin menyempit. Namun pembukaan lahan semestinya diiringi perencanaan yang matang dan tidak merusak lingkungan.
"Sehingga jawabannya bukan food estate. Tidak semata-mata membuka hutan yang serampangan itu,” ujarnya. (*)