Ini Penjelasan Istilah Second-hand Embarrasment yang Viral Dikaitkan dengan Debat Cawapres
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Debat calon wakil presiden yang digelar pada Minggu (21/1/2024) malam menjadi topik hangat para netizen di media sosial. Salah satu istilah yang banyak disinggung ketika menonton debat cawapres adalah second-hand embarrassment.
"The secondhand embarrassment i got while watching this," tulis akun @D**ty***k**lf saat mengomentari terkait debat cawapres.
"cringe banget gw dapet secondhand embarrassment," kata pengguna lain di media sosial X.
Dalam debat yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan tersebut, para cawapres terlibat adu argumen yang cukup sengit. Tak jarang, sindiran-sindiran tajam saling dilontarkan. Oleh netizen, sebagian gestur dan respons yang muncul dianggap 'cringe' alias garing sampai-sampai yang nonton ikut merasa malu.
Apa Sih Second-hand Embarrassment Itu?
Mengutip dari laman Cleveland Clinic, rasa malu yang tidak langsung atau second-hand embarrassment adalah ketika secara pribadi mengalami rasa malu, tidak nyaman, malu atau bersalah setiap kali menyaksikan orang lain mengalami pengalaman yang sangat memalukan atau menyebabkan mereka dipandang negatif.
Psikolog kesehatan klinis Marielle Collins, PhD mencontohkan second-hand embarrasment ini seperti ketika seseorang main ponsel di jalan sambil memegang kopi di tangan lain. Tahu-tahu dia tersandung, jatuh dan menumpahkan kopinya ke mana-mana.
"Meskipun bukan kamu yang membuat dia tersandung dan bukan kamu yang terjatuh, kamu bisa merasakan emosi dari orang tersebut," kata Dr Collins.
Kok bisa terjadi? Menurut Dr Collins, karena kekuatan otak, kita secara sadar menyadari bagaimana persepsi saat menavigasi dunia di sekitar kita. Wilayah otak bertanggung jawab atas kemampuan dalam mengatur emosi, merespons rasa sakit, dan memungkinkan tubuh kita pulih.
Bagian-bagian otak yang diaktifkan ketika kita secara pribadi mengalami rasa sakit, rasa malu, atau penyesalan, juga diaktifkan ketika kita melihat orang lain mengalami hal-hal tersebut sendirian.
"Itulah konsep empati. Otak kita dirancang untuk mampu mensimulasikan pengalaman emosional orang lain dan merasakan apa yang dirasakan orang lain," bebernya. (*)