Profil Buya Syakur, Ulama Karismatik yang Spesial Menurut Gus Dur
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Sosok KH Abdul Syakur Yasin MA akrab disapa Buya Syakur, ulama cerdas dan kharismatik dari Indramayu, wafat di RS Plumbon Cirebon, Rabu (17/1/2024) dini hari.
Suasana duka menyelimuti keluarga besar Ponpes Cadangpinggang Indramayu maupun kerabat. Ribuan pelayat mendatangi pondok pesantren dan mengikuti proses pemakaman sang ulama besar ini.
Buya Syakur dikenal sebagai ulama cerdas berpandangan liberal yang memiliki jemaah banyak saat pengajian di pesantren yang dipimpinnya.
Dikutip dari laman pesantrencadangpinggan.pesantren.id, Buya Syakur merupakan kelahiran Indramayu pada 12 November 1960. Sejak kecil ia hidup di lingkungan pondok pesantren.
Pendidikannya dimulai di SD Darul Hikam Kota Cirebon. Kemudian menuju Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Kabupaten Cirebon.
Selama kurang lebih 12 tahun, Buya Syakur mempelajari Islam dan ilmu lainnya. Jenjang pendidikan formal telah diselesaikan yaitu Mts 1963, PGA 1966 dan SPIAIN 1969.
Kemudian melanjutkan mengaji di Kiai Rumli Desa Tegalgubug Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon. Buya Syakur mempelajari Mantiq dan Balaghoh.
Pada 1971, Buya Syakur mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di Timur Tengah. Pelatihan ini dilakukan di Irak bersama Muzammil Basyun, Irfan Zidni, Kh Masyhur, Munzir Tamami dan pada 1972 melanjutkan pelatihannya di Suriah.
Ia menjadi Presiden Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Suriah. Setelah menyelesaikan studinya di Suriah, Buya Syakur melanjutkan studinya di Libya pada Fakultas Sastra Arab dan mempelajari Alquran dan menjadi presiden PPI Libya.
Perkataan Gusdur
Pada saat itu beliau memimpin sastra bahasa di Tunisia dari tahun 1979. Pada 1981 ia menyeselesaikan pendidikan magisternya dalam bidang sastra linguistik di Tunisia dan Beliau pun diangkat menjadi staf ahli di Kedutaan Besar Tunisia.
Pada tahun 1985, dia melanjutkan pendidikan di London, dengan mempelajari metodologi dan dialog teater. Selama kurang lebih 20 tahun, Buya Syakur belajar di Timur Tengah dan Eropa.
Lalu, pada tahun 1991 ia pulang dan kembali ke Indonesia. Buya kemudian mendirikan Pondok Pesantren Yasiniyah yang diberi nama Pondok Pesantren Yasiniyah dan pada tahun 1996 menjadi Pondok Pesantren Cadangpinggan.
Pondok Pesantren ini terletak di Desa Gedangani, Kecamatan Sukagumiwang, Kecamatan Indramayu. Gus Dur pernah mengatakan bahwa di Indonesia hanya ada tiga orang yang berpikir analitis untuk memahami Islam.
Mereka, kata Gusdur adalah Quraish Shihab, Buya Syakur, dan Cak Nur. Terlihat dari topik-topik yang diunggah melalui akun YouTube.
Pokok bahasan mereka banyak mereferensikan kitab modern atau tasawuf. Mereka memiliki kegemaran dalam menulis dan menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab. (*)